Site icon Mandailing Online

Malangnya TKI korban perkosaan

KUALA LUMPUR, (MO) – Tiga polisi Malaysia yang memperkosa seorang wanita warga negara Indonesia (WNI) di dalam Kantor Polisi di Prai, Pinang mendapatkan penangguhan penahanan dari pengadilan dengan menyetor uang jaminan sebesar 25 ribu ringgit setiap orangnya.

Dalam persidangan di Pengadilan Sesyen Pulau Pinang, Jumat, Hakim Nabishah Ibrahim membenarkan setiap tertuduh di “ikat jamin” (bayaran untuk penangguhan penahanan) masing-masing sebesar 25 ribu ringgit.

Kepada ketiga polisi tersebut diwajibkan melaporkan diri ke kantor polisi setiap bulan sekali dan menetapkan tanggal 12 Desember 2012 untuk mendengarkan keterangan dari korban perkosaan.

Terkait dengan “ikat jamin” sebesar 25 ribu ringgit untuk setiap pelaku tersebut, KBRI di Malaysia merasa kecewa dan tengah mempersiapkan pengacara untuk memberikan masukan terhadap pihak pendakwa diproses pengadilan nantinya.

“Pastinya kecewalah. Tapi tentunya ada pertimbangan-pertimbangan hakim yang kita tidak bisa intervensi,” kata Wakil Duta Besar RI untuk Malaysia, Mulya Wirana.

Namun demikian, kata dia, hal tersebut baru proses praperadilan, jadi harus kita ikuti proses peradilan itu selanjutnya.

Menurut Wirana, proses peradilan sosial atas kasus perkosaan tersebut telah berlangsung, mulai dari keluarganya, handai taulan ataupun masyarakat sekitar pelaku itu sendiri.

“Sebab apapun alasannya, aib perbuatan tersebut telah melekat pada diri pelaku,” ungkapnya.

Ditegaskannya lagi, pihak KJRI Penang juga telah mempersiapkan pengacara untuk beri masukan terhadap pendakwa di proses pengadilannya nanti.

Sebaliknya, Pemerintah Malaysia bakal menjerat Siti dengan kasus keimigrasian karena dia bekerja dengan dokumen yang tidak lengkap.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menduga adanya upaya pengalihan kasus pemerkosaan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI), sebut saja namanya Siti menjadi kasus pelanggaran keimingrasian.

“Ada indikasi mengalihkan kasus ini ke kasus keimigrasian,” kata Anis, Jumat.

Menurut Anis, pemerintah Malaysia bakal menjerat Siti dengan kasus keimigrasian karena dia bekerja dengan dokumen yang tidak lengkap.

Ia diamankan oleh tiga anggota Polis Diraja Malaysia yang kemudian memperkosanya itu lantaran tidak membawa paspor asli miliknya, melainkan hanya fotokopian.

“Ya soal kelengkapan dokumen keimigrasiannya,” kata Anis.

Soal bantuan yang diberikan kedutaan Besar Republik Indonesia kepada Siti, kata Anis, hanyalah bantuan standar. Saat ini, Siti hanya ditampung di penampungan.

“Apakah itu bisa mengurangi traumanya? Lalu nanti dia masih harus membongkar kejadian suram yang menimpanya. Ini sangat kontra produktif,” kata Anis.

Kronologis kejadian pemerkosaan berawal ketika SM, seorang WNI saat bersama dengan temannya terjaring pemeriksaan, pada Jumat (9/11) sekitar pukul 06.00 yang dilakukan oleh polisi setempat.

Dia dinyatakan tidak memiliki dokumen yang lengkap karena hanya mempunyai dalam bentuk fotokopi paspor sehingga dirinya digiring ke Kantor Polisi di Prai, Pulau Pinang, Malaysia.

“Polisi tidak mau menerima paspor yang fotokopi dan saya pun dibawa ke kantor polisi,” ungkap dia.

Pada saat itu korban minta dilepaskan tapi tidak diberikan, bahkan oleh tiga pelaku tersebut dia malah diperkosa. Setelah itu SM pun dibebaskan.

“Setelah melakukan itu, mereka mengirim balik ke tempat tinggal di Taman Indrawasih, Prai dengan menggunakan mobil polisi dan mengancam agar tidak menceritakan kejadian tersebut kepada orang lain” ungkap SM.

Namun demikian, SM kemudian dengan dibantu temannya melaporkan kasus tersebut ke kantor pengaduan Partai Politik MCA (Malaysian Chinese Association) dan kemudian diekspos ke sejumlah media massa di Malaysia(dat03/beritasatu)

Comments

Komentar Anda

Exit mobile version