Oleh : Wanda Maryam Syam
Mahasiswi tinggal di Samarinda
Baru-baru ini, satu berita mengejutkan kembali hadir di tanah air. Bukan berita musibah-musibah yang biasanya, melainkan berita yang membawa masalah anak bangsa. Banyak sekali fenomena yang menghiasi jagat berita Indonesia, ditambah dengan berita satu ini, rasanya lengkap sudah.
Berita tak sedap ini, hadir dari Tangerang dan juga menyeret seorang aktris tanah air. Chyntiara Alona menjadi tersangka terduga prostitusi online anak di bawah umur pada 16 Maret lalu. Hotel Alona, milik Chyntiara Alona digerebek oleh polisi karena mendapatkan laporan terkait prostitusi online tersebut. Siapa sangka, hal yang lebih mengejutkan terkuak begitu polisi menggerebek hotel bintang 2 tersebut. Bukan hanya prostitusi online biasa, tapi praktik prostitusi online kali ini melibatkan anak-anak di bawah umur. Sekitar 43 orang terlibat dan 15 orang lainnya merupakan anak-anak di bawah umur dengan rata-rata umur 14-16 tahun. Usia yang masih sangat belia.
Modus ini dilakukan oleh sang aktris diduga demi terus menjalankan hotel miliknya. Demi menutup biaya operasional hotel yang sepi karena Covid-19, Chyntiara pun gelap mata untuk melanjutkan praktik ilegal ini. Sayangnya, gelap mata atau pun tidak, semua pilihan ada di tangannya. Dan pada saat ini pun dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka bersama 2 orang lainnya, yaitu mucikari dan pengurus hotelnya.
Kata prostitusi sendiri memang semakin marak akhir-akhir ini. Seperti kasus dua tahun lalu, beberapa aktris tertangkap karena terlibat dalam praktik prostitusi online. Kenyataan pahit ini seperti menohok ulu hati. Kemudian pikiran tentang alasan dari itu semua hadir begitu saja. Sekelas aktris, kok bisa kekurangan? Lalu jika sekelas aktris saja masih kekurangan dan mencari uang dengan cara yang haram, bagaimana dengan masyarakat biasa yang notabenenya kekurangan?
Menurut kesaksian beberapa warga setempat, praktik prostitusi online yang dilakukan di hotel Alona ini sudah mendapat teguran. Warga geram dan tidak suka jikalau praktik ilegal itu terus berlangsung. Namun, pihak hotel benar-benar tidak menghiraukan warga, hingga warga di sana pun juga bingung bisa melakukan apa. Jadi, kejadian penggerebekan pada 16 Maret lalu menjadi angin segar bagi warga yang sudah lelah dengan aktivitas ilegal tersebut. Bahkan beberapa dari warga tak menyangka bahwa korban atau objek dalam praktik prostitusi tersebut adalah anak-anak di bawah umur.
Sebagai seorang aktris dan publik figur, tindakan ini mestinya tidak pernah terjadi. Walaupun seharusnya meski bukan aktris juga publik figur, kegiatan ini sebaiknya tidak ada. Bisa dibayangkan berbahayanya jikalau seorang publik figur yang mudah keluar masuk TV untuk menggiring opini masyarakat. Padahal sudah jelas kasus seperti ini sangat mengkhawatirkan generasi. Bukan hanya praktik yang nilainya ilegal, tapi kali ini menyeret anak-anak generasi bangsa. Bagaimana jika imbasnya sebuah pembiasaan pada kemaksiatan dan kerusakan?
Seperti yang sudah dijelaskan oleh warga, praktik prostitusi online ini sudah mendapat teguran dan kecaman dari pihak setempat. Tapi bisa apa? Kekuasaan bukan di tangan rakyat sepertinya, karena nyatanya besar suara massa tidak memengaruhi hotel Alona pada saat itu. Walau akhirnya ketahuan pada 16 Maret lalu, kita tidak bisa melupakan sudah seberapa lama dan jauh prostitusi online ini terjadi. Bahkan bisa jadi, ini bukan satu-satunya kasus prostitusi online anak di bawah umur yang ada di Indonesia. Na’udzubillah.
Dengan kasus-kasus seperti ini yang terus mengambang ke permukaan. Bahkan sudah menjadi rahasia umum, tentu kemarahan dan penolakan warga agar negeri ini dibersihkan dari zina, tidak bisa menghentikan praktik kemaksiatan ini. Butuh adanya peran yang lebih besar, agar tindakan ini benar-benar tertuntaskan. Yaitu haruslah ada peran negara yang dapat melindungi masyarakat. Isu-isu seperti ini jika terus dibiarkan akan sangat berbahaya bagi generasi bangsa.
Harusnya generasi-generasi usia semuda itu dilindungi dan diberikan fasilitas pendidikan yang memadai, nyatanya mereka sedang sibuk mencari sesuap nasi. Bahkan dari pengakuan Chyntiara saja, masalah ekonomi kita temukan di sana. Seolah membenarkan cara apa saja untuk mencari uang tidak peduli halal atau haram. Berbeda dengan masa sekarang, sebenarnya kita sudah menemukan jawaban yang sangat jelas dalam bingkai Islam. Islam yang memiliki seperangkat aturan, memberikan tindakan preventif juga kuratif.
Islam menerapkan beberapa aturan tegas terkait masalah ini. Diantaranya yaitu: negara dalam Islam menyediakan lapangan pekerjaan, lalu menyediakan pendidikan gratis, dan yang terpenting memberikan aturan dan hukuman yang tegas terkait permasalahan zina tersebut. Dari empat poin di atas, Islam bukan hanya melarang suatu kemungkaran tanpa solusi sama sekali. Bahkan dalam Islam, mengurus masyarakat/ummat adalah bentuk ketaatan seorang pemimpin. Jadi tidak aneh jikalau kita mengulik sejarah betapa hebatnya pemimpin-pemimpin Islam yang takwanya tak usah diragukan lagi namun sangat perhatian pada rakyatnya.
Dengan demikian, dalam Islam negara penanggungjawab penghapusan segala bentuk kekerasan dan prostitusi tentunya dengan memberlakukan sistem Islam secara total. Pemimpin memiliki kewajiban untuk menjalankan peraturan negara dengan baik sekaligus mensejahterakan rakyatnya. Sehingga, seluruh warga negara dapat berkehidupan dengan aman, tentram, dan damai sejalan dengan Islam yang rahmatan lil’alamiin. Wallahua’lam Bishhawab.