Oleh : Asmaryadi Lubis, M.Pd
Setiap kalian adalah pemimpin. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban atas kepemimpinannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Globalisasi merupakan keharusan sejarah. Kita tidak bisa menghindarinya dan lari dari perkembangan dan kemajuan zaman. Kita hanya bisa mengendalikannya, itu pun kalau memiliki keberanian. Dan untuk menjadi seorang pemberani tentunya membutuhkan kekuatan dan ketangguhan pribadi. Bila tidak, kita hanya akan menjadi obyek atau bahkan hanya sekedar kuli atau pekerja kasar bagi mereka yang memiliki kekuatan tersebut.
Era globalisasi menimbulkan dampak yang demikian dahsyat bagi kehidupan utamanya kehidupan sosial. Sangat jelas bisa melahirkan berbagai problematika di antaranya adalah persaingan yang semakin tajam bahkan terkesan yang kuat akan mendominasi yang lemah. Perubahan adalah perputaran dan tidak hanya konstan akan tetapi bisa menjelma menjadi pesat, radikal, serentak dan pervasif (meresap atau merembes).
Persaingan dan perubahan, merupakan sesuatu yang ada dan natural dalam kehidupan manusia bahkan mulai dari awal penciptaan manusia dimana sperma akan saling bersaing dengan jumlah yang mencapai jutaan. Sperma yang menjadi pemenang akan membuahi ovum maka mulailah terjadi perubahan. Mulai jadi mudgoh berubah menjadi janin, dan pada saatnya akan dilahirkan. Dan perubahan tersebut terus berlanjut, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, dan seterusnya. Hal ini membuktikan, bahwa kehidupan mengajarkan kepada kita, persaingan dan perubahan adalah suatu kepastian yang datangnya dari Allah SWT, Sang Pencipta.
Pada era persaingan dan perubahan, kesuksesan tidak dapat dirancang dengan “bagaimana caranya”. Namun, peluang-peluang keberhasilan hanya akan didapat oleh pribadi-pribadi yang mampu menemukan dan mengembangkan kepemimpinan dalam dirinya. Pada umumnya lebih sukar untuk mengubah budaya dalam masyarakat yang sudah matang daripada menciptakannya dalam sebuah tatanan yang baru. Seorang pemimpin memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang cukup banyak untuk memahami budaya dalam sebuah lingkup masyarakat yang sudah dewasa dan mampu mengimplementasikan perubahan tersebut dengan berhasil.
Tuntutan adanya perubahan dalam sebuah masyarakat menjadi sebuah kebutuhan bagi seorang pemimpin yang transformasional. Salah satu ciri dan karakteristik pemimpin transformasional adalah dimulai dengan adanya perubahan, diikuti oleh penciptaan sebuah visi yang baru, dan kemudian pelembagaan perubahan itu sendiri.
Kepemimpinan memainkan peranan yang sigifikan dalam sebuah usaha mewujudkan perubahan. Berhasil tidaknya usaha tersebut, salah satunya ditentukan oleh sumber daya yang ada. Di samping itu faktor yang sangat berperan penting adalah faktor kepemimpinan. Peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengembangan tersebut merupakan suatu kegiatan mengadakan perubahan secara berencana yang mencakup suatu diagnosa secara sistematis terhadap tujuan yang ingin diwujudkan. Seorang pemimpin harus ikut aktif dalam mengatur pelaksanaan kegiatan usaha mewujudkan perubahan tersebut.
Keberhasilan atas usaha mewujudkan suatu perubahan sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinannya atau pengelola dan komitmen yang harus terus dijaga. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Akhir-akhir ini banyak yang membicarakan tentang krisis kepemimpinan, ini dikarenakan karena kurangnya kepercayaan masyarakat serta rendahnya kualitas seorang pemimpin sehingga tidak ada sesuatu perubahan pun yang terlihat dalam mengemban amanah dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin.
Kalau dihubungkan dengan kondisi sekarang ini yakni pemilihan kepala daerah secara serentak di Indonesia, memang banyak calon yang mengajukan diri, namun masyarakat masih banyak yang tidak tahu dan bahkan tidak perduli siapa yang akan dipilihnya. Demikian juga halnya dengan pilkada yang akan dilangsungkan di Mandailing Natal pada tanggal 9 Desember mendatang. Hal ini terlihat dengan banyaknya pameo yang mengatakan “ah sarupo na doi, leng naso adong pembangunan, leng naso adong do parubahan.” Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah merasa bosan dengan keadaan yang sama tanpa adanya perubahan, seolah masyarakat sudah tidak “betah” sehingga masyarakat menginginkan perubahan, untuk mewujudkan keberhasilan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dalam sistem dan tatanan kehidupan sosial masyarakat.
