Sejumlah daerah di Sumatera Utara menjerit. Soalnya, sepekan terakhir, Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dan premium mengalami kelangkaan di sejumlah Sentra Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Beberapa daerah di antaranya Kota Padangsidimpuan, Kabanjahe, Serdang Bedagai, dan Sidikalang. Di Sidimpuan, setiap menjelang sore ratusan kenderaan roda dua dan empat harus rela antre berjam-jam di SPBU yang masih menyediakan BBM.
Pantauan Analisa, Senin (4/7) antrian panjang pengendara terjadi sejak siang pukul 15.00 WIB hingga malam pukul 00.00 WIB. Hal ini dikarenakan, di waktu pagi hampir seluruh SPBU selalu kehabisan stok dan baru kembali ada setelah menjelang sore tiba.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, puluhan personil Polisi Lalulintas (Polantas) Polres P. Sidimpuan selalu berjaga-jaga di SPBU tersebut.
Kehadiaran anggota Polantas ini selain untuk mengatur arus lalu lintas karena antrean pengendara yang ingin mengisi BBM juga sekaligus mencegah adanya insiden-insiden yang dapat memperkeruh suasana.
Sementara untuk tingkat pengecer, BBM jenis solar dan premium mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dari Rp 5500 menjadi Rp 9000 per liternya.
“Setiap hari, saya harus antre berjam-jam hanya untuk mendapatkan beberapa liter solar. Kalau beli ditingkat pengecer harganya mencekik leher,” ujar Agus (38) salah seorang supir angkutan umum (angkot) kepada Analisa.
Hal senada juga dikatakan, Basid (30) pemilik kendaraan pribadi yang mengaku, harus bersabar mengantre untuk mendapatkan premium di SPBU. Jangankan SPBU, ditingkat eceran saja, minyak langka, kalaupun ada harganya naik hingga dua kali lipat, “keluhnya.
Sidikalang
Kasus serupa juga terjadi di SPBU Sidikalang. Dari pantauan lapangan, Minggu (3/7) pasokan tersedia tidak mampu bertahan hingga satu hari. Antrean pun beralih dari satu galon ke galon lainnya. Beberapa mobil asal luar kota sempat menanti beberapa jam menunggu ketibaan BBM itu.
Salah satu rombongan menuju Kabupaten Kutacane Aceh Tenggara tampak cemas saat kendaraan mereka kehabisan minyak. Sopir menelepon rekan guna mendapatkan solusi.
Pengendara sepeda motor dan angkutan kota terpaksa membeli ke pengecer. Pedagang dalam partai literan tersebut terkesan mendadak muncul di tengah krisis. Harga ditawarkan bervariasi semisal premium antara Rp 5000 hingga 6000 per liter.
Harry Napitupulu anggota Komisi B fraksi partai Demokrat DPRD Dairi mendesak Pertamina merespons keluhan warga. Jika dibiarkan berlarut-larut, persoalan itu berpotensi mengganggu sektor perekonomian. Aktivitas masyarakat akan terganggu. oknum-oknum yang terbukti melakukan penimbunan BBM,” imbuhnya.
Kabanjahe
Krisis serupa juga terjadi di Kabanjahe. Di Kabupaten Karo berdiri 11 SPBU yang tersebar di beberapa kecamatan, bahkan di ibukota kabupaten ada 5 SPBU, namun pasokan BBM untuk masyarakat masih langka dan susah dicari.
Keberaan solar maupun bensin dalam satu bulan terakhir ini di Tanah Karo langka dan susah untuk mendapatkannya. Dari informasi diperoleh, hal ini ditenggarai ada pengurangan pasokan dari pihak Pertamina pada awal Juni lalu.
Kelangkaan BBM di Karo bukan saja disebabkan kebijakan baru yang dikeluarkan pihak Pertamina, tetapi diduga kuat disebabkan karena pendistribusian BBM oleh pihak SPBU yang tidak tepat sasaran.
Seperti terjadi, Sabtu (2/7), polisi dari Satuan Intelkam Polres Karo mengamankan pembeli BBM premium yang akan dibawa ke Dairi. Tersangka KS dan JS berikut barang bukti mobil serta 13 jerigen premium diserahkan Sat Intelkam ke Satuan Reskrim Polres Karo untuk ditindak lanjuti.
Kapolres Karo melalui Kabag Humas AKP Sayuti mengatakan, kedua tersangka penduduk Desa Silalahi, Kecamatan Silalahi, Kabupaten Dairi, membeli minyak di SPBU Jalan Pematang Siantar Simpang Tiga Lau Dah Kabanjahe.
“Mereka diamankan, Sabtu (2/7) pukul 22.00 WIB. Kedua tersangka yang mungkin masih saudara sudah diamankan di Mako Polres Karo dan masih dalam pemeriksaan guna tindak lanjutnya,”ujar Sayuti.
Tanjung Beringin
Sulitnya mendapat bahan bakar minyak (BBM) khususnya minyak solar dalam dua minggu belakangan ini membuat para nelayan berbagai jenis alat tangkap banyak yang tidak melaut. Mereka terpaksa menambatkan sampan atau kapal motornya di tangkahan masing-masing.
Selain langkanya BBM para nelayan di daerah ini juga tidak pergi melaut karena minimnya hasil laut sekarang dan tidak sebanding dengan pengeluaran sekali melaut.
Beberapa pengusaha nelayan di daerah ini ketika dihubungi membenarkan hal itu. Mereka mengaku sulit mendapatkan minyak solar, kalaupun ada harga mencapai Rp7.000 per liter, itupun rebutan untuk mendapatkannya dari para pengecer.
Terkecuali itu, ucap mereka, sudah beberapa bulan didaerah ini hasil tangkapan cukup memperihatinkan dan menyedihkan, karena pulang melaut terkadang hanya membawa 5-10 Kg ikan bagi nelayan tradisional dan 50-100 Kg bagi nelayan pukat langgar. Jika seperti itu hasilnya, maka nelayan tidak untung. Bahkan pulang modal saja pun tidak. Soalnya, kalau pukat sekali melaut akan mengeluarkan biasa Rp750 ribu sampai Rp 1 juta.
Sedangkan untuk pukat langgar mencapai Rp2 juta lebih, sedangkan hasil yang dibawa pulang untuk ABK saja tidak mencukupi, keluh mereka.(hih/ssr/ps/bah)
Sumber : analisadaily.com