Site icon Mandailing Online

Kritik Point Untuk Program Kerja Calon Pemimpin Daerah Yang Mengusung Ide Sekuler-Kapitalis

Oleh : Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik

Pilkada tinggal menghitung hari. Para calon kandidat yang sudah memiliki nomour urut pilih kemungkinan besar tengah menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk menghadapi kompitisi bergengsi daerah ini. Tentu saja menang adalah target dan tujuan utama bagi setiap calon. Namanya kompetisi, menang-kalah adalah sunnatullah. Meskipun tidak selalu yang kalah langsung ridha. Terkadang masih mencari-cari celah untuk menggugat hasil kompetisi. Karena memang tidak bisa ditutupi, bahwa kecurangan adalah tabiat kompitisi dalam demokrasi.

Program–program unggulan yang tertuang dalam visi-misi para calon pemimpin daerah tentunya juga sudah disiapkan. Selain untuk program kerja ketika terpilih, visi-misi sangat diperlukan dalam kampanye.  Dalam istilah ekonomi, itulah barang-barang yang dipromosikan kepada publik. Dan publik  yang akan menilai visi-misi tersebut layak atau tidak untuk diambil.

Selain itu, visi-misi juga harus dibawa saat menghadapi program debat yang diselenggarakan oleh media elektronik. Biasanya diselenggarakan oleh televisi lokal maupun nasional.  Dengan acara itu, masyarakat akan mendengar dengan jelas program-program yang ditawarkan/dicanangkan para kandidat calon pemimpin daerah.

Salah satu televisi yang aktif menyelenggarakan debat kandidat calon pemimpin adalah metro tv. Seperti yang disiarkan kemarin , Kamis 26 November 2020. Acara debat publik para kandidat calon pemimpin daerah yang akan maju pada Pilkada tahun ini di provinsi Kalimantan Utara, tepatnya Kabupaten Tanah Tidung (KTT).

Tidak semua daerah melaksanakan Pilkada pada Desember tahun ini, hanya beberapa provinsi/kabupaten/kodya yang tengah habis 5 tahun masa kepemimpinannya. Bahkan  informasi terbaru terdengar bahwa jatah memimpin kandidat terpilih nanti hanya 3,5 tahun saja. Sebab akan diselenggarakan pilkada serentak seluruh Indonesia. Kalau Cuma 3,5 tahun, kira-kira balik modal tidak ya?

Para kandidat calon pemimpin di daerah Kalimantan Utara dipilih sebagai tamu dalam acara “Debat Publik”.  Tepatnya dari Kabupaten Tanah Tidung atau dikenal dengan KTT. Daerah KTT dipilih karena tentu ada beberapa alasan yang menarik. Pertama, bisa saja karena Kabupaten Tanah Tidung adalah kabupaten muda alias baru mekar dan masih berusia 13 tahun. Kedua, kandidat calon pemimimpin di daerah KTT berjumlah 4 pasang, dan salah satu calonnya adalah seorang  perempuan. 

Memang, calon pemimpin atau bahkan pemimpin perempuan di daerah bukanlah hanya di KTT atau baru-baru ini saja. Fenomena wanita menjadi pejabat pemerintahan adalah lumrah dan hak dalam paham demokrasi sekuler.  Meskipun tidak dalam ajaran Islam. Sebab Islam tidak membenarkan seorang wanita menjadi pemimpin daerah apalagi Negara. Pemimpin RT saja harus lelaki.

Terlepas dari calon pemimpin wanita, ada beberapa poin yang layak dikritiki dari program-program unggulan yang diatwarkan dalam visi-misi yang mereka sebutkan saat debat publik. Adapun kritik  poin yang menonjol untuk program kerja yang diusung para calon kepala daerah tersebut, adalah sebagai berikut.

Pertama, pengembangan daerah melalui investasi. Saat calon kepala daerah yang akan berkompitisi tersebut ditanya soal investasi dan pengembangan daerah, maka jawabannya sama. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran mereka sebenarnya tidak jauh berbeda. Sama-sama memberikan jawaban bahwa iklim investasi  di daerha khususnya Kabuten Tanah Tidung akan ditingkatkan. Program yang dicanangkan adalah memudahkan persyararatan investasi bagi investor yang masuk sebagaimana telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.  Selain itu, investasi yang ditarget adalah swasta. Meskipun tidak langsung menyebutkan swasta asing ataupun lokal. Ditambah penarikan investor akan dibuat dengan program “ Visit KTT” dengan membangun lokasi wisata. Tidak cukup sampai disana, para calon kepala daerah tersebut menyatakan akan membuat para investor kelak berinvestasi senyaman dan seaman mungkin.

Kedua, disebabkan adanya satu calon perempuan, maka pemikiran yang disampaikan adalah sekuler-kapitalis terkait gender. Ide-ide gender menjadi pijakan yang diagungkan. Dan program-program terhadap perempuan sebagai penggerak ekonomi juga jadi target program unggulan. Tentu saja, dengan dalil bahwa ia seorang perempuan merasa paling mengerti urusan permasalahan kaum hawa ditengah-tengah masyarakat. Selian itu, calon kepala daerah wanita tersebut mengeluarkan satu pernyataan yang mampu menyihir kaum hawa bagi mereka yang lemah banteng keimanannya. Kalimat itu disampaikan dalam closing statement debat publik tersebut. Isinya adalah “ Bila daerah dipimpin  seorang wanita yang maju, maka majulah daerah itu”. Fantastis! Tetapi, apakah benar demikian? Benar standard apa? 100% bukan standard Islam.

