Artikel

MENGGAGAS WAJIB BELAJAR 15 TAHUN

Oleh : Rahmad Daulay*

Wajib Belajar 15 Tahun? Kenapa tidak. Utopis? Ya memang utopis. Tapi menurut saya realistis dengan syarat harus dilakukan dengan beberapa langkah progresif terukur dan sistematis. Dalam era digitalisasi sekarang ini yang dulunya tidak mungkin sekarang ini sudah menjadi mungkin terjadi.

Semua pergerakan kebangsaan Indonesia harus merujuk kepada UUD 1945. Dalam bidang pendidikan diatur pada Pembukaan UUD 1945 yaitu sebagai tujuan kemerdekaan salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, serta Pasal 31 UUD 1945 yang mengatur tentang setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar, pemerintah wajib menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, pemerintah wajib menyediakan pembiayaan minimal 20 % APBN/APBD dan pemerintah wajib memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.

Dengan tetap mempedomani UUD 1945 kemudian pergerakan kebangsaan Indonesia harus merujuk kepada Undang-Undang. Undang-Undang disusun harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalamnya mengatur tentang setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Setiap warga negara di seluruh tanah air, baik di perkotaan, di perbukitan, di pedalaman, di pantai pesisir mempunyai hak yang sama. Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa wajib memberikan layanan, kemudahan dan menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dalam menempuh pendidikan dimaksud disediakan jalur pendidikan yang terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal. Pendidikan diselenggarakan melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Pendidikan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau kelompok masyarakat. Pemerintah wajib menjamin tersedianya dana penyelenggaraan pendidikan bagi setiap warga negara berusia tujuh sampai lima belas tahun. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari APBN dan APBD.

Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diatur lebih teknis pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Wajib Belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh setiap warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Wajib Belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia untuk mengembangkan potensi diri agar hidup mandiri di masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Wajib Belajar diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal dan informal. Wajib Belajar diberikan kepada anak berusia 7 sampai 15 tahun. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program Wajib Belajar tanpa memungut biaya. Warga negara usia Wajib Belajar yang keluarganya tidak mampu membiayai pendidikan wajib dibantu pembiayaannya oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pasal 8 pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar mengamanahkan dilakukannya evaluasi berkala terhadap program Wajib Belajar. Dengan penerapan selama 21 tahun kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan penerapan selama 16 tahun kepada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar bagaimanakah hasil evaluasi berkala terutama evaluasi 3 tahun terakhir terhadap program Wajib Belajar usia 7 sampai 15 tahun? Apakah target-target yang ditentukan sudah tercapai? Terutama target tentang pengembangan potensi diri agar bisa hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat?

Secara sosial walaupun tidak didukung oleh data statistik adalah tidak mungkin untuk bisa mandiri di tengah-tengah masyarakat dengan hanya memiliki pendidikan sesuai program Wajib Belajar atau sederajat pada tamatan Sekolah Menengah Pertama. Untuk itu sangat diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar.

Evaluasi pertama adalah tentang Kementerian yang menangani pendidikan. Dengan nomenklatur Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tentunya tugas pokok dan fungsi terlalu berat untuk dipikul oleh seorang Menteri walaupun dibantu oleh para Dirjen dan jajaran di bawahnya. Organisasi yang terlalu gemuk akan memiliki gerakan yang lamban dalam membuat keputusan atau kebijakan akibat rantai organisasi yang lebar dan rumit. Diperlukan pemisahan setidaknya dipisah menjadi 2 Kementerian yaitu menjadi Kementerian Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan, dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi. Pendidikan tinggi memiliki Tri Darma Perguruan Tinggi yang lebih tepat bergabung dengan rumpun Riset dan Teknologi dalam rangka pengabdian masyarakat. Dengan pemisahan ini diharapkan pergerakan dalam mengambil keputusan dan kebijakan bisa lebih cepat dan lincah serta garis koordinasi yang lebih cepat dan efisien.

