Oleh: Leni Irna Chintya Batubara, S.Pd
Aktivis dakwah, guru
Semakin lama nasib honorer semakin memprihatinkan. Bagaimana tidak, banyak permasalahan yang dihadapi oleh seorang guru yang masih berstatus honorer. Dengan gaji yang tidak wajar atau tidak sesuai dengan pengabdian yang mereka telah lakukan hingga kesejahteraan para guru honorer tidak jelas.
Kisah mendapatkan gaji 250 ribu perbulan dan dirapel pertiga bulan sudah amat sering kita dengar. Ada yang menyiasati hal itu dengan melakoni banyak pekerjaan tambahan.
Alhasil, guru honorer kehilangan fokus dalam mendidik. Implikasinya tentu saja pada kualitas iuran pendidikan kita. Ini seperti jebakan lingkaran setan yang tidak pernah dituntaskan. Apalagi kebijakan aturan yang ada di tanah air ini tentang pengangkatan CPNS bagi guru honorer ditiadakan. Dan diganti dengan program P3K.
Seperti dilansir dari kedcom.id “Persoalan guru honorer adalah ketidakjelasan status guru honorer, disebut PNS belum, disebut PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) juga belum,” ujar Pengurus Bidang Hukum dan Advokasi ISPI, Cecep Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi X DPR RI secara daring, Rabu, 16 Juni 2021.
Ia mengatakan, sulit menentukan posisi para guru honorer. Sebab, Undang-Undang (UU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) juga menerapkan syarat pendidikan profesi guru (PPG) untuk bisa disebut sebagai pendidik. “Jadi betapa status guru honorer itu semacam dilema, digantung,” jelas dia.
Betapa dilema dengan status honor sekarang, adapun penghapusan ASN menjadi PPPK juga tidak memberikan solusi kepada para guru honorer. Dilansir dari jppn.com “Baru tahap pendaftaran saja sudah banyak masalah di lapangan. Mulai formasinya sangat sedikit hingga yang tidak ada formasi dan harus mendaftar di daerah lain. Belum lagi daerah-daerah yang tidak membuka CPNS dan PPPK,” kata Sigid Purwo Nugroho, Ketua Guru Tenaga Kependidikan Honorer Nonkategori usia 35 Tahun ke Atas (GTKHNK 35+) Provinsi Jawa Barat, kepada JPNN.com, Senin (12/7).
Disamping itu guru yang bisa mendaftar seleksi PPPK hanyalah guru guru yang terdaftar di Dapodik. Jadi untuk guru yang mengabdi di bagian Kemenag tidak memiliki peluang untuk ikut seleksi PPPK. Pengkategorian khusus bagi pelamar yang berumur 35 tahun ke atas akan mendapatkan poin lebih dari yang pelamar usianya 35 tahun ke bawah, mengakibatkan banyak guru honorer non kategori usia 35 tahun ke atas yang mengabdi di sekolah negeri jadi korban. Lain lagi pelamar umum termasuk dengan eks tenaga honorer K2 yang ikut bersaing untuk mengikuti seleksi PPPK tersebut.
Berdasar uraian di atas, semoga nasib honorer tidak semakin horor.
Semua kebijakan yang mereka tawarkan tidak benar benar memberikan solusi terhadap permasalahan ini. Berbeda jauh sekali nasib guru saat adanya daulah islam yaitu saat islam berjaya, salah satunya pada masa Khalifah Umar r.a, seorang guru akan diupah sebesar 15 dinar. Karena yang menjadi alat tukar pada saat itu adalah dinar dan dirham (emas dan perak).
Lalu berapa rupiah kah jika 15 dinar itu kita rupiah kan?
1 dinar = 4,25 gram emas 24 karat.
1 gram emas = Rp 500 ribuan. Kita ambil saja pas Rp 500.000. Jadi, 4,25 gram emas X Rp 500.000 = Rp 2.125.000. Kemudian 15 dinar X Rp 2.125.000 = Rp 31.875.000.
Jadi, gaji seorang guru di masa Khalifah Umar adalah berkisaran Rp 31.875.000.
Begitulah islam mensejahterakan guru ketika islam diterapkan. Nasib guru akan sejahtera karena darinya terlahir anak bangsa dan cendekiawan yang akan membangun negara.
Wallahu’alam Bishawaab
Comments
Komentar Anda