Jika melihat kedua program para calon kandidat kepala daerah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mereka hanya membawa ide sekuler-kapitalis. Ide yang diadopsi oleh Negara ini melalui para pemimpin-pemimpin yang sudah terlihat hasil kinerjanya. Bukan membawa Indonesia ke arah kemajuan, melainkan kemunduran dan menuju jurang kehancuran.  Kenapa demikian? Jelas saja, pada poin pertama, investasi selalu menjadi target sasaran yang dipertanyakan pada calon pemimpin daerah. Sebab, pemimipin daerah tidak diperkenankan bersebarangan pandangan dengan pemerintah pusat. Pemerintah pusat telah mengeluarkan UU Cilaka yang sudah dipahami sebagai UU celaka dan hanya menguntungkan pengusaha, termasuk investor swasta baik asing maupun lokal.

Kepala daerah terpilih harus bisa bekerjasama dengan pusat untuk memudahkan para investor masuk ke daerah. Tentu saja bukan hanya untuk Kalimantan Utara atau KTT semata. Tetapi semua kepala daerah se-Indonesia. Dan itulah yang diinginkan oleh para cukong kapitalis yaitu kemudahan dan jaminan keamanan. Padahal, para investor tersebut adalah penjajah yang telah dan akan terus menjarah milik rakyat. Lalu, dimana kepala daerah yang nyata mampu berpihak kepada rakyat dan berkorban untuk rakyat sepenuhnya tanpa intervensi peraturan yang kapitalis? Tentu jawabannya tidak ada. Sebab daerah adalah bagian dari Negara yang mengadopsi ideologi sekuler-kapitalis. 

Poin kedua adalah ide keseteraan gender yang selalu jadi diandalkan kaum feminis. Dengan adanya calon pemimpin perempuan, hal itu sama saja melegalkan ide kesetaraan gender kaum femisnis Barat untuk dibawa sampai ke daerah. Padahal, ide-ide feminis kesetaraan gender kaum Barat sekuler adalah ide busuk yang menyiksa kaum hawa. Dengan jargon-jargon yang membius kaum perempuan, seolah-olah ide kesetaran gender adalah jawaban problem wanita masa kini. Seperti kemiskinan, KDRT, pembatasan gerak karena agama, dan sebagainya. Ide unggulan feminis menjadikan kaum perempuan terjun ke ranah publik, seperti pemerintahan dan ekonomi dan dipropogandakan terus menerus agar menjadi impian setiap wanita modern nan maju.

Memiliki pekerjaan dan keuangan yang mapan agar tidak ditindas oleh kaum pria, memiliki jabatan agar dihormati manusia, serta banyak lagi. Bukankah ide feminist ini justru meniciptakan lobang-lobang kehancuran? Kekerasan terhadap perempuan di dunia kerja makin hari makin meningkat. Dimana ide gender yang katanya memuliakan kaum hawa jika bekerja seperti lelaki? Keretakan rumah tangga juga melonjak. Dimana jaminan ide feminis yang katanya isteri bekerja akan menjaga keutuhan keluarga? Semua ini adalah racun yang membuat kaum hawa berhayal. Target utama kaum feminisme Barat adalah menjauhkan kaum hawa dari kemuliannya menjalankan ajaran agamanya.

Andai kaum hawa bisa memahami keseluruhan dan tidak setengah-tengah, bahwa ajaran Islam membolehkan wanita bekerja dengan aturan yang memuliakannya. Membatasi sector pekerjaan bagi kaum hawa seperti tidak boleh menjadi pemimpin daerah atau Negara juga demi kemuliaannya dan melindungi kelemahannya. Lalu, dimana letak ajaran Islam yang dianggap mengekang dan membuat kaum hawa tidak berkembang? Tetapi itulah target kaum sekuler Barat melalui pemikiran kesteraan gender untuk menjauhkan perempuan dari ajaran Islam yang kaffah.

Oleh karena itu, perhelatan pilkada pada hakikatnya sulit mengharapkan kemajuan hakiki dari para calon pemimpin daerah yang kelak terpilih. Sebab selain berfikir untuk mengembalikan modal mereka di awal kepemimpinan, keuntungan adalah sesi kedua masa jabatannya. Dalam meraup keuntungan dan pengembalian modal, tentu saja banyak cara bisa dihalalkan. Apalagi telah dihalalkan oleh Negara melalui UU seperti investasi.

Dan program gender bagi kaum hawa juga jalan memuluskan penjajahan terhadap kaum wanita khususnya muslimah. Program-program UKMK, MDGs yang merekrut kaum perempuan akan mengalir hingga ke daerah-daerah melalui kerjasama pengusaha asing kapitalis dengan para kepala daerah.  Semua itu akan mengalihkan fungsi utama sebagai ibu generasi dan isteri yang shalehah.  Dengan kata lain, negeri ini hingga ke daerah-daerah pasca pilkada akan begitu-begitu saja tanpa adanya kemajuan masyarakat juga kemajuan yang hakiki karena hanya mempertahankan ide sekuler-kapitalis Barat yang menjajah dengan cara halus melalui kerjasama.

Perubahan hakiki di daerah-daerah hanya akan terjadi jika Negara ini membuang UU Barat kapitalis dan menerapkan hukum Islam secara totalitas. Hingga para calon kepala daerah yang maju adalah calon-calon yang berkualitas, amanah, dan taat perintah Allah swt. Maka keberkahan pun insyaallah akan turun.

Dan untuk para calon kandidat kepala daerah saat ini, seharusnya mulai  berani menyuarakan perubahan dengan berdasarkan kepada keyakinannya sebagai muslim, yaitu Alquran dan Hadist. Namun, adakah yang berani? Wallahu a’alam bissawab.***

Comments

Komentar Anda

Exit mobile version