Evaluasi kedua adalah perlunya integrasi Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun. Keberadaan Sekolah Dasar sudah merata di hampir seluruh desa. Keberadaan Sekolah Menengah Pertama bisanya hanya berada di ibukota Kecamatan. Tidak semua jarak desa dengan ibukota Kecamatan bisa ditempuh dalam waktu yang singkat sehingga kondisi ini juga mempengaruhi waktu tempuh antara siswa dengan Sekolah Menengah Pertama dikarenakan jarak yang belum tentu dekat, fasilitas angkutan umum yang belum tentu lancar serta kondisi geografis yang belum tentu mudah untuk diakses oleh kenderaan, sedangkan berjalan kaki tidak memungkinkan sehingga banyak siswa tamatan Sekolah Dasar tidak bisa melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama dikarenakan kendala jarak dan waktu tempuh tersebut.

Bila dilakukan penambahan Sekolah Menengah Pertama di setiap Kecamatan, juga tidak mudah mengingat pembiayaan tanah dan gedung bukanlah hal yang sedikit untuk dibangun di seluruh Kecamatan di Indonesia. Sehingga dalam hal ini perlu dipikirkan untuk meningkatkan fungsi Sekolah Dasar yang semula memiliki masa pendidikan 6 tahun dirubah menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun. Integrasi fungsi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun akan merubah struktur organisasi dan kurikulum. Hal ini akan memudahkan pencapaian target 100 % Wajib Belajar 9 tahun dikarenakan fungsi pendidikan menengah pertama bisa diperoleh pada Sekolah Pendidikan Dasar 9 Tahun. Gedung yang dipakai untuk belajar mengajar adalah di gedung Sekolah Dasar sehingga pencapaian target Wajib Belajar 9 tahun dengan mudah akan tercapai. Mengenai perubahan struktur organisasi dan kurikulum bisa dilakukan secara bertahap dan bukan hal yang mustahil karena hanya penggabungan saja antara struktur organisasi dan kurikulum Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun.

Dalam masa transisi ketika menjalani masa pendidikan kelas 1 sampai kelas 6, para siswa memperoleh pengajaran dari guru dengan status Guru Kelas. Ketika menjalani masa pendidikan kelas 7 sampai kelas 9 para siswa memperoleh pengajaran dari Guru Mata Pelajaran. Secara perlahan seiring dengan perjalanan waktu dan adanya penambahan Guru Mata Pelajaran dan adanya Guru Kelas yang memasuki masa pensiun maka keberadaan Guru Kelas akan dihilangkan secara perlahan dan Guru Mata Pelajaran akan dipenuhkan selama 9 tahun Sekolah Pendidikan Dasar. Seluruh gedung Sekolah Dasar di seluruh desa akan menjadi gedung Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun di seluruh desa di seluruh Indonesia.

Evaluasi ketiga adalah memperbanyak Sekolah Menengah Kejuruan. Setelah terjadi integrasi antara Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama menjadi Sekolah Pendidikan Dasar 9 tahun dengan domisili di gedung Sekolah Dasar, maka eks gedung Sekolah Menengah Pertama dijadikan menjadi gedung Sekolah Menengah Kejuruan baru dengan jenis kejuruan disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Misalnya daerah dengan potensi pertanian maka eks gedung Sekolah Menengah Pertama dirubah menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian. Dengan demikian akan ada Sekolah Menengah Kejuruan di setiap kecamatan di seluruh Indonesia. Untuk menambah kemampuan keterampilan terhadap tamatan Sekolah Menengah Kejuruan maka perlu diberikan keterampilan tambahan dengan mengikutsertakan pada pendidikan Balai Latihan Kerja yang ada pada setiap Pemerintah Kabupaten/Kota. Dan didukung oleh kurikulum pendanaan perbankan untuk alokasi Kredit Usaha Rakyat sebagai modal untuk berwiraswasta.

