Catatan: Dahlan Batubara
(Pemimpin Redaksi Mandailing Online)
“TIDAK SINERGISNYA BUMD ITU, OLEH BANYAK PENGAMAT AKIBAT LEMAHNYA MANAJEMEN. KONDISI INI DISEBABKAN POLA REKRUTMEN PIMPINAN BUMD YANG SALAH KAPRAH. FIGUR-FIGUR PIMPINAN YANG BERLATAR BELAKANG POLITISI YANG KURANG MEMILIKI JIWA BISNIS MENYEBABKAN PERUSAHAAN ITU JALAN DI TEMPAT”
Pemkab Mandailing Natal kabarnya akan kembali menghidupkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau juga akan berlabel perusahaan daerah, setelah sempat dilikuidasi pada era Bupati Aspan Sopyan Batubara pada tahun 2010 lalu.
Tentu kita sepakat kehadiran perusahaan daerah sangat vital sebagai salah satu penggerak ekonomi daerah. Ia bisa menjadi instrumen untuk menjalankan fungsi pelayanan publik dengan lebih cepat dan sekaligus menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi di daerah.
Di sisi lain, guna mengejar ketertinggalan daerah ini dari daerah lain yang lebih maju, sangat dibutuhkan lembaga usaha bisnis yang dimiliki Pemkab Madina. Potensi sumber daya alam Madina cukup banyak dan memiliki prospek yang menggiurkan bagi pertumbuhan ekonomi jika dikelola secara baik dan penuh vitalitas semangat daerah.
Berdasar data pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011-2016, potensi tambang misalnya banyak dimiliki alam Madina seperti Batubara, zink, emas, serpentin, marmer, batu mulia, kaolin, batu gamping, lempung dan granit.
Selain itu, di sektor perkebunan berdasar ketersediaan lahan meliputi komoditas karet alam, sawit dan kopi. Kopi ini pangsa pasarnya sudah ada terkait kemashuran kopi mandailing di tingkat internasional.
Kemudia ada sektor pertanian, perikanan, peternakan plus agribisnis dan agroindustrinya juga memiliki prospek yang bagus apabila perusahaan daerah digerakkan. Perikanan darat meliputi ikan mas, ikan nila dan lele jumbo. Peternakan meliputi lembu, sapi, kambing, itik dan ayam.
Pertumbuhan pasar di Kota Panyabungan juga menjadi keharusan kehadiran perusahaan daerah, seperti parkir dan kebersihan yang selama ini digarap instansi dengan pola penanganan secara birokratis.
MASALAH
Berdasar amatan selama ini, BUMD Madina tidak sinergis menyebabkan lembaga usaha ini menjadi beban APBD. Pengelolaannya kurang profesional berdampak pada investasi yang tertanam menjadi tak bermanfaat.
Sebagai contoh, investasi pembukaan perkebunan kopi varietas arabica seluas 3.000 hektar di daerah Kecamatan Pakantan berujung gagal. Belum lagi lemahnya BUMD kala itu melirik dan menangkap peluang-peluang usaha yang ada menyebabkan perusahaan plat merah itu bagai tidur sepanjang usianya. Hingga akhirnya dilikuidasi karena merugi sekitar Rp 2.232.108.049, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan Propinsi (BPKP) Sumatera Utara.
Tidak sinergisnya BUMD itu, oleh banyak pengamat akibat lemahnya manajemen. Kondisi ini disebabkan pola rekrutmen pimpinan BUMD yang salah kaprah. Figur-figur pimpinan yang berlatar belakang politisi yang kurang memiliki jiwa bisnis menyebabkan perusahaan itu jalan di tempat.
Oleh karenanya, Pemkab Madina diharapkan jangan terperosok ke dalam lobang kali kedua. Momen menghidupkan kembali BUMD atau perusahaan derah harus juga disertai perubahan dalam kebijakan rekrutmen personalianya.
PENGELOLAAN SECARA PROFESIONAL
Peran sebagai motor penggerak roda ekonomi daerah baru bisa dirasakan ketika BUMD dikelola secara benar dan profesional. Bukan sebaliknya, menjadi benalu karena hidupnya mengandalkan tambahan setoran modal dari APBD.
