“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan, ‘Jadilah, lalu terjadilah’,” surah al-An’am ayat 73. Inilah ayat yang membuat seorang wanita Amerika, Linda Koloctronis, mulai tertarik dengan Islam.
Pada mulanya, ia membaca Alquran untuk mencari kesalahan di dalamnya. Namun, konsep kun fayakun dalam surah tersebut telah mengubah niatnya. Mengapa? Karena ia telah mengenal konsep kekuasaan Allah itu sejak kecil, jauh sebelum ia mengenal Islam.
Perjalanan Linda hingga mendapat hidayah cukup panjang. Saat ini, ia telah berislam sekitar 26 tahun dan menjadi seorang penulis buku Islam yang didominasi fiksi Islami. Beberapa karyanya, yakni, Islamic Jihad: An Historical Perspective (1990), Innocent People (2003), Echoes (2006), Rebounding (2006), Turbulence (2007), Ripples (2008), dan Silence (2009).
Linda memeluk Islam saat usianya 23 tahun. Hingga mendapat cahaya hidayah, Linda mengalami pengalaman hidup yang tak singkat. Sejak kecil, ia dibesarkan dekat dengan gereja Lutheran. Ia juga mengenyam sekolah dasar di sekolah Lutheran. Ia bahkan bercita-cita menjadi menteri yang kemudian dapat menyebarkan Lutheranisme. Namun, di perjalanannya meraih cita inilah Linda justru menemukan Islam.
Atas keinginannya menjadi menteri Lutheran, Linda pun kuliah di Truman State University (Northeast Missouri State University). Gadis keturunan Yunani-Jerman ini begitu menggebu dalam mendakwahkan paham Luther. “Untuk mengejar mimpiku, aku pindah ke sebuah universitas negeri dua ratus mil jauhnya dari rumah. Di sana aku segera menghubungi pendeta dari gereja Lutheran setempat dan mengatakan kepadanya bahwa aku ingin membantu apa saja yang aku bisa. Sebagai tugas pertama aku dikirim sebagai wakil pendeta untuk menyambut mahasiswa internasional baru. Saat tugas itulah, aku bertemu Muslimin untuk kali pertama,” kisah Linda.
Linda bertemu dengan seorang mahasiswa Muslim asal Thailand bernama Abdul Mun’in. Pertama kali bertemu, Linda merasa asing dengannya. Linda terheran dengan kebiasaan pria Thailand itu yang sering kali menyebut kata “Allah” dalam setiap ucapannya. Itulah kontak pertama Linda dengan Islam.
Linda kemudian mengetahui bahwa pria itu menganut agama Islam. Kesan pertama Linda adalah merasa kasihan dengannya. Ia pun berpikir untuk mendakwahkan Kristen kepada Abdul Mun’im.
“Aku mengajaknya ke gereja. Ia memenuhi ajakanku, namun ia membawa salinan Alquran. Aku pun sangat malu melihatnya. Ia pun justru memberitahuku sedikit tentang apa itu Islam dan Alquran,” ujar Linda mengenang.
Linda tak tahu banyak tentang Islam, kecuali agama yang buruk. Ia selalu mendengar Islam dalam sudut pandang negatif. “Selama tahun 1960-an, banyak kulit putih di Amerika percaya bahwa Muslim kulit hitam berencana menggulingkan masyarakat kulit putih Amerika,” kata Linda.
Setelah kejadian itu, Linda putus kontak dengan Abdul Mun’im. Di saat itu pula, semangat Linda menjadi menteri Lutherian mulai pupus. Ia ditolak banyak gereja dengan alasan ia seorang wanita. “Tahun 1970-an banyak gereja menolak untuk menahbiskan perempuan. Perempuan