JAKARTA, (MO) – Peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) masih terpasung dengan Undang-Undang (UU), sehingga belum mampu berperan banyak dalam proses pembuatan UU, dan proses lainnya yang menyangkut masyarakat daerah.
Ketua DPD Irman Gusman mengatakan, UU yang mengatur DPD sebenarnya bertentangan dengan Konstitusi, dan berakibat peran legislasi dari DPD tidak terlaksana dengan baik.
“Inkonstitusionalitas itu membuat wewenang DPD dalam semua proses legislasi menjadi tidak terlaksanakan dengan baik, bahkan bisa dikatakan termandulkan. Hanya lantang gaungnya, tapi kosong dalam gigitannya,” katanya di Jakarta, hari ini.
Dia mengungkapkan, UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan belum mendapat asupan aspirasi wakil rakyat daerah.
Sehingga, aturan tersebut bukanlah aspirasi sejati dari para wakil rakyat daerah, karena banyak hal yang luput dari kondisi konstitusional yang seharusnya terjadi.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Nudirman Munir mengatakan, produk perundangan-undangan yang mengatur DPD merupakan produk terbaik. Namun, ada komunikasi yang kurang intensif antara DPR dan DPD dalam menjalankan tugas pengawasan maupun legislasi.
Nudirman menjelaskan, kewenangan yang dimiliki DPD tertera pada pasal 22D ayat (2) UUD 1945, menegaskan bahwa DPD hanya ikut membahas RUU terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pemekaran, pengelolaan sumber daya alam atau ekonomi.
“Kata ‘dapat’ bermakna tidak harus, sedangkan kata ‘berhak’ bermakna memiliki hak atau kewenangan. Jadi, tidak tepat jika kata ‘dapat’ dan ‘berhak’ disamakan maknanya,” ucap Nudirman.
(sindonews/antara)