Medan – Komisi Pemilihan Umum di tiga daerah di Sumatera Utara, yakni Kota Tanjung Balai, Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Mandailing Natal merasa “serba salah” dalam menyelengarakan proses pilkada ulang sebagaimana ditetapkan Mahkamah Konstitusi.
Di satu sisi, kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut Irham Buana Nasution dalam pertemuan dengan Komisi II DPR RI di Medan, Jumat, KPU berkeinginan untuk melaksanakan proses itu karena amanat UU.
Namun, di sisi lain ada faktor teknis yang menyebabkan proses pilkada ulang itu sulit dilaksanakan, baik karena terkait ketersediaan dana maupun penetapan jadwal.
Ia mencontohkan pilkada ulang di Tanjung Balai yang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 28 September 2010 harus diulang di 17 kecamatan dan 217 tempat pemungutan suara (TPS) paling lama 60 hari setelah putusan dikeluarkan.
Secara umum, kata Irham, pelaksanaan pilkada ulang itu tidak menghadapi masalah karena anggaran yang telah disiapkan mencukupi untuk dua putaran.
Namun, ada kendala teknis yakni perubahan mata anggaran dari putara kedua menjadi proses pengulangan yang harus disetujui pihak Pemkot dan DPRD Tanjung Balai.
Untuk menetapkan perubahan mata anggaran itu, terjadi “tarik menarik” karena adanya dua pihak yang berbeda persepsi dalam waktu pelaksanaan proses pemungutan suara ulang.
Di satu pihak ada yang menginginkan agar proses pemungutan suara ulang itu dilakukan setelah masa jabatan Wali Kota Tanjung Balai Sutrisno Hadi berakhir.
Namun di pihak lain, ada juga yang menginginkan pelaksanaanya diselenggarakan secepat mungkin. “Sementara KPU tidak ingin terjebak dalam kepentingan dua pihak itu,” katanya.
Meski demikian, KPU Sumut mendapatkan kabar yang lebih menggembirakan dalam pelaksanaan pilkada ulang di Tebing Tinggi dan Mandailing Natal, karena pemerintah di dua daerah itu akan menyiapkan anggaran dalam APBD 2011.
Namun pihaknya mengharapkan penyediaan itu benar-benar terealisasi, karena besarnya desakan masyarakat agar proses pilkada di dua daerah tersebut sukses dan berjalan sesuai harapan.
“Kalau muncul kendala atau masalah dalam pelaksanaan pilkada, KPU yang akan disalahkan, bukan eksekutif,” katanya.
Ketua Komisi II DPR RI Chairuman Harahap yang mendapatkan informasi itu berjanji akan membahas masalah tersebut di tingkat pusat sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
“Masalah ini harus segera diselesaikan. Karena Menteri Dalam Negeri sendiri sudah menegaskan tanggung jawab dana pilkada ulang ada di tangan pemda,” katanya.
Guberur Sumut Syamsul Arifin mengatakan, munculnya masalah pendanaan dalam pilkada ulang di tiga daerah itu akibat kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
Sebenarnya, kata Gubernur, anggaran itu telah ada, tetapi tidak mencukupi karena terkadang tidak dipersiapkan untuk proses pemilihan ulang.
Karena itu, telah ada imbauan dari Kementerian Dalam negeri agar setiap daerah mempersiapkan anggaran untuk dua kali pilkada guna menghindari masalah di kemudian hari.
“Kalau tidak terpakai harus dikembalikan ke kas daerah,” katanya.
Meski demikian, Gubernur Sumut itu berjanji pihaknya akan menyampaikan dan mencari penyelesaian terhadap masalah di tiga daerah itu kepada pemerintah pusat.
sumber:(ANTARA)