Musibah demi musibah tiada henti dari dampak aktivitas pengeboran panas bumi oleh PT SMGP di Sibanggor, Mandailing Natal, Sumut.
Musibah hari ini, Minggu (24/4/2022) adalah peristiwa besar kali ketiga sejak perusahaan itu mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi di Mandailing Natal.
Sekitar 21 warga dan kru perusahaan dilarikan ke RSU Panyabungan menyusul semburan lumpur dan zat H2S dari sumur Well T-12 PAD Tango.
Sebelumnya, pada 6 Maret 2022 sebayak 58 warga Desa Sibanggor Julu, dilarikan ke RSU Panyabungan karena pingsan, lemas, mual dan muntah akibat terpapar zat H2S ketika pihak SMGP melakukan uji pembukaan sumur di wellpad A-AE 05. Namun, pihak SMGP membantah sebagai akibat paparan H2S.
Hingga kini investigasi masih dilakukan terhadap peristiwa keracunan 6 Maret 2022 itu.
Pihak yang melakukan investigasi adalah Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM).
Pada 25 Januari 2021 peristiwa yang disebut Tragedi Sibanggor menyebabkan 5 warga Sibanggor Julu tewas dan puluhan lainnya dilarikan ke rumah sakit akibat keracunan zat H2S yang keluar dari sumur SMP-T02 untuk komisioning PLTP Sorik Marapi Unit II ketika dibuka pihak PT SMGP.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara menemukan indikasi pelanggaran HAM oleh PT SMGP di Sibanggor, Mandailing Natal.
Pelanggaran HAM itu merujuk fakta-fakta yang ditemukan pada peristiwa keracunan 58 warga Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi pada 6 Maret 2022 yang ditengarai terpapar zat H2S ketika pihak SMGP melakukan uji pembukaan sumur di wellpad A-AE 05.
Atas temuan ini, Walhi Sumut bakal melaporkan PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) ke Komnas Hak Asasi Manusia (HAM).
Walhi Sumut melakukan investigasi langsung ke lapangan pasca insiden 6 Maret 2022.
“Dan hasilnya menemukan ada indikasi pelanggaran HAM,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Doni Latuparisa, Selasa (12/4/2022) di Medan.
Walhi Sumut juga bakal melakukan advokasi dengan menelusuri sumber pendanaan pembangkit tenaga listrik panasbumi (PLTP) yang dikelola PT SMGP tersebut.
Doni mengungkapkan, bahwa hasil investigasi yang dilakukan bahwa sejak kehadiran PT SMGP, aktivitas perusahaan disambut dengan berbagai bentuk penolakan oleh masyarakat.
Bahkan, akibat penolakan itu sejumlah warga menjadi korban kerusuhan, sampai ada korban meninggal dunia.
Masyarakat yang hidup selama ratusan tahun di desa tersebut, juga belum sekalipun pernah merasakan seperti mual, pusing, muntah-muntah, sakit tenggorakan, gangguan pernapasan, pingsan dan bahkan ada yang meninggal dunia. Kondisi yang demikian baru dialami masyarakat sejak hadirnya perusahaan,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Doni, warga juga mengaku sejak kehadiran perusahaan di kampung mereka produktifitas hasil komoditas yang kelola masyarakat sangat jauh berkurang.
Hal itu disebabkan karena meningkatnya suhu dan iklim sejak hadirnya perusahaan.
Namun, menurut Doni, karena narasi yang terbangun adalah PT SMGP merupakan proyek strategis nasional dengan pembuktian adanya aktivitas perusahaan yang dikawal oleh aparat TNI dan Polri, masyarakat sekitar pun dengan terpaksa ikut skema ganti rugi yang dilakukan oleh PT SMGP.
Sementara itu, Bupati Mandailing Natal, Ja’far Sukhairi Nasution meminta pemerintah pusat mengkaji ulang keberadaan PT SMGP di Kecamatan Pucak Sorik Marapi, Kabupaten Madina. Pasalnya, pengeboran sumur milik perusahaan panas bumi ini telah sering menyebabkan warga Desa Sibanggor Julu jadi korban.
Sukhairi menyampaikan sikap Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal (Madina) itu saat menjenguk 21 warga yang jadi korban di RSUD Panyabungan, Minggu (24/4/2022) siang.
Sukhairi menyayangkan peristiwa kebocoran gas milik PT SMGP kembali terulang untuk kesekian kalinya. Namun, kata Sukhairi, Pemkab Madina tidak berdaya untuk menjatuhkan sanksi kepada PT SMGP.
“Bola ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak punya kewenangan dalam hal mencabut (izin) atau menghentikan kegiatan (PT SMGP),” kata Sukhairi.
Menurut Sukhairi, Pemkab Madina meminta pemerintah pusat melakukan kajian ulang untuk memutuskan apakah aktivitas PT SMGP perlu dihentikan atau tidak.
“Pemerintah daerah hanya bisa berharap kepada pemerintah pusat dan pihak perusahaan agar kegiatan pegeboran sumur ini segera dihentikan,” tegasnya. (Dahlan Batubara)