Oleh: Dewi Soviariani
Ibu dan Pemerhati Umat
Seorang ibu sejatinya memiliki fitrah untuk menyayangi buah hati yang dilahirkannya. Sembilan bulan mengandung telah terjalin ikatan batin yang kuat dalam diri seorang ibu. Sang buah hati adalah harapan yang dinantikan lahir dengan selamat, sehat hingga bertumbuh besar.
Namun sayang, kondisi tak lazim harus dirasakan oleh seorang bayi di kota Medan. Bukan kasih sayang pelukan ibu yang dirasakan, malah ia harus dijual untuk mengatasi himpitan ekonomi keluarga. Seperti diberitakan, seorang ibu rumah tangga berinisial SS (27) ditangkap karena menjual bayinya, senilai Rp 20 juta melalui seorang perantara. Transaksi ini berlangsung di Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara.
Bayi malang yang baru lahir tersebut terpaksa dijual oleh sang ibu kepada pasangan suami istri yang mengaku belum memiliki anak dengan mekanisme pembayaran bertahap, pertama Rp 5 juta, kedua Rp 15 juta. Dan para pelaku pada akhirnya terjerat Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Kini hanya penyesalan yang tersisa, nasi telah menjadi bubur, sang ibu hanya bisa meratapi nasibnya.
Beginilah potret buram kehidupan masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit. Ibu yang didesak oleh beban biaya hidup dari segala arah yang semakin tinggi, tak kuasa untuk menghadapi. Segala cara pun ditempuh untuk mengatasi kesulitan ekonomi.
Jika kita mengamati persoalan ini tentu tak semata-mata semua kesalahan dilimpahkan kepada si ibu. Hilangnya support sistem yang membuat naluri keibuan mati menjadi salah satu penyebab kondisi tersebut. Dukungan orang terdekat seperti suami, saudara dan masyarakat yang juga memiliki beban hidup yang berat menjadikan sikap individualistis membudidaya.
Ibu dihadapkan pada situasi gamang tak bisa menentukan pilihan, menjual bayi demi memenuhi kebutuhan materi menjadi pilihan. Apalagi dibayang-bayangi biaya pengasuhan yang tidak sedikit untuk si bayi menghantui. Biaya popok, susu, MPASI, berobat, pendidikan, kesehatan dan sejumlah kebutuhan lainnya yang harganya sangat mahal membuat ibu hilang akal, bayi terpaksa dijual.
Belum lagi jika melahirkan harus melalui operasi caesar tentunya beban ibu bertambah besar, karena tidak ada jaminan gratis layanan kesehatan. Semua serba berbayar. Nasib ibu dan bayi sungguh malang tanpa ada kepedulian negara.
Tanggung jawab para ibu tak hanya soal pengasuhan. Hari ini tak sedikit dari mereka harus memikul beban menjadi tulang punggung memenuhi kebutuhan keluarga. Suami menganggur kondisi penafkahan terganjal. Keluarga pun tak dapat membantu karena kondisi miskin yang sama. Ibu yang rentan stres tak kuat memikul beban sendirian, bayi dijual seakan menyelesaikan persoalan. Negara terbukti gagal memberikan kesejahteraan, fitrah ibu tergadaikan.
Kebutuhan pokok melonjak, air, listrik, gas, kesehatan semua berbiaya mahal. Abainya negara dalam mewujudkan kesejahteraan ekonomi turut memberi andil dalam tercabutnya fitrah ibu. Untuk bertahan hidup di tengah gempuran beban ekonomi yang melonjak tinggi semua diterjang asal perut tak kelaparan.
Negara mebiarkan sistem kehidupan kapitalisme, materi jadi standar kebahagiaan. Untung rugi menjadi tujuan, masyarakat bukan menjadi prioritas kesejahteraan. Pemerintah sibuk menggembungkan saku sendiri, penderitaan rakyat dianggap ilusi.
Miris nasib rakyat di negeri ini. Kasus ibu jual bayi demi selamatkan ekonomi akan terus menghiasi wajah negeri yang terkenal gemah ripah loh jinawi. Lantas kemana hasil pengelolaan SDA yang katanya kaya dan melimpah?
Output pendidikan negeri ini pun sangat memprihatinkan. Pribadi materialistis lahir dengan pengaruh pendidikan yang sekuler. Apa pun akan dilakukan asalkan memberi keuntungan secara materi, tanpa peduli halal-haram. Mereka juga abai akan kesadaran terkait Hari Penghisaban, yaitu saat manusia mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya di hadapan Sang Khalik, Allah Taala, serta azab yang pedih jika bermaksiat.
