MEDAN, (Mandailing Online) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan dua saksi dalam sidang lanjutan terdakwa Surung Panjaitan di Pengadilan Tipikor PN Medan, Rabu (9/10/2013).
Dua saksi yang dihadapkan JPU ke majelis hakim yang diketuai Agus Setiawan SH, yakni Kepala Seksi Anggaran Keuangan Pemkab Madina, Riswan dan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut, Baharuddin Siagian. Keduanya di dudukkan secara terpisah dihadapan majelis hakim.
Kepada majelis hakim saksi Riswan mengakui, untuk keperluan pengurusan anggaran BDB 2013 Pemkab Madina dimintai uang sebesar Rp 30 juta untuk biaya foto copy dan pengetikan. Permintaan uang itu disebutnya oleh Indra Saleh, Kabag Pembinaan Anggaran kabupaten/kota Setda Biro Keuangan Provsu, Indra Saleh. Namun, ia tidak bisa menjabarkan apakah uang tersebut direalisasikan Pemkab Madina atau tidak. “Mungkin uang itu disediakan sama PU Madina,” ujarnya.
Terkait dengan biaya ‘asistensi’ 7 persen yang disebut saksi-saksi sebelumnya untuk Pemprov Sumut, Riswan mengaku tidak tahu.
“Itu saya tidak tahu majelis hakim,” akunya.
Sidang ini dihadiri terdakwa Surung Panjaitan yang mengenakan baju lengan panjang warna abu-abu. Ia didampingi penasehat hukumnya, Junimart Girsang dan kawan-kawan.
Sementara saksi kedua, Kabiro Keuangan Setda Provsu, Bahar Siagian dicecar JPU, penasehat hukum Surung maupun majelis hakim seputar tupoksinya serta mekanisme bagaimana mendapatkan BDB Provsu dan penyalurannya ke kabupaten/kota. Bahar juga didalami soal biaya ‘asistensi’ 7 persen. Namun atas pertanyaan itu berkali-kali pula pria berbadan tinggi tegap itu menegaskan tidak tahu-menahu soal biaya asistensi yang disebut oleh saksi-saksi sebelumnya.
Bahar mengakui ada beberapa item pengusulan permohonan Bantuan Keuangan Provinsi Sumut (BDB) dari Pemkab Madina. Dari pengusulan tersebut Pemprov Sumut mengakomodir sekitar Rp 73 Miliar untuk berbagai program pertanian, lingkungan hidup dan infrastruktur yang diajukan Pemkab Madina. Salah satu diantaranya adalah pembangunan RSUD Panyabungan dengan pagu anggaran sebesar Rp 32 Miliar lebih. Proyek tersebut dibagi dalam tiga paket anggaran.
Memang ada pengusulan itu? Tanya JPU. “Ada Pak. Pagu anggarannya Rp 32 Miliar lebih dengan tiga paket pekerjaan,” jawab Bahar.
Menjawab pertanyaan JPU lagi, Bahar menjelaskan mekanisme pengusulan BDB, yakni permohonan kabupaten/kota ke provinsi disampaikan melalui surat atau proposal, kemudian dibahas dalam TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) Provsu, selanjutnya dibahas dalam KUA-PPS bersama Banggar DPRD Sumut, kemudian dimasukkan dalam R-APBD serta disahkan dalam paripurna menjadi perda. Sebelum di sahkan lebih dahulu dikirim ke Mendagri untuk dievaluasi untuk disahkan menjadi APBD 2013.
Menurutnya, usai pembahasan APBD 2013 tuntas, Pemprov Sumut melalui Sekda menyampaikan surat pemberitahuan kepada kabupaten/kota penerima BDB. Surat itu dimaksudkan supaya kabupaten/kota tahu besaran yang didapat dari APBD itu.
“Pemberitahuan itu secara tertulis dari pada 1 Februari 2013 ditandatangani Sekdaprovsu,” kata Bahar.
JPU mengkonfrontir keterangan beberapa saksi sebelumnya yang menyebut setelah mendapat persetujuan dari Provinsi ada proses-proses yang disebut asistensi. “Apakah saudara tahu ada biaya asistensi untuk Pemprov Sumut? Atau apakah ada biaya yang harus dikeluarkan daerah sehingga mereka bisa memperoleh disposisi BDB?. Karena saksi-saksi sebelumnya ada menjelaskan biaya sampai 7 persen dari nilai proyek yang akan diberikan ke provinsi?” tanya JPU.
“Tidak ada pak. Yang kita kenal adalah verifikasi terhadap kabupaten/kota yang mendapatkan bantuan keuangan provinsi. Itu pun tidak ada dikenakan biaya-biaya administrasi,” jawab saksi.
Ia juga mengaku tidak pernah berkomunikasi langsung atau tidak langsung kepada staf maupun Pemkab Madina dalam urusan BDB.
“Tidak pernah,” ujarnya menjawab jaksa apakah pernah komunikasi, bertemu dengan pejabat atau Bupati Madina.
Ia menjelaskan verifikasi yang dilakukan stafnya di Biro Keuangan dilakukan untuk menyesuaikan judul kegiatan dan pagu anggaran yang diberikan oleh provinsi ke kabupaten/kota.
