Oleh : Wanda Maryam Syam
Mahasiswi
Sudah satu tahun lamanya, Covid-19 menetap di Indonesia. Dari berita tak biasa hingga akhirnya menjadi terbiasa kita dengar. Sempat beredar kabar bahwa virus satu ini akan usai, melihat penurunan lonjakan beberapa waktu lalu. Sayangnya, penurunan tersebut segera dimakan oleh berita lonjakan kedua gelombang Covid-19.
Berita melonjaknya Covid-19 ini tentunya menjadi perhatian bagi para pakar dan masyarakat. Bagaimana tidak? Sampai saat ini masyarakat merasa masih belum ada aksi nyata atau keputusan tegas dari pemerintah guna memberantas Covid-19 dari Indonesia. Bahkan di beberapa tempat masih percaya bahwa Covid-19 sebenarnya tidak ada. Hal yang sangat disayangkan sekali mengingat sudah berapa banyak korban karena Covid-19 ini.
Melihat pelonjakan Covid-19 yang semakin pesat, tentunya mengkhawatirkan bagi teman-teman medis yang menjadi barikade pertama dalam melawan Covid-19. Seperti yang sudah menjadi rahasia umum, fasilitas medis di Indonesia yang masih kurang juga menjadi faktor bagaimana Covid-19 belum juga sepenuhnya bisa diatasi. Beberapa waktu lalu saat Covid-19 baru hadir, sempat beredar berita bahwa Indonesia kekurangan rumah sakit yang mampu menangani pasien terinfeksi. Lalu, bagaimana dengan sekarang di saat gelombang kedua covid-19 melanda?
Melonjaknya kasus covid-19 ini juga menyenggol masalah fasilitas yang tersedia di setiap rumah sakit. Dengan pelonjakan yang sangat signifikan tersebut, bukan hanya tenaga medis yang kewalahan, tapi fasilitas yang tersedia juga ikut miris begitu diperhatikan. Bahkan adanya ancaman collapse jika pelonjakan covid-19 ini terus menanjak semakin membuat momok besar di masyarakat. Kapankah covid-19 di negara kita usai?
“Karena kalau sistem kesehatan kita collapse dan kita tidak melakukan action apa-apa, maka sistem yang lain juga akan collapse. Ekonomi collapse. Bahkan pendidikan, anak-anak tidak bisa sekolah, sampai sekarang masih belum sekolah tatap muka itu karena kesehatannya tidak dibenahi,” kata dr. Erlina, dokter spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (Paru) saat ditemui di Jumpa Pers Virtual, dilansir dari news.detik.com, 20/06/2021.
Seperti yang kita ketahui bersama, sejak covid-19 hadir banyak lingkup/aspek kehidupan yang terdampak. Di awal pandemi ini menyerang, kita tak bisa melaksanakan lockdown dikarenakan ekonomi, kemudian nyatanya sekarang pun kita tetap merasakan pasang-surut ekonomi. Bahkan semakin banyak kasus PHK karena dana operasional yang tidak tercapai semenjak pandemi. Pendidikan, sampai sekarang belum bisa dilaksanakan secara efektif dikarena pembelajaran virtual, walau sudah ada rencana untuk tatap muka di tahun ajaran baru, hal itu bisa saja menjadi batal mengingat rencana-rencana sebelumnya. Dan banyak lagi dampak negatif yang sangat merugikan masyarakat.
Berbanding terbalik dengan negara China, sebagai negara pertama yang melaporkan kasus pandemi ini, China sudah dianggap berhasil menekan pelonjakan covid-19 dan bahkan sudah dinyatakan bebas dari covid-19. Di saat beberapa negara mulai meninggalkan pandemi, nyatanya Indonesia malah merasakan yang namanya gelombang kedua.
Melihat hal tersebut, beberapa pakar menyebut ini adalah imbas dari gas-rem gas-rem keputusan yang dilakukan pemerintah. Sejak Maret 2020 lalu, saat covid-19 baru menyerang, usulan lockdown sudah digaungkan oleh beberapa pakar. Dengan alasan ekonomi, lockdown tidak diberlakukan diganti oleh PSBB. Kemudian PSBB diberlakukan selama beberapa pekan, lalu semakin ‘fleksibel’ saja. Hal tersebut mengundang tanda tanya para pakar karena keputusan alot yang tidak memutus covid-19.
Inilah buah dari sistem kesehatan kapitalis yang kerap memanfaatkan segala hal cara ataupun keadaan. Seperti sekarang. Tak sedikit kasus korupsi meski negara ini bukanlah negara dengan rakyat yang makmur, tapi para pejabat banyak yang memakan uang rakyat. Obat-obatan dan fasilitas kesehatan yang sulit didapatkan kerap menjadi perbincangan. Seolah hanya orang berduit yang bisa mendapatkan fasilitas baik, sedangkan yang miskin tak apa menderita begitu saja. Inilah bukti gagalnya sistem kapitalis menyejahterakan rakyatnya. Mungkin ‘rakyat’ yang dimaksud dalam sistem kapitalis adalah rakyat dengan kantong tebal.
Dalam Islam, kesehatan adalah hal yang mendasar. Saking dasarnya tidak ada yang namanya ‘bisnis’ dalam kesehatan yang diatur oleh negara. Seorang Pemimpin dalam Islam akan senantiasa berusaha menyejahterakan masyarakatnya. Terkhusus ketika terjadi wabah, maka negara dalam Islam akan menyediakan segala fasilitas terbaik untuk masyarakat, dari mengunci wilayah yang sakit, mencukupi semua kebutuhan rakyat yang sakit maupun tidak dan tak lupa upaya penghentian wabah pun dilakukan, agar tak semakin menyebar.
Musibah wabah Covid 19 yang melanda dunia hari ini, mengingatkan kaum muslimin akan bencana akibat perbuatan orang-orang dzalim, namun musibah ini menimpa bukan hanya orang-orang yang bermaksiat, malainkan secara keseluruhan akibat kaum muslimin yang berdiam diri. Sebagaimana Firman Allah Swt :
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya” QS.Al-Anfal :125.
Dengan demikian kaum muslimin tidak boleh berdiam diri agar terhindar dari fitnah (bencana dan musibah) dengan senantiasa ber amar makruf nahi munkar, dengan menyeru penerapan syariat Islam secara keseluruhan dalam lini kehidupan dan terus mengokohkan keimanan akan kebenaran dan kesempurnaan sistem Islam, termasuk pengaturan soal kesehatan. Wallahu alam Bisshawab.
Comments
Komentar Anda