Film “Senandung Willeam” Butuh Setting Asli Tahun 1800-an
Desakan itu berdasar banyaknya publik yang menunggu lanjutan kisah hidup Maliki dan Hanapi. Selain itu pertimbangan pasar tentu saja. Film “Biola Namabugang I” memang diluar dugaan bisa mendominasi pasar, bahkan pihak percetakan kalah cepat dengan laju pemasaran cd film tersebut . Cetakan kedua bahkan habis 2 ribu keping dalam waktu 2 jam saja, dan itu pembelian tunai.
“Saya sebenarnya lebih ingin langsung menggarap film “Senandung Willeam”. Selain karena skenario sudah siap, tinggal bedah buku, juga saya yakin lebih menciptakan satu trend baru,” tutur Askolani.
Dikataknnya, film “Senandung Willeam” sendiri bersetting tahun 1860-an, ketika Mandailing masih amat ‘jadul’ dan melibatkan pemerintahan Netherlands Indie (mulai dari tingkat Gubernur Jenderal, Inspektur Pendidikan Boemi Poetra, Gubernur Militer Sumatera, Asisten Residen Mandailing Angkola, noni-noni Belanda yang hilir mudik berkuda dari Panyabungan – Tano Bato, karnaval, dan lain-lain).
Ada juga adegan romansa dengan setting alam Mandailing yang masih bersahaja. Sarat sejarah, adat, dan budaya. Secara umum menggunakan bahasa Indonesia. Tujuannya agar bisa ternikmati penonton yang bukan penutur bahasa Mandailing. Tentu juga bahasa Belanda.
“Bahasa Indonesia yang kita gunakan relatif menggunakan akses Melayu,” katanya seraya melanjutkan bahwa pilihan itu berdasar pertimbangan sosiolinguistik saja.
Rencana syuting “Senandung Willeam” ditaksasi membutuhkan dana besar. Pasalnya setting aktivitas di sekolah yang didirikan Willem Iskander, membutuhkan gambaran lengkap. Dibutuhkan dana untuk membangun sekolah berdinding bambu beratap rumbia 3 dimensi di daerah Desa Pangkat Kecamatan Lembah Sorik Marapi.
Lokasi Desa Pangkat memenuhi syarat untuk setting alam yang amat mendukung: luas, sabana, sawah, kerbau, danau, hutan tropis, kontur tanah yang bergelombang, beberapa species ekosistem lahan pertanian, sepi, dan dukungan sudut kamera yang lentur.
“Untuk perkampungan kita rencanakan di Sibanggor (rumah tradisional beratap ijuk, batu-batu besar, kabut, tanah berkontur, dan dukungan kuda). Ada jalan setapak di antara sawah, cocok untuk sepeda ontel yang akan digunakan tokoh utama,” ungkap Askolani.
“ Kita memang masih ragu, apakah tokoh utama akan menggunakan celana panjang, sebab celana panjang baru ditemukan tahun 1830, sepuluh tahun sebelum tokoh utama lahir. Di beberapa arsip video kolonial yang kami temukan, beberapa tokoh belanda ada yang menggunakan celana panjang, ada yang pendek selutut. Makanya kita mesti bedah skenario dulu. Tentang ini kita memohon dukungan semua teman-teman,” katanya. (dab)
Comments
Komentar Anda