Ia mengakui ada anggotanya bernama Fuad Perkasa. Namun, ia membantah Fuad pernah melaporkan soal biaya asistensi yang pernah disebut saksi-saksi sebelumnya. “Tidak ada pak. Karena itu sudah tinggal administrasi, jadi tidak harus melibatkan saya lagi,” katanya.
Ia mengakui anggaran pembangunan RSUD Panyabungan belum dicairkan ke kas Pemkab Madina. Selain Pemkab belum ada mengusulkan pembayaran untuk kegiatan dimaksud, Pemprov Sumut juga dua kali menerima surat dari Bupati Madina Hidayat Batubara. Surat pertama tertanggal 18 Maret 2013, yang meminta agar kegiatan pembagunan RSUD Penyabungan dilakukan perubahan yaitu dari tiga paket pekerjaan menjadi satu paket pekerjaan dengan nama kegiatan pengembangan dan pembagunan RSUD Panyabungan. Kemudian surat kedua tertanggal 26 April 2013 mengajukan permohonan agar sumber dana BDB sebesar Rp 32 M yang diperuntukkan bagi pembangunan RSUD Panyabungan TA 2013 dialihkan untuk pembangunan dan peningkatan ruas jalan Barus Tengah, Kabupaten Madina sebagai jalan alternatif akibat seringnya terjadi bencana alam.
“Kita tidak merespon pengalihan itu. Kemudian hasil pembahasan kita pada Juli 2013 permohonan pengalihan itu tidak kita setujui. Hal tersebut mengingat waktu yang singkat secara teknis tidak mungkin bisa selesai dikerjakan. Hasil rapat ditingkatan TAPD Provsu anggaran tersebut akan dirasionalisasi untuk kegiatan lain. Jadi anggaran untuk RS itu mungkin tidak ada lagi. Iya, surat penolakan itu tertulis,” ujarnya menjawab.
Rasionalisasi anggarak kata Bahar akan disahkan dalam pembahasan P-APBD 2013, Oktober ini.
Penasehat hukum, majelis hakim juga menanyakan perihal hampir sama dengan JPU. “Kami tidak mengenal istilah asistensi, tidak ada sama sekali biaya administrasi,” Bahar menjawab Junimart Girsang.
Apakah Gubernur ikut mempelajari usulan BDB kabupaten/kota yang dinyatakan layak atau tidak mendapat persetujuan? “Nggak. Pengusulan kabupaten/kota kita himpun kemudian dimasukkan dalam dalam usulan R-APDB serta dibahas bersama-sama Banggar DPRD Sumut. Jadi kita tidak dalam posisi menentukan, namun dimasukkan dalam rancangan,” jawabnya.
Ketua Majelis Hakim Agus Setiawan SH menasehati Bahar Siagian. Ia meminta Bahar agar menyampaikan kepada Gubernur Sumut untuk menghapus Pergub (Peraturan Gubernur) tentang Verifikasi atas bantuan keuangan provinsi.
“Itu harus dihapus itu. Sampaikan dengan Gubernur. Karena dengan verifikasi itu memperlambat proses pencairan uang untuk keperluan masyarakat. Dengan verifikasi yang memungkinkan perjumpaan pejabat Pemkab dan Pemprov kan menimbulkan masalah ini. Kan pada saat itu bisa terjadi deal-deal fee proyek,” tegasnya. Mendengar itu Bahar hanya terlihat mengangguk.
Kemudian ketua majelis menanyakan kepada JPU dan penasehat hukum Surung apakah ada keberatan dengan penjelasan saksi. Namun, semua tidak ada yang mengajukan keberatan.
Sidang sempat disekor 45 menit. Setelah dibuka kembali sidang mengagendakan mendengarkan keterangan saksi Ade Cahrd (meringankan) dari terdakwa pada Rabu pekan depan.
Terpisah, Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho saat dikonfirmasi Tribun terkait pernyataan ketua majelis hakim enggan mengomentari hal tersebut. Namun Gatot meminta bantuan agar Kepala Bapedda Sumut Riadil Akhir Lubis menjawab tentang itu.
“Dalam hal bantuan kabupaten/kota kita mempedomani Permendagri 54/20 10 didalamnya mengatur pedoman dan tatacara pemberian bantuan keuangan provinsi (BDB). Disitu disebut bantuan itu dua jenis, bantuan pertimbangan khusus dan pertimbangan umum. Berarti kan payung hukumnya sudah jelas. Nggak mungkin Pergub itu (Pergub Nomor 62/2010) dihapus. Apalagi kan mau pencairan uang, tentu kita lakukan verifikasi dulu memastikan dokumen mereka. Jadi verifikasi itu memastikan kembali jumlah, sasaran, volume dan lokasinya. Tidak bisa dikasih begitu saja oleh Biro Keuangan,” jawab Riadil yang duduk disebelah kiri Gatot.
“Ibarat kita memberikan uang ke anak. Kan harus ditanya mau digunakan kemana uang itu. Maka diperlukan Pergub itu untuk verifikasinya,” tambahnya. (tribun)
Comments
Komentar Anda