Catatan : Dahlan Batubara
Pemimpin Redaksi Mandailing Online
Dahlan Hasan Nasution dilantik lagi hari ini menjadi bupati Mandailing Natal. Pelantikan ini merupakan amanat konstitusi atau undang-undang atau peraturan pemerintah terhadap rangkaian proses pemilihan kepala daerah alias pilkada lalu, dimana Dahlan Hasan Nasution yang berstatus incumbent atau patahana memenangi pilkada itu.
Pelantikan ini sebagai amanah konstitusi atau undang-undang atau peraturan pemerintah terhadap rangkaian proses pemilihan kepala daerah alias pilkada lalu, sebagaimana proses pembahasan LKPJ Bupati Madina TA 2015 (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) juga merupakan amanah konstitusi atau undang-undang atau peraturan pemerintah terhadap rangkaian pertanggungjawaban bupati kepada rakyat melalui wakil rakyat di legislatif.
Tetapi, amanah undang-undang untuk menyampaikan draf LKPJ bupati ke DPRD Madina hingga kini tak kunjung terjadi. Padahal, di Senin 30 Juni 2016 itu para anggota DPRD di rapat paripurna LKPJ itu sudah bagai “patung setia” menunggu bupati membawa laporan LKPJ-nya, tetapi tak kunjung datang hingga hari ini, Kamis (30/6/2016).
Belum tuntas persolan LKPJ tahunan ini, muncul lagi LKPJ akhir masa jabatan (sekali lima tahun) yang juga belum diajukan ke DPRD hingga hari ini Kamis (30/6/2016) atau hari “bupati dilantik lagi menjadi bupati”.
Apakah pelantikan bupati etis dilakukan sementara LKPJ masa akhir jabatan belum dilakukan? Mari bertanya. Apakah jika bupati tak menyampaikan LKPJ itu berarti mengangkangi konstitusi, undang-undang atau peraturan pemerintah? Mari juga bertanya. Apakah bupati tidak menghormati atau tidak menghargai lembaga legislatif sebagai representasi rakyat? Pun ini mari bertanya.
Belum selesai hilir mudik berita LKPJ di media massa, muncul pula berita pengalihan lokasi proyek rehab puskesmas pembantu dari Desa Pastab Julu ke Desa Pastab Jae. Proyek itu milik Dinas Kesehatan Madina.
“Kita tidak tahu apa payung hukum yang dipergunakan oleh Kadis Kesehatan untuk memindahkan proyek tersebut, padahal di dalam Buku APBD yang disahkan jelas-jelas untuk desa Pastab Julu,” kata anggota Komisi IV DPRD Mandailing Natal, As Imran Khaitamy Daulay pekan lalu.
APBD TA 2016 adalah berbentuk peraturan daerah. Setiap angka, setiap nama, setiap lokasi kegiatan sudah dipayungi oleh peraturan daerah, sehingga setiap terjadi perubahan maka akan mengangkangi isi peraturan daerah.
Apabila kelak terbukti proyek itu dialihkan ke desa lain, maka Dinas Kesehatan Madina telah mengangkangi peraturan daerah. Mengapa pengangkangan terhadap APBD itu terjadi? Soal ini mari juga kita bertanya.
Atau apakah ini suatu gejala “contoh dari atasan ditiru bawahan” itu telah diadopsi para birokrat di Madina sebagaimana yang berlaku di dalam kasus pengalihan lokasi proyek itu? Ayo mari kita bertanya.
Jika bupati tak terlalu memikirkan mengajukan LKPJ TA 2015 dan LKPJ akhir masa jabatan ke DPRD Madina, maka Dinas Kesehatan juga tentu sah-sah saja meniriu “si bos” : tak mengindahkan konstitusi, undang-undang atau peraturan, meski itu perda yang terlanggar. Seperti ungkapan yang terkenal itu : “guru makan berdiri, murid makan berlari“? Saya tak menyebut “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” karena terlalu vulgar, karena ini lagi bulan puasa.***
Comments
Komentar Anda