Evaluasi keempat adalah pendirian Perguruan Tinggi Politeknik di seluruh Kabupaten/Kota. Perguruan Tinggi Politeknik ini dibiayai dari minimal 20 % APBD dan APBDesa. Pendanaan dari APBDesa sangat diperlukan mengingat nantinya mahasiswa berasal dari desa dengan proporsional yang diatur secara seimbang antara mahasiawa yang berasal dari seluruh desa dan umum. Jenis jurusan yang akan dikembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten/Kota tersebut. Apabila di daerah tersebut memiliki potensi pertanian maka Politeknik yang dikembangkan adalah Politeknik Pertanian. Demikian juga dengan potensi daerah lainnya yang akan disesuaikan dengan jenis kejuruan Politeknik yang akan dibangun. Pembiayaan akan didominasi oleh subsidi negara dari minimal 20 % alokasi pada APBD dan APBDesa sedangkan SPP dari mahasiswa diupayakan seminimal mungkin dengan intervensi UKT tingkat pertama sebesar Rp0 untuk kategori seluruh mahasiswa tidak mampu. Dengan demikian akan ada Politeknik di setiap Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Evaluasi kelima adalah memperbanyak fasilitas perkuliahan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pembelajaran Jarak Jauh sangat membantu para mahasiswa yang berasal dari daerah yang jauh dari domisili perguruan tinggi. Pembelajaran Jarak Jauh juga sangat membantu dari segi pembiayaan mengingat dengan metode Pembelajaran Jarak Jauh menjadikan persentase kehadiran tidak harus 100 % di kampus dan hanya pada waktu tertentu saja harus hadir di kampus. Pembelajaran Jarak Jauh ini nantinya akan diprioritaskan kepada para tamatan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan yang sudah terlebih dahulu bekerja dan masih berminat untuk menempuh pendidikan tinggi tanpa meninggalkan pekerjaannya. Dengan demikian maka pendidikan tinggi bisa dinikmati oleh sebagian besar generasi muda Indonesia.

Dengan uraian di atas, maka Wajib Belajar 9 Tahun akan ditempuh di Sekolah Pendidikan Dasar 9 Tahun hasil integrasi Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun. Sebagian dari pelajar yang berhasil menyelesaikan Wajib Belajar 9 tahun akan bisa melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Umum di ibukota kecamatan dengan pilihan alternatif menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan eks Sekolah Menengah Pertama di setiap kecamatan atau Sekolah Menengah Atas yang sudah terlebih dahulu eksis. Program Wajib Belajar 12 tahun ditempuh secara kontinu sambung menyambung pada periode umur 6 tahun sampai 18 tahun. Sedangkan pencapaian Wajib Belajar 15 Tahun bisa dilakukan dengan jangka waktu tanpa batas dengan bisa bekerja terlebih dahulu baru kemudian menempuh pendidikan tinggi baik secara konvensional maupun Pembelajaran Jarak Jauh.

Dengan cara dan uraian di atas maka Wajib Belajar 15 Tahun bisa tercapai secara bertahap dan berjenjang dengan terlebih dahulu menjalani Program Wajib Belajar 9 tahun di Sekolah Pendidikan Dasar, kemudian Program Wajib Belajar 12 tahun pada Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan baru dan akhirnya Program Wajib Belajar 12 tahun dengan mengikuti pendidikan tinggi minimal Politeknik di Kabupaten/Kota masing-masing. Dalam masa 20 tahun ke depan akan diperoleh persentase rakyat yang memiliki gelar Diploma dan Sarjana melebihi 50 % dari seluruh rakyat Indonesia. Dengan kondisi ini maka tujuan kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan penghidupan yang layak secara kemanusiaan bisa kita capai secara bertahap.

Semoga.

*Penulis adalah pengasuh blog www.selamatkanreformasiindonesia.com dan salah satu penulis pada web www.birokratmenulis.org.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.