Kalau dikaitkan dengan lingkungan yang ada, maka dalam kepemimpinan saat ini sangat diperlukan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan dengan perubahan. Kepemimpinan dan penyesuaian terhadap perubahan yang ada merupakan tantangan terbesar masa kini bagi seorang pemimpin. Peranan seorang pemimpin dalam hubungan antar masyarakat sangat terkait dengan gaya kepemimpinan yang ditampilkannya. Seorang pemimpin diharapkan dapat menampilkan gaya kepemimpinan segala situasi tergantung kondisi dan situasi. Kunci kepemimpinan yang efektif terlihat dari visi-misi yang menjadi dasar acuan seorang pemimpin dalam mengemban amanah serta tanggung jawabnya, serta usaha yang akan dilakukan demi mancapai harapan-harapan masyarakat yang menyandangkan “harapan besar” di pundak seorang pemimpin.
Maka tentu saja menjadi hal yang sangat vital untuk meletakkan pondasi keagamaan yang kuat dalam menghadapi tantangan transformasi zaman yang sedemikian hebat itu sehingga mampu memperpendek rentang waktu yang selama ini disekat oleh demografi dan geografi. Keagamaan mutlak dan wajib untuk diprioritaskan jika memang kita bersepakat bahwa wajah Mandailing Natal kedepan akan diisi dengan kedamaian, keagungan, kesederhaan yang berakhlaqul karimah tentunya. Mandailing Natal yang dikenal dengan negeri “serambi mekkah” dan ada juga yang menjulukinya sebagai negeri ” beribu santri” harus dapat berbenah dan menyongsong masa depan yang “uswatun khasanah” dengan pendekatan peningkatan keagamaan karena memang harus diakui dalam lembaran sejarah bahwa negeri yang namanya pernah disebutkan patih Gajah Mada dalam sumpah palapa telah banyak menggoreskan peradaban-peradaban baru dalam dunia Islam Indonesia dengan melahirkan banyak puluham ulama terkenal yang bukan hanya diakui dalam ruang lingkup regonal bahkan sampai dunia internasional. Inilah fakta sejarah yang tidak bisa dinafikan bahwa Mandailing Natal dahulunya adalah gudang dari para ulama.
Mandailing Natal hari ini sangat jauh berbeda dengan Mandailing Natal sebelum dimekarkan dengan kabupaten Tapanuli Selatan. Hari ini kita berbangga hati bahwa kemajuan pembangunan sudah sedemikian pesat sebagai hasil nyata kiprah H. Amru Daulay, SH sebagai bupati yang tela meletakkan dasar-dasar pembangunan. Namun hari ini juga kita merasa miris dengan semakin banyaknya penyimpangan (deviasi) yang terjadi dalam segmen kehidupan sosial masyarakat ditandai dengan semakin banyaknya peredaran narkoba begitu juga dengan asusila lainnya. Kita tentunya sangat memprihatinkan ini, namun sebagai anak sah yang lahir dari rahim bumi Mandailing Natal maka tidak tepat jika kita hanya prihatin dan mengutuk semata namun harus berani berbuat dan mencari jalan keluarnya (problem solving) guna menuntaskan ini secara bertahap.
Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Mandailing Natal Nomor urut satu (Drs. H.M.Yusuf Nasution, M.Si dan H. Imron Lubis, S.Pd, MM) yang sudah puluhan tahun mengabdi dibirokrasi dan juga aktif dilingkungan sosial masyarakat menyadari sepenuhnya bahwa tanggungjawab untuk meningkatkan keagaaman ini merupakan hal yang sangat prinsipil dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dan karena itu, bagi mereka tentu saja ini adalah ibadah dan perjuangan karena menyangkut tentang masa depan generasi muda yang kelak akan menjadi pemegang tongkat esetafet kepemimpinan berikutnya. Dilandasi dengan semangat perjuangan untuk perbaikan moralitas, mereka berdua memasukkan upaya peningkatan kehidupan keagamaan ini kedalam visi misi yakni “terwujudnya masyarakat yang mandiri, berakhlak mulia dan sejahtera”. (bersambung)