Site icon Mandailing Online

Pelajaran Membaca Al-Qur’an di SMA Negeri 3 Panyabungan

Seorang pelajar SMA Negeri 3 Panyabungan membaca Al-Qur'an di hadapan guru
Seorang pelajar SMA Negeri 3 Panyabungan membaca Al-Qur’an di hadapan guru

Kado Untuk Hari Pendidikan Nasional

Catatan : Dahlan Batubara
Pemimpin Redaksi Mandailing Online 

Di Mandailing sejak tempoe doeloe, sudah terkenal dengan keberadaan “pangajian”, “mangaji” dan “guru mangaji”. Sebuah kearifan lokal dalam membina generasi muda sejak usia anak-anak untuk mampu membaca Al-Qur’an.

Sehabis Magrib anak-anak akan pergi ke rumah pengajian yang disebut “Pangajian”. Rumah itu adalah rumah seorang guru mengaji yang disebut “guru mangaji” yang menyediakan rumahnya sebagai tempat anak-anak kampung mempelajri cara membaca Al-Qur’an yang diawali dengan tahapan “alif-ba-ta-tsa” lalu “kak min dopen kum” di kitab Amma.

Di era Otonomi Daerah, Pemkab Madina bersama DPRD Madina telah pula menerbitkan Peraturan Daerah tentang Wajib Baca Al-Qur’an bagi muslim. Perda itu mengamanatkan bahwa pasangan muslim yang menikah akan disuruh membaca A-Qur’an oleh tuan Kadi sebelum dilakukan akad nikah.

Kebijakan pemerintah daerah itu teraktualisasi di SMA Negeri 3 Panyabungan : suatu upaya dari pihak sekolah agar anak didiknya tidak saja menguasi ilmu pengetahuan umum, tetapi juga mampu dengan mahir membaca Al-Qur’an.

Pelajar SMA Negeri 3 sedang membaca Al-Quran di hadapan guru

Orangtua yang menyekolahkan anaknya di SMA Negeri 3 Panyabungan tentu boleh berlega hati, boleh berbahagia, boleh bergirang ria, boleh bertenang jiwa, plus memanjatkan puji syukur. Karena, selain mendidik pelajar dengan ilmu pengetahuan umum, sekolah ini juga memberikan pendidikan membaca Al-Qur’an kepada anak didiknya.

Di era globalisai terkini, era digital, era pergaluan secara global melalui aplikasi internet telah menimbulkan gejala baru dalam pergaulan sosial yang tiada batas : tak terbatas waktu, tak tersekat ruang. Hilir mudik ideologi, pola fikir dan negative life style akan mempengaruhi semua yang terlibat di dalam pergaulan global itu.

Maka, kekuatan aqidah, kekuatan prinsip, pola pikir dan makna kehidupan harus tertanam kokoh di dalam jiwa generasi muda agar : tidak gamang, tidak rentan, tidak rapuh dalam pergaulan global yang di satu sisi telah membawa angin sekulerisasi dan kedangkalan budi pekerti serta kehidupan yang serba instan. Kondisi itu memerlukan satu pijakan : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah………. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.

Mampu membaca Al-Qur’an suatu tahap awal dalam pembentukan generasi muda yang utuh karena akan bermuara pada tingkatan memahami  Al-qur’an sebagai pedoman hidup dari sang pencipta alam, sesuatu yang diharapkan bermuara pada terbentuknya individu yang ber-ahlakulkarimah.

Tiap hari Sabtu, suara mengaji dari pelajar akan terdengar dari sekolah yang terletak di dekat komplek STAIM ini. Ada tiga kelompok pelajaran Al-Qur’an. Pertama kelompok tidak bisa, yakni kelompok yang belum mampu membaca Al-Quran. Kedua, kelompok kurang bisa, suatu level yang sudah mampu memabaca Al-Qur’an tetapi belum lancar. Ketiga, kelompok bisa, tingkatan yang sudah mahir membaca Al-Qur’an.

