MUARA BATANG GADIS (Mandailing Online) – Hidup di perkampungan Transmigrasi SP 2 Desa Singkuang II Kecamatan Muara Batang Gadis, Mandailing Natal, sangat menyiksa dan derita yang tiada habis.
Sebanyak 325 kepala keluarga yang melangsungkan hidup di perkampungan ini sejak ditempatkan sebagai warga transmigran tahun 2004 lalu harus menanggung kemiskinan akibat infrastruktur yang tak bagus dan sumber air minum yang tidak ada.
Kondisi badan jalan menuju dan dari lokasi perkampungan ini masih jenis tanah sangat berlumpur dan licin ketika musim hujan, sebaliknya akan menimbulkan kepulan debu di masa kemarau.
Infrastruktur jalan yang masih seperti ini menyebabkan kendala lalulintas menuju dan dari desa itu yang berdampak pada mandegnya mobilisasi sosial dan lalulintas perekonomian warga.
Untuk mendapatkan air minum saja, mereka harus keluar dari perkampungan. Jika jalannya jenis aspal maka tak terlalu masalah bagi warga, tetapi akibat jalan yang sulit dilalui menyebabkan memperoleh air minum saja harus menempuh jalanan yang sulit dilalui.
Belum lagi berobat bagi warga yang sakit, lagi-lagi infrastruktur jalan yang menjadi kendala utama, termasuk untuk membeli bahan makanan pokok harus keluar dari perkampungan.
“ Sudah beberapa tahun lamanya usulan kami sampaikan kepada pemrintah, namun belum ada resfon,” ungkap Budiman Laoly, tokoh masyarakat kepada wartawan, Minggu (27/3).
Laoly mengatakan, pembangunan jalan merupakan hal yang paling utama bagi masyarakat, sebab untuk memenuhi kebutuhan air bersih harus ke pasar, untuk berobat ke puskesmas warga harus menempuh jalan 3 sampai 5 kilo meter.
“Semua kebutuhan sehari-hari warga harus berhubungan ke luar. Sebab untuk bercocok tanam kondisi tanah tidak bisa karena gambut yang sangat dalam mencapai 6-8 meter, akibatnya warga juga sulit memperoleh air bersih. Kalau untuk MCK kita manfaatkan air payau yang berwarna kecoklatan. Begitu juga untuk pendidikan harus berjalan kaki,” ujarnya.
Kondisi tersebut sudah 10 tahun ini dialami oleh warga sejak mereka ditempatkan pemerintah sebagai warga transmigrasi pada tahun 2004 lalu.
Hal senada juga disampaikan warga lain, Karto. Pada waktu keluarga mereka sakit, mereka terpaksa menunggu sebelum dibawa berobat. Hal itu katanya karena jalan yang cukup sulit menuju rumah mereka.
“Kami masyarakat bawah berharap agar jalan dibangun, agar kesusahan kami yang belum merasakan hasil panen sawit, bisa kami rasakan melalui jalan yang bagus. Tentu jika jalan sudah permanen atau aspal, kami lebih mudah mencari nafkah di luar. Untuk itulah kami harapkan keluhan kami didengar para pemimpin di Mandailing Natal,” harapnya.
Peliput : Maradotang Pulungan
Editor : Dahlan Batubara
Comments
Komentar Anda