Catatan : Dahlan Batubara
Persolan yang dihadapi desa masa sekarang sangat berragam, mulai dari persoalan narkoba di kalangan generasi muda, kian punahnya ikan air tawar di sungai-sungai akibat merajalelanya sentrum ikan, pengangguran di usia angkatan kerja hingga masalah pecurian ternak dan kebun.
Semua itu merupakan gambaran umum mayoritas desa di Mandailing Natal. Yang paling parah saat ini adalah peredaran narkoba jenis ganja dan sabu-sabu. Banyak sudah remaja hingga dewasa telah terlibat pemakaian narkoba itu.
Yang paling ironis adalah mulai menjamurnya trend menghisap lem di kalangan pelajar SD dan SMP, suatu musibah sosial yang mengerikan.
Kondisi ini diperparah dengan situasi kian pudarnya “etika menghormati kaum tua” oleh kalangan pemuda desa, sehingga perasaan segan kepada kaum tua sudah terkikis dari sanubari remaja. Ini berakibat semakin rentannya kenakalan pemuda desa karena tak ada lagi “rasa takut” kepada kaum tua selaku pengayom.
Demokrasi liberal yang mewabah di Indonesia juga telah mencopot “kedigjayaan” pemerintahan di tingkat desa, yang berakibat kian pudarnya wibawa kepala desa, camat serta cerdik pandai bahkan kaum ulama di kalangan penduduk. Sistuasi ini melahirkan sebuah tatanan sosial yang rapuh.
Kegamangan ini menyuburkan berbagai ragam penyakit sosial. Pedagang ganja dan sabu-sabu tak lagi memiliki hambatan yang berarti ketika mengedarkan narkoba di desa-desa.
Para pemuda yang tercandu narkoba harus mencuri untuk mendapatkan uang membeli ganja. Kelapa, coklat dan berbagai tanaman di ladang dan sawah menjadi langganan pencurian, termasuk ternak ayam tak lagi aman. Kaum tua tak mampu mengatasi dan mencari format solusinya, dan akhirnya memunculkan sikap mendiamkan saja karena tak ada instrument yang mampu menghentikan penyakit sosial ini.
Mengharapkan kepolisian justru melahirkan apatisme, sebab, jangkauan kepolisian sangat terbatas mengingat tindakan hukum terjadi ketika ada pengaduan.
Pendekatan melalui instrument-instrumen adat Mandailing, juga tak lagi terharapkan, sebab, konsep-konsep adat tak lagi bisa secara kuat teraplikasikan. Pengaruh nasionalisme ke-Indonesiaan telah berdampak makin pudarnya pengaruh adat terhadap kepatuhan sosial masa kini.
Mungkin gambaran demikan inilah yang mendorong Kepala Desa Hutapuli, Kecamatan Siabu, Mandailing Natal, Hanafi Nasution untuk melahirkan regulasi di desa itu.
Sejak dilantik menjadi kepala desa bulan Pebruari 2017 lalu, dia telah berhasil meyakinkan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) menelurkan Peraturan Desa yang mencakup banyak aturan dan larangan di desa itu.
Peraturan Desa (Perdes) Nomor 1 tahun 2017 itu diterbitkan tanggal 18 April 2017 tentang Kemanan, Ketenteraman dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Berisi 15 pasal, Perdes ini mencakup aturan-aturan menganai peredaran narkoba serta sanksi sosial serta sanksi hukum bagi pengedar dan pemakai.
Selain pasal-pasal narkoba, Perdes ini juga mengatur larangan aktivitas penangkapan ikan dengan alat sentrum listrik, racun ikan dan lainnya.
Ada juga pasal-pasal tentang sanksi denda dan hukum pidana bagi pencurian.
Tak itu saja, Perdes ini juga mengatur tentang larangan perjudian, penataan waktu penyelenggaraan hiburan keyboard, karaoke serta pergaulan muda mudi. (bersambung)
Comments
Komentar Anda