BUMD yang sehat dan dikelola secara profesional akan sangat mungkin menjelma menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah. Selain itu, ia bisa menjadi penggerak bisnis yang belum dimasuki swasta, sementara sektor tersebut sangat penting untuk kemajuan daerah.
Di Jawa Timur, misalnya, ada BUMD yang membangun pabrik tepung tapioka yang berdampak terjaminnya harga singkong di petani. Pabrik itu juga bisa mengurangi kapasitas impor tepung tapioka yang selama ini sangat besar.
Kepala Bappeda Madina, Abu Hanifah juga berpendapat bahwa mendirikan BUMD atau perusahaan daerah memerlukan adanya perencanaan yang jelas, mulai dari tingkat kebutuhannya hingga manajemen pengelolaannya. Dan, harus melalui kajian-kajian serta study-study yang jelas sehingga tercipta perusahaan daerah yang matang.
NALURI BISNIS DAN DAYA TARUNG
Namanya lembaga yang mengurusi bisnis, tentu harus dipimpin orang-orang yang sudah matang di rimba bisnis, bukan politisi yang masih bau kencur di jagat enterpereneur. Menjalankan sebuah usaha memiliki seni bisnis, daya tarung, jiwa juang dan naluri yang kuat pada peluang bisnis serta sudah karatan mengelola resiko-resiko yang dihadapi.
Sebuah bisnis tidak melulu bicara modal (finansial) karena modal finansial oleh para pebisnis diletakkan pada jenjang ke-4 dari rantai kebutuhan suatu perusahaan. Faktor manusia (daya tarung) lah justru yang menjadi modal utama, dilanjutkan kemudian pada aspek pasar lalu jaringan.
Oleh karenanya, Pemkab Madina selaku pendiri perusahaan daerah harus memilih para pengusaha murni, pengusaha yang sudah terbukti mampu mengembangkan bisnis dari tingkat nol hingga berskala besar untuk ukuran daerah Madina.
SAHAM SWASTA
Selain itu, pihak swasta harus juga dilibatkan agar perusahaan daerah lebih efisien dan profitable, sehingga bukan lagi sebagai institusi yang menguras duit pemerintah yang ada di APBD, tetapi justru menjadi penyetor pajak atau retribusi dalam pendapatan asli daerah. Dan perusahaan yang baik akan menciptakan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta akan mengundang kepercayaan investor.
Pemerintah daerah membutuhkan keterlibatan pihak swasta dalam manajemen perusahaan daerah sebagai upaya menjadikan perusahaan dearah itu memiliki tingkat sinergitas dan kultur perusahaan yang baik.
Saham pemerintah daerah sejatinya 51 persen, sisanya 49 persen saham swasta. Saham mayoritas pemerintah daerah ini dibutuhkan agar fungsi pelayanan publik sebagai salah satu sisi peran perusahaan daerah dapat tercapai.
Di sisi lain, pengikutsertaan pihak swasta dalam pengelolaan dan aktivitas ekonomi dianggap memberikan berbagai manfaat dan keuntungan, seperti modal baru untuk pengembangan usaha, perbaikan atau peningkatan teknologi, penetrasi pasar, perbaikan governance (tata kelola perusahaan) dan mengubah kultur perusahaan yang buruk ke arah yang baik.
Dari sisi pemerintah sebagai pemilik, jika proses kepemilikan saham swasta dilakukan dengan baik, prosesnya bersih, kredibel, kompeten, maka akan memberikan manfaat yang sangat banyak. Beban dan resiko Pemkab Madina akan berkurang karena perusahaan daerah itu telah memiliki pemilik lainnya yaitu pihak swasta yang akan turut bertanggungjawab dari segi permodalan, teknologi, perbaikan governance, dan kinerja lainnya dari perusahaan.
Dan tentunya, para pengusaha yang menanam saham di perusahaan daerah ini juga harus memiliki rasa memiliki daerah dan kecintaan terhadap daerah. Sehingga selain berorientasi keuntungan, juga memiliki tanggungjawab terhadap kemajuan daerah dengan kesinambungan dan perkembangan perusahaan daerah tersebut. Imada.***