Memantapkan Jati Diri Suku Karo
Kolom : Venessa Nde Ginting
Terkadang tanpa kita sadari kita sendirilah yang mengajari suku-suku lain berfikir untuk menyapa kita dengan “horas” bukan dengan “mejuah-juah”. Teringat dulu ketika saya bekerja di luar negeri di salah satu perusahaan Jerman yang memang sangat bagus di Pulau Penang.
Di sana saya banyak bertemu orang-orang Indonesia yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dan orang lokal (asli warga negara Malaysia).
Temen-temen Indonesia saya yang bersuku Jawa pada saat itu langsung menyapa saya dengan “horas” ketika mereka mengetahui saya operator baru yang didatangkan dari Medan (Sumut). Mereka langsung mengatakan “kamu orang Batak kan”.
Intinya, selama saya berteman mereka sama sekali tidak tahu adanya Karo. Mereka hanya tahu ketika kamu datang dari Medan (Sumut) maka kamu adalah Orang Batak yang harus disapa dengan “horas”.
Jujur, yang paling mengesalkan bagi saya adalah ketika temen-temen akrab saya yang hobby memanggil saya “Batak”. Contohnya: “Batak, hari ini kamu ke mana?” (Dengan lembut tidak bermaksud mengejek).
Pada masa itu memang saya tidak pernah memberikan penjelasan dan hanya diam saja ketika dipanggil Batak. Pada masa itu yang ada di pikiran saya ya sudahlah karena pengetahuan saya hanya sebatas Batak Karo. Padahal dalam hati saya berkata “kok hanya Batak yang dikenal?
Singkat cerita, 2 tahun belakangan ini saya mendengar adanya KBB (Karo Bukan Batak). Nah, di situ saya mulai suka membaca artikel-artikel KBB. Sedikit banyaknya barulah saya tahu kalo Karo bukan Batak. Karo ya Karo. Tidak ada embel-embel Batak.
Dari Gerakan KBB saya kemudian mulai belajar tidak ada yang namanya Batak Karo, yang ada “kita kalak Karo”.
Seiringnya waktu, sedikit-sedikit saya paham akan perbedaan itu. 1 tahun belakangan ini saya memutuskan siapa saya sebenarnya dan dengan bangga menyatakan saya “kalak Karo” dan “Karo bukan Batak”. Di proses-proses ini saya juga tidak lupa untuk terus belajar akan KBB.
Singkat cerita, di tahun yang lalu saya mempunyai kesempatan untuk berlibur ke Penang( (Malaysia). Di sana saya bertemu dengan kawan-kawan lama saya semasa kerja dulu. Ketika kami bertemu, mereka langsung menyapa saya dengan “horas”.
Tetapi langsung saya katakan “horas” untuk Orang Batak dan saya bukan Orang Batak. Sebaiknya sapa saya dengan mejuah-juah karena saya orang Karo.
Di situ saya sudah mulai bisa menjelaskan bahwa tidak semua Orang Medan (Sumut) layak disapa “horas” karena tidak semua Orang Medan adalah Orang Batak. Di Medan juga banyak Orang Karo. Ketika berjumpa dengan orang-orang Karo, sapalah mereka dengan “mejuah-juah”.
Di situ saya juga masih ingat mengatakan hal ini kepada mereka. Jadi, ketika kalian semua berjumpa dengan Orang Medan (Sumut) tanya terlebih dahulu mereka Orang Batak atau Orang Karo. Kalo Orang Karo sapa dengan “mejuah-juah” dan kalo mereka Orang Batak sapa dengan “horas”.
“Untuk next ke depannya, sapalah saya dengan mejuah-juah karena saya Orang Karo. kalak karo,” kataku sambil tersenyum.
Inilah sekilas tentang saya yang mulai sadar tentang KBB. Proud to be Karonese. Semoga saja next ke depannya lebih banyak lagi yang sadar.
Bujur ras mejuah-juah!
Artikel ini dimuat kali pertama
di : Kahekolu.com