PANYABUNGAN (Mandailing Natal) – Ketidakpastian nasib sedang menyelimuti honorer Tenaga Suka Rela (TKS) di Mandailing Natal (Madina). Situasi ini bermula saat kepala OPD mengeluarkan surat edaran pada awal januari 2022 yang menyebutkan masa bakti tenaga honorer untuk tahun 2021 telah berakhir.
Sejak saat itu sampai hari ini, Rabu (20/4) baik gaji maupun SK penugasan untuk tahun 2022 belum juga dikeluarkan oleh pemerintah.
Situasi semakin tidak menentu karena ada beberapa TKS yang dipanggil kembali untuk bekerja meski tanpa SK. Ketiadaan SK ini mengakibatkan penggajian tidak menentu.
Situasi guru TKS jauh lebih rumit. Pasalnya, sesuai pernyataan beberapa sekolah bahwa Kepala Dinas Pendidikan Lis Mulyadi Nasution dalam rapat beberapa waktu lalu telah mengembalikan penggajian guru TKS ke masing-masing sekolah tanpa ketentuan besaran gaji.
Selain itu, kepala sekolah juga diberikan kewenangan memberhentikan TKS jika keuangan sekolah tak mampu menampung gaji.
Ketidakpastian besaran gaji ini membuat banyak kepala sekolah kebingungan. Bahkan dari penelusuran di lapangan ada kepala sekolah yang berencana untuk merumahkan TKS.
“Tidak ada (gaji) sama sekali. Awal-awalnya kami (TKS) malah mau dirumahkan kepala sekolah. Namun, kami minta tolong ke wakil kesiswaan untuk tetap masuk agar data kami di dapodik tetap aktif,” kata sumber Mandailing Online yang enggan namanya dituliskan.
Sumber tersebut menambahkan bahwa guru TKS tidak menerima gaji sepeser pun sejak Desember 2021. Padahal katanya untuk mendapat SK yang ditandatangani Bupati para honorer membayar sampai belasan juta.
“Waktu itu bervariasi, ada yang sampai 17 juta,” terangnya ketika dihubungi Selasa (19/4).
Tidak hanya itu, ia menjelaskan dalam pengurusan perpanjangan SK pada tahun-tahun sebelumnya pihak korwil biasanya meminta uang sampai 2 juta rupiah per TKS.
“Tahun lalu bervariasi, tergantung korwilnya. Ada yang sampai 2 juta per orang. Untuk Korwil Kota kita hanya diminta uang minum,” jelasnya.
Nasib lebih baik diterima oleh WL. Honorer di salah satu SMP ini mengaku masih menerima gaji 100 ribu rupiah.
“Ada (gaji), tapi kepala sekolah cuma sanggup gaji kami 100 ribu. Tapi, aku gak tahu apa 1 bulan yang 100 ribu itu apa 3 bulan,” ujarnya.
Honorer yang telah bertugas sejak tahun 2012 ini juga membenarkan adanya jual beli SK bertanda tangan Bupati.
“Kalau itu (bayar SK) dulu aku gak ada, tapi ada kawanku bayar 20 juta,” katanya.
Untuk itu ia pun berharap pemerintah peduli dengan kondisi dan keadaan yang mereka hadapi agar dalam bekerja bias lebih maksimal.
Sementara itu, terkait penyebab belum keluarnya SK penugasan TKS untuk tahun 2022, baik Wakil Bupati Atika Azmi Utammi Nasution, Kaban Kepegawaian Daerah maupun Kadisdik Lis Mulyadi Nasution ketika dikonfirmasi kompak tidak memberi jawaban.
Peliput: Roy Adam