Begitu panjang deretan permasalahan negeri ini, namun tak kunjung ada solusi. Satu persatu benang kusut bukan terurai malah semrawut karena mengambil jalan keluar bersumber dari akal manusia yang terbatas. Padahal negeri ini memiliki penduduk muslim terbesar dunia, tapi enggan mengambil Islam sebagai pemecah problematika kehidupan.
Islam bukan sekedar agama ritual, Islam adalah seperangkat aturan kehidupan yang lengkap memberi jalan keluar bagi problematika kehidupan. Mulai bangun tidur hingga bangun negara. Permasalahan bayi dijual tentu tak akan ditemukan jika syariat Islam diterapkan.
Fitrah ibu akan terjaga, karena Islam memandang kedudukan seorang ibu yang begitu mulia, maka ia diperlakukan oleh syariat sesuai kondisi fitrahnya. Seorang kepala negara akan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Ia adalah ra’in yaitu pengurus urusan rakyat dan bertanggung jawab atas urusan tersebut.
Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari)
Persoalan ekonomi tidak akan menjadi beban bagi para ibu. Karena negara memiliki mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan. Negara akan membuka lapangan pekerjaan yang luas dan gaji yang layak tanpa adanya potongan yang memberatkan, sehingga kepala rumah tangga dapat memenuhi nafkah bagi keluarganya. Tanpa harus mengorbankan para ibu untuk membantu menjadi tulang punggung.
Apabila seorang wanita menjadi janda, maka tanggung jawab penafkahan akan menjadi tanggungan walinya. Selanjutnya masyarakat pun diedukasi untuk saling peduli terhadap lingkungan sosialnya. Dan jika dari jalur perwalian dan kerabat si ibu tidak ada yang bisa menafkahi, maka negara akan mengambil peran tersebut. Negara yang akan menyantuni janda dan kaum duafa.
Jika persoalan ekonomi telah mendapatkan jaminan dari negara maka para ibu akan menjalankan peran sesuai fitrahnya, yakni menjadi ibu sekaligus manajer rumah tangga. Ibu juga akan didorong untuk melahirkan anak dengan mekanisme pengurusan negara yang memberikan jaminan kesehatan serta pelayanan tercukupinya kebutuhan ibu selama masa hamil, menyusui hingga pengasuhan anak.
Bahkan negara dalam Islam bisa memberikan santunan bagi ibu yang melahirkan. Hal ini sebagaimana yang diterapkan pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. Beliau memberikan santunan bagi para ibu yang diberikan segera setelah mereka melahirkan sehingga makin membahagiakan para ibu.
Sistem Islam juga memiliki pendidikan yang berbasis akidah sehingga melahirkan pribadi yang bertakwa taat syariat. Dengan demikian, masyarakat terbentuk dari individu-individu yang bertakwa. Setiap amal perbuatan anggota masyarakat akan ditimbang berdasarkan syariat Islam. Ketika hendak berperilaku, akan selalu dipikirkan balasan dari perbuatannya di dunia dan akhirat. Halal-haram menjadi tolok ukur perbuatan.
Kemudian, media massa akan berperan mendukung terbentuknya individu yang bertakwa. Dengan tayangan edukasi media hanya akan menampilkan informasi serta tontonan yang sesuai panduan syariat. Tidak ada kebebasan berpendapat, berperilaku, atau pun berekspresi. Setiap ucapan, tulisan, dan tayangan harus sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian semua media massa atau media sosial akan menjadi wadah terciptanya opini umum yang menjadikan masyarakat tersuasanakan kehidupan Islami.
Inilah potret ketika Islam diterapkan dalam kehidupan bernegara. Dengan mekanisme terperinci, Islam tak hanya mengatasi persoalan penjualan bayi oleh ibu kandung. Tetapi juga memberikan tindakan preventif yang mencegah terjadinya kasus tersebut. Ibu dan bayi akan terhindar dari tindak kejahatan yang mengintai mereka dari segala arah. Penerapan Islam secara menyeluruh adalah harapan umat, impian untuk hidup sejahtera, bahagia yang sejati bukan sekedar ilusi.
Wallahu a’lam bishawwab
Comments
Komentar Anda