Site icon Mandailing Online

Interupsi, Kopi Do Di Hamu, Amang?

BIAR tak dikatai ‘Kuper’ atau nggak gaul, nai Heppot jadi latah pakai istilah khususnya saat melayani tamu pelangannya. Saat amani Jamotan dan kawan-kawannya asyk memperbincangkan kasus Century, dan sampai lupa pula memesan kopi, tiba-tiba ia nongol sambil mendekatkan sendok ke mulutnya layaknya operator gendang kibor ngetest mikropon. “Interupsi, kopi do di hamu, Amang? Dari tadi ngomong melulu,” tanyanya dengan suara dan mimik lagaknya anggota DPR. Maksudnya, apakah bapak-bapak itu memesan kopi atau ngobrol doang.

Tanpa ditanya, nai Heppot segera menerangkan apa makna interupsi. “Ini sama dengan santabi. Minta maaf sebab memotong pembicaraan,” ujarnya.

Dan yang membuat pelanggannya tambah heran, nai Heppot punya menu terbaru yang amat spesialis pula. Ada lappet Century, kopi bail out, teh manis lobby bahkan indomie voting. Kalau pake telor dan ada jagalnya, ini I ndomie opsi C. Kalau biasa saja, namanya opsi A. Dan yang satu ini boleh pula ngutang. Ia menambahkan, kalau mau gabungan opsi A dan C bisa juga. Caranya, satu mangkuk opsi A dan satu mangkuk lagi opsi C. Tapi menurutnya, yang memesan opsi gabungan ini pasti orangnya si mokkus, rakus, dan punya otak dogol alias bodoh.

“Ini sama dengan pilihan melompat atau turun. Masak ada melompat sambil turun. Jangankan Siantar Man, Batman pun takkan bisa. Tapi kalau menyelam sambil tenggelam, ya, ada,” celotehnya sambil mengaduk gula.

Meski seorang janda-namun tak kembang lagi karena sudah over dosis umur, nai Heppot rupanya rajin mengikuti perkembangan kasus Bank Century lewat televisi. “Seru kali bah, kayak nonton penalti sepakbola di Piala Dunia. Ini mengingatkanku waktu kecil,” ceritanya membuat pelanggannya penasaran.

“Bah, apa pula hubungannya? Kayaknya nggak nyambung, nggak smart gitu loh,” timpal amani Haposan yang selalu tampak awet muda. Maklumlah, meski umur sudah kepala enam, namun penampilan tak kalah gaya dengan anak muda. Rambut dicat pirang sehingga mirip turis Si Bontar Mata.

Nai Heppot cerita, pada masa kanak-kanaknya, bola kaki biasa digunakan dari unte atau buah limau. Kalau ada tendangan 12 pas alias penalti, maka sengaja dipilih yang bertubuh jangkung agar langkahnya lebih jauh. Nah, pada saat tendangan penalti dilakukan, rupanya bola unte pecah. Setengah masuk ke gawang dan setengahnya lagi keluar lapangan. Akibatnya ricuh. Pihak yang mengambil penalti ngotot bahwa golnya sah. Skor tentu satu kosong. Pihak yang terpenalti merasa dirugikan dan segera protes. “Kiper kami tadi menangkap bola yang keluar lapangan,” sanggah mereka. Tapi tak macam Liga PSSI, tak sampai memang terjadi baku hantam. Akhirnya terjadi musyawarah. Kedudukan setengah kosong sebab bola tadi hanya setengah yang masuk.

“Yang kumaksud, mestinya para wakil rakyat kita bisa mencontoh sepakbola kampung ini. Bukan marsilesengan, bernada mengejek, sebagaimana kita tonton di televisi. Ada yang terdengar mengoceh terus. Rapat bagudung pun tak macam itu,” tegas nai Heppot. Maksudnya rapat ngalor-ngidul.

“Jadi maksud Namboru, DPR sama dengan PSSI, tukang berantem?,” tanya amani Salbit.

“Kurang-lebih begitulah, makanya tak maju-maju. Semua saling mengklaim demi kepentingan rakyat. Kalau betul kepentingan rakyat nomor satu, tak susah lagi kita ini. Rakyat justru jadi komoditas politik. Lihat berbagai kampanye, semua calon berdalih kepentingan rakyat. Coba, apa sih susahnya mencari ke mana aliran dana Century itu. Sedangkan teroris di longkit-longkit ni hutu bisa kita dapat,” potong amani Kondar. Maksudnya celah-celah sarang kutu yang berkonotasi sulit dicari.

“Itulah Voting, maksudnya Volitik Tingkat Tinggi. Enakan Volare, Volitik rendah. Atau pola dan ture. Artinya, bermakna dan tak neko-neko,” timpal amani Jamotan sambil menyanyikan sepotong lagu yang dipopulerkan grup Los Panchos dan Gipsy King dari negeri Latin itu.
Sumber :Batak Pos

Comments

Komentar Anda

Exit mobile version