Oleh: Dinnar Fitriani Susanti
Idul Adha yang lebih familiar disebut dengan lebaran haji, melekat dengan ibadah haji. Tahun ini sekitar dua ratus ribu jamaah haji yang menunaikan rukun Islam ini.
Idul Adha yang dilaksanakan tanggal 10 Dzulhijjah setiap tahunnya adalah wujud penerapan Syari’ah Allah.
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, sangat identik dengan pengorbanan totalitas seorang hamba.
Darinya sebagai manusia, maka sudah selayaknya amal pengorbanan totalitas kita merujuk pada keteladanannya.
Namun, di era kekinian yang begitu derasnya arus sekulerisme, makna pengorbanan pun semakin tergerus minimalis. Seakan-akan pengorbanan hanya bagi mereka yang mampu saja, pengorbanan hanya oleh masjid-masjid saja tanpa campur tangan kelola negara.
Pelaksana pengorbanan dan Idul Adha, sebatas seremonial berlangsungnya Dzulhijjah. Sangat miris melihat kondisi umat Rasulullah saat ini.
Bahkan beberapa belakangan saat ini, Idul Adha terbagi-bagi dari sisi pelaksanaan waktu yang terbatasi paham nasional.
Maka dari sini perlu perenungan kembali makna hakiki pengorbanan dan pelaksanaan Idul Adha agar Allah ridhoi seluruh pengorbanan negeri ini.
Syariah Kaffah Menuntun Qurban
Islam sebagai sebuah ideologi yang Kaffah (sempurna) mampu mensuasanakan pengorbanan total seluruh hamba.
Maka, kepala Negara atau Khalifah wajib mengikuti syariah untuk pelaksanaannya. Mulai dari menetapkan kapan dimulainya awal Dzulhijjah hingga mekanisme pembagian hewan qurban.
Jadi, suasana pengorbanan ini pun akan terasa di seluruh dunia, tidak hanya wilayah pelaksanaan ibadah haji saja. Khalifah akan bertanggung jawab penuh agar suasana pengorbanan ini totalitas adalah ibadah meraih ridho Allah.
Dan Qurban disebut Udiyah. Dalam fiqih, udiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari nahar dengan niat untuk mengerjakan kesunnahan.
Hukumnya sunnah sebagaimana sabda Nabi, jika kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang diantara kalian ingin menyembelih maka hendaknya, dia tidak memotong rambut dan kukunya.
Sabda Nabi, yang menyatakan bahwa salah seorang diantara kalian ingin menyembelih mempunyai konotasi sunnah, bukan wajib.
Qurban ditetapkan terhadap orang yang memenuhi syarat berikut, pertama Islam. Karena qurban merupakan ibadah dan ibadah tidak diberlakukan kecuali terhadap kaum Muslim sedangkan non muslim tidak.
Kedua, Muqim, qurban hanya berlaku bagi orang yang bermukim bukan musafir. Ketiga, kaya, Qurban hanya berlaku bagi orang yang mempunyai nafkah untuk hari raya dan dana untuk Qurban dan telah menyelesaikan kebutuhan dasarnya seperti sandang, papan dan pangan, ditambah kesehatan pendidikan dan keamanan.
Keempat, tidak harus baligh dan berakal, qurban boleh dilakukan oleh wali anak-anak kecil dan orang gila. Karena qurban merupakan nafkah yang diberikan secara ma’ruf yang disyariatkan untuk harta.
Kelima, niat. Niat berqurban bisa membedakan antara sembelihan yang merupakan tradisi dengan qurban yang merupakan ibadah.
Keenam, korban orang yang berhutang. Membayar hutang harus didahulukan ketimbang berqurban meski orang yang berhutang tersebut tidak ditagih untuk membayar hutangnya.
Ketujuh, qurban untuk orang yang sudah meninggal. Pengqurban boleh diperuntukkan bagi orang yang sudah meninggal, dan insya Allah bermanfaat bagi mayit.
Kedelapan, menyembelih dengan tangan sendiri. Bagi orang yang berqurban lebih baik menyembelih qurban dengan tangannya sendiri atau menyaksikan sembelihannya, meski boleh juga digantikan oleh orang lain.
Adapun syarat hewan ternak sebagai berikut, pertama, hewan ternak. Hewan ternak tersebut adalah unta, sapi, kerbau, kambing dan biri-biri.
Kedua, umur disyariatkan untuk unta, sapi dan kerbau harus tsania. Untuk unta harus 5 tahun, untuk sapi dan kerbau harus 2 tahun, kambing dan biri-biri atau mais harus satu tahun. Dan kambing domba disyariatkan harus 6 bulan.
Jumlah kurban satu domba atau biri-biri boleh untuk satu orang atau satu keluarga, misalnya seorang pria dan anak-anaknya.
Satu unta atau sapi untuk 7 orang.
Keempat, selamat dari cacat yang berat, qurban adalah persembahan yang dipersembahkan kepada Allah, sehingga haruslah yang terbaik.
Karena itu qurban ini syaratnya harus selamat dari cacat yang berat. Cacat berat, antara lain buta, pincang, telinga, tangan dan kaki terpotong sakit dan kurus sekali.
Rasulullah bersabda, ada empat hewan yang tidak boleh dijadikan qurban buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya ketika jalan dan hewan yang sangat kurus serta tidak memiliki sumsum.
Qurban juga harus dipilih dari hewan yang paling disukai, karena apa yang paling disukai oleh seseorang jika digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah maka itu lebih baik ketimbang yang lain meski keduanya nilainya sama waktu penyembelihan.
Penyembelihan hewan qurban dimulai setelah salat Idul Adha dari tanggal 10 Dzulhijjah hingga matahari tenggelam pada tanggal 13 dzulhijah.
Tempat penyembelihan apa saja yang disembelih pada hari-hari nahar di tanah halal selain tanah haram Mekkah disebut qurban atau udiyah, sedangkan apa yang disembelih pada hari-hari nahar di tanah haram disebut hadyu.
Penggantian qurban jika membeli kambing dan diniatkan sebagai kurban, maka hewan qurban boleh diganti yang lain, jika pertama hewan qurban tersebut cacat.
Maka boleh diganti dengan yang lain.
Kedua, jika ingin mengganti diganti dengan yang lain yang lebih baik tanpa cacat. Ketiga, tidak boleh diganti dengan dirham
Jika ini dilakukan maka statusnya sedekah biasa bukan qurban. Memanfaatkan daging qurban disunahkan untuk daging qurban sepertiga untuk disedekahkan, sepertiga untuk dimakan dan sepertiga untuk dihadiahkan. Daging qurban yang dimakan boleh disimpan pada saat lapang tetapi pada saat sulit terjadi kemiskinan dan putus asa makruh disimpan. inilah beberapa ketentuan hukum fiqih tentang qurban.
Betapa luar biasanya fiqh qurban ini jika dilaksanakan oleh seluruh umat manusia, jika hal ini dilakukan langsung oleh Khalifah. Suasana pengorbanan bisa dirasakan dan tidak sebatas seremonial Dzulhijjah saja. Dan suasana seperti ini akan bisa diraih ketika pengorbanan total mewujudkan Islam Kaffah dalam bingkai Khilafah.