Oleh : Dempo Ichikawa
17 Agustus katanya sebuah angka kelahiran.Dimana para pahlawan berhasil merebut kemerdekaan.
17 Agustus hari peringatan mengenang sebuah deklarasi kemerdekaan dibacakan.
Bayangkan bagaimana para pahlawan terdahulu. Bersiteru, berjibaku, mengharu biru. Tak kenal rasa takut, tak kenal rasa gentar, tak kenal kata ragu. Demi sebuah keinginan yang sangat dirindu. Rindu yang berasal dari kalbu.
17 Agustus, benarkah simbol kemerdekaan? Kemerdekaan Indonesia yang sangat-sangat dibanggakan.
17 Agustus banyak bendera yang berkibaran.
Sebanyak para rakyat yang masih kelaparan.
Sebanyak para anak bangsa yang masih terbodohkan.
Sebanyak para penguasa yang terus dengan keserakahan.
Malu, malu kita bilang merdeka. Padahal Indonesia masih saja terasa dijajah.
Malu, malu kita bilang merdeka. Masih banyak anak bangsa yang mengangkat tangan minta sedekah.
Malu, malu kita bilang merdeka. Hasil bumi indonesia yang kaya tak pernah dirasa.
Malu, malu kita bilang merdeka. Kau lihat, masih saja para penjajah merajalela.
Tak sadarkah kau kawan? Kalau ini adalah bentuk baru dari penjajahan. Kau fikir kau bisa nikmat memakan segarnya ikan? Sedangkan lautan sudah berganti kepemilikan.
Masih bilang kita telah merdeka? Hanya orang-orang yang tak peka merasa kita sedang tidak terjajah.
Masih bilang kita telah merdeka? Coba kau lihat apakah tanah ini masih punya kita?
Aku hanya berharap pada sang Illahi. Akan tiba datangnya sebuah arti kemerdekaan yang hakiki. Bukan kemerdekaan yang berkedok tirani. Tapi kemerdekaan yang pernah dicontohkan Nabi.
Dan aku yakin masa penjajahan ini akan segera berganti. Aku yakin Allah akan menepati janji. ***
Dempo Ichikawa tinggal di Padangsidimpuan