Masing-masing kelompok akan dipisahkan dalam ruang kelas yang berbeda sesuai dengan perbedaan metode pengajarannya. Mata pelajaran ini masuk dalam ekstra kulikuler.

 “Target kelak akan ditingkatkan kepada penguasaan tajwid dan makhraj,” kata Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Panyabungan, Doharni Siregar,S.Pd saat berbincang dengan Mandailing Online, Sabtu (30/4).

Pelajaran membaca Al-Qur’an ini telah berlangsung sejak awal April 2016. Sekali dalam sepekan, yakni hari Sabtu. “Sejak senin hingga Jum’at anak didik disuguhi pelajaran ilmu pengetahuan umum, maka ditutup keagamaan pada Sabtu,” ungkap Doharni.

Menurutnya, para orangtua murid akan diberitahu tentang posisi tingkatan anaknya soal level penguasaan membaca Al-Qur’an. Sehingga bukan saja guru, tetapi orangtua murid juga akan mengetahui perkembangan demi perkembangan si anak.

Kebijakan pendidikan membaca Al-Qur’an ini berawal dari rapat dewan guru. Para guru setuju, mengingat seluruh pelajar di sekolah itu 100 persen muslim. Guru mengaji tidak didatangkan dari luar sekolah, tetapi para guru di sekolah itu telah memiliki komitmen dan rasa ikhlas membimbing anak didik dalam menguasai bacaan Al-Qur’an secara utuh.

Sebelumnya, di sekolah itu juga telah ada kelompok tahtim dan kegiatan membaca Al-Qur’an. Bahkan sudah ada yang melakukan Khatam, yakni para pelajar yang saat ini telah menamatkan SMA di sekolah itu.

Selain pelajaran membaca Al-Qur’an, pihak sekolah juga telah menerapkan wajib solat Zuhur dan Asyar bagi pelajar, yakni kelas binaan yang masuk siang. Mereka solat di musolla yang ada di halaman depan gedung sekolah.

Akan ada guru yang memantau. Pola pantauan mirip Pemilu : tinta jari. Tiap pelajar yang sudah selesai solat Zuhur akan menorehkan tinta pada jari kelingking tangan kiri. Dan usai solat Asyar penorehan tinta pada jari manis tangan kiri.

Kebijakan ini tentu sesuai dengan konsep kewajiban solat bagi muslim yang sudah aqil baligh dari Allah SWT. Dan sesuai dengan sabda Rasululoh SAW dalam hadist : “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.”

Pelajaran membaca Al-Qur’an dan kewajiban sekolah ini boleh jadi merupakan inovasi yang patut dijempoli. Suatu upaya mencetak generasi muda menjadi manusia seutuhnya, yang tidak saja meguasai ilmu pengetahuan umum, melainkan juga memiliki budi pekerti yang luhur, akhlak mulia, religius : suatu nilai yang teramat tinggi. Karena sesungguhnya peradaban manusia harus dibangun dengan unsur ilmu pengetahuan dan nilai-nilai akhlakulkarimah.

Pantauan Mandailing Online, Sabtu (30/4) satu persatu secara bergantian para pelajar khusuk membaca Al-Qur’an yang dibimbing seorang guru. Satu ruangan satu guru.

Tetapi ada sesuatu yang masih kurang. Ketika lebih dicermati, ternyata tak semua pelajar memegang Al-Qur’an. Informasi dari seorang guru : karena jumlah kitab Al-Qur’an masih terbatas dibanding jumlah murid.

Kepala sekolah membenarkan. “Oleh karena itu, kita sangat berterimaksih jika ada pihak yang bersedia menyumbangkan kitab Al-Qur’an karena akan sangat membantu kita dan pelajar,” kata Doharni.

Selamat kepada SMA Negeri 3 Panyabungan. Tentu boleh dikata : ini kado untuk Hari Pendidikan Nasional, tahun ini. ***

 

Comments

Komentar Anda

Exit mobile version