Oleh : Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamatan Politik
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengajak umat Muslim bekerja sama untuk memenangkan jihad melawan pandemi virus corona Covid-19, yang telah berdampak terhadap kehidupan masyarakat di 215 negara dan teritori dunia.
Retno mengatakan bahwa semua masyarakat harus mengambil peran dalam memenangkan peperangan besar ini. Dengan sinergi yang kuat, kebersamaan yang tulus, kolaborasi yang ikhlas, jihad ini dapat dimenangkan.
Jihad yang dimaksud Retno adalah perjuangan melawan virus corona baru yang menyebabkan penyakit Covid-19 dan upaya menghadapi kemunduran ekonomi sebagai dampak wabah tersebut. Sejak Covid-19 mewabah, pemerintah Indonesia khususnya Kemlu telah memfokuskan kembali prioritas kebijakan luar negeri, salah satunya dengan memperkuat perlindungan WNI di luar negeri.
Upaya itu telah dilakukan melalui pemantauan kondisi kesehatan para WNI, merepatriasi ratusan ribu WNI yang terdampak Covid-19, serta memberikan bantuan bahan pangan dan peralatan kesehatan bagi para WNI. Namun, Retno menjelaskan, upaya tersebut perlu didukung oleh organisasi masyarakat dan organisasi keagamaan seperti NU yang memiliki cabang istimewa di 31 negara (republika.co.id. 19/05/2020).
Lagi-lagi, pejabat tinggi negara mengeluarkan pernyataan yang menggelitik dan kontroversi. Kali ini keluar dari Menlu Retno Marsudi. Menurutnya, penanganan wabah covid-19 adalah sebuah peperangan besar yang ia tafsirkan sebagai jihad. Hingga dirasa perlu melibatkan Ormas Islam seperti NU untuk kerjasama dalam menanganinya. Well, apakah tafsir jihad Menlu Retno tersebut tepat sasaran? Berikut analisis yang bisa jadi pertimbangan menjawabnya.
Pertama , pandemi corona memang telah menjangkiti tidak kurang 215 negara di dunia. Dengan angka terinfeksi mencapai jutaan manusia dan kematian yang mencapai ratusan ribu nyawa. Namun yang sembuh juga tetap berada di atas angka kematian. Menlu benar, harus ada kerjasama yang baik semua elemen masyarakat dan pemerintah. Baik individu, ormas juga kebijakan yang real serta benar dalam mengantisipasi penyebaran wabah ini. Tapi faktanya, apakah kerjasama ini telah berjalan dengan benar dan memberikan sumbangan positif mengurangi angka penyebaran wabah?
Kedua, menyelamatkan kemunduran ekonomi akibat wabah bukanlah jihad. Bicara soal kejatuhan ekonomi Indonesia, tanpa wabah juga sudah kolaps. Dan wabah bukanlah penyebab utama kehancuran ekonomi lokal dan global. Melainkan penerapan riba, pajak, utang Luar Negeri dan fokus sektor non riil yang diagungkan ideologi kapitalis. Dan Indonesia juga turut serta mengadopsi ideologi yang rusak tersebut. Sehingga terjadi kesenjangan sosial. Wabah Corona hanya menunjukkan kepada manusia bagaimana rusaknya pengelolaan ekonomi kapitalis.
Ketiga, fokus Ibu Menlu kelihatannya hanya pada penyelamatan WNI di luar negeri dengan melibatkan bantuan Ormas tertentu seperti NU yang notabene memang memiliki akses dan cabang di beberapa negara seperti yang disebutkan. Persoalannya adalah, apakah semua WNI yang ada di Luar Negeri terakses bantuan dari Indonesia dengan tepat? Sebab faktanya, bantuan dalam negeri saja berantakan. Apakah dengan mengeluarkan istilah jihad Ormas Islam akan simpatik dengan seruan Menlu Retno?
Watak kapitalisme memang sangat kental dengan istilah manfaat/keuntungan. Bila sesuatu itu dirasa sangat penting mendatangkan keuntungan maka akan dipakai dan digunakan. Sama halnya seperti istilah jihad. Kata jihad dirasa bermanfaat untuk menarik simpatik masyarakat khususnya kalangan ummat Islam dan Ormas Islam untuk diajak bersama memerangi wabah. Dengan keterlibatan tersebut, maka pelaksanaan jihad dianggap tertunaikan. Wah, hebat sekali.
Istilah jihad yang dimaksud oleh Menlu Retno harus didudukkan dengan benar agar tidak salah maksud. Jika jihad yang ia maksud adalah dari segi makna bahasa maka tidak salah menggunakan kata tersebut untuk mengajak pada kesungguhan-sungguhan melakukan suatu upaya, dalam hal ini mengantisipasi penyebaran wabah. Kesungguhan-sungguhan dari semua kalangan baik pemerintah maupun masyarakat akan memberikan dampak positif dan hasil yang diinginkan.
