JAKARTA, — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri (Koreksi) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan kewenangan Polri soal registrasi, identifikasi kendaraan bermotor, serta menerbitkan surat izin mengemudi. Apa tanggapan Polri atas gugatan itu?
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Agus Rianto mempertanyakan mengapa wewenang Polri tersebut digugat.
“Apa tanggung jawab yang selama ini sudah kami lakukan ada kekurangan atau ada masyarakat yang belum puas?” ujar Agus saat dihubungi, Jumat (7/8/2015).
Agus mengakui, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Polri dalam hal registrasi, identifikasi kendaraan bermotor, serta menerbitkan surat izin mengemudi memang belum sempurna. Ia tidak menyebutkan jelas di mana letak ketidaksempurnaan yang dimaksud.
“Kami memang belum sempurna. Tapi, kami akan terus berupaya untuk lebih baik dan lebih profesional lagi,” ujar Agus.
Meski demikian, Polri menyerahkan proses gugatan itu sesuai dengan prosedur yang ada. Apa pun keputusan MK, kata Agus, pihaknya harus siap melaksanakan.
Mahkamah Konstitusi diminta membatalkan kewenangan Polri untuk meregistrasi dan mengidentifikasi kendaraan bermotor serta kewenangan menerbitkan surat izin mengemudi. (Baca: Kewenangan Polri Terbitkan SIM Digugat di MK)
Hal itu tidak sesuai dengan maksud konstitusi karena tugas utama Polri adalah melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Polri tidak seharusnya mengurus persoalan teknis seperti itu.
Permohonan diajukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Alissa Wahid yang mewakili jaringan Gusdurian, Malang Corruption Watch, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang diwakili Alvon Kurnia Palma, dan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah yang diwakili Dahnil Anzhar.
Mereka mempersoalkan Pasal 15 ayat (2) Huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Pasal 64 ayat (4) dan (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan (3), Pasal 72 ayat (1) dan (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2), dan Pasal 88 UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal-pasal ini memang menjadi dasar polisi menyelenggarakan registrasi, identifikasi, dan penerbitan SIM. Namun, sejumlah pasal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945.(kompas.com)