Tetapi faktanya, kerja pemerintah justru membuat masyarakat bingung hingga tidak mau patuh. Apa yang disampaikan syarat dengan standar ganda. Dilarang berkumpul di mesjid, tetapi konser diadakan. Bagaimana masyarakat bisa patuh PSBB? Dan bagaimana bisa semua lapisan masyarakat ikut bersungguh sungguh menghentikan mata rantai penyebaran virus? Wong pemerintah tidak serius bahan terkesan main-main. Jadi, sangat tidak cocok jika Ibu Menlu menyeru dengan istilah jihad. Sebab negara-negara asing di luar negeri juga tidak beda jauh dengan Indonesia. Meskipun Indonesia lebih parah hancurnya dari segi kebijakan dan penanganan wabah covid-19 ini.
Dalam pandangan Islam, jihad adalah suatu kewajiban yang disyariatkan bagi muslim untuk membela Islam. Jihad secara makna syara’ adalah pengerahan segenap upaya dalam peperangan di jalan Allah baik secara langsung atau dengan bantuan harta, ide, dan sebagainya. Tujuan jihad sendiri adalah menyebarkan Islam dan menerapkannya di negeri yang ditaklukkan dengan jihad.
Banyak fiqh yang membahas tentang jihad, namun tidak ada ulama yang berbeda pendapat tentang kewajiban jihad di jalan Allah dan menyebarkan Islam. Namun, istilah jihad mengalami distorsi dan diredukai sehingga istilah jihad menjadi kata yang menakutkan dan menyeramkan. Dianggap sebagai kejahatan perang dan tidak sesuai dengan HAM yang dianut oleh Barat. Akibatnya, ummat Islam sendiri pun takut dengan jihad meski ajaran agamanya sendiri.
Oleh karena itu, istilah dalam ajaran Islam yang memiliki makna tertentu harusnya dipahami dengan benar agat tidak salah penempatan dan dimanfaatkan sesuka hati. Sebab ajatan Islam adalah ajaran yang sempurna dan tinggi, bahkan tidak ada yang melebihi ketinggiannya. Menempatkan kata jihad untuk melawan wabah demi menyelamatkan ekonomi ala Menlu sama saja mengkerdilkan ajaran Islam tentang kemuliaan jihad.
Wabah bukanlah perang. Kehancuran ekonomi bukanlah perang. Perang diserukan ketika seorang pemimpin ummat Islam melihat kedzaliman yang nyata dan penindasan terhadap kaum muslimin. Misalnya, pemerintah Indonesia menyerukan jihad membantu warga muslim Palestina dari kejahatan perang Israel. Caranya dengan mengirimkan bala tentara yang ada di negeri ini berjuang ke Palestina. Itu baru namanya bagian dari ajaran Islam tentang jihad.
Dan Jihad hanya dilakukan dengan seruan seorang pemimpin tertinggi ummat Islam yaitu Khalifah jika jihad dimulai dari ummat Islam sendiri. Namun jihad membebaskan tanah kaum muslimin yang dirampas oleh orang kafir di suatu negeri seperti Palestina, Rohingya, Kashmir, Uyghur, harus tetap dilakukan oleh warga muslim setempat tanpa menunggu seruan Pemimpin. Sebab pada faktanya, perampas tanah kaum muslimin adalah musuh yang bercokol dan ingin menjajah. Wajib setiap muslim melakukan perlawanan dengan sungguh sungguh (jihad).
Wabah hanya salah satu jenis problem kesehatan. Yaitu kerusakan yang disebabkan oleh makhluk bernama virus. Kerusakan yang menimpa manusia bahkan konon menyebabkan kematian yang tidak sedikit. Maka, penanganannya tentu tidak dengan perang. Melainkan mengerahkan teknologi kesehatan dan segenap ilmuwan serta para dokter ahli yang capable dibidang virus dan penyakit pernafasan. Sehingga terlihat jelas, jenis virus, dampak kerusakan yang akan dikeluarkan, cara penyebaran dan anti virus yang bisa digunakan untuk mengantisipasi penyebaran.
Pemerintah dengan otoritasnya juga harus konsisten menjaga kebijakan yang dianggap sebagai cara yang bisa meminimalisir wabah. Bila harus lockdown, ya lockdown. Bila PSBB ya PSBB. Sampai wabah dinyatakan telah selesai. Sehingga masyarakat selamat dan ekonomi juga terjaga.
Sungguh benar pendapat yang mengatakan bahwa pengurusan kehidupan manusia hanya akan selesai jika aturan yang ditetapkan adalah hukum Sang Maha Pencipta, yaitu syariat Islam. Islam paket komplit telah mengajarkan manusia menyikapi wabah dan cara mengantisipasinya tanpa menyebabkan dharar terhadap aspek kehidupan yang lain. Keseriusan syariat Islam dalam menyelesaikan personalan hidup manusia tidak ada duanya.
Wabah covid-19 telah membuka mata masyarakat negeri ini, bahwa kebijakan yang diterapkan oleh rezim dan sistem hari ini telah gagal total dan butuh alternatif solusi yang tuntas. Dan alternatif itu adalah syariat Islam. Wallahu a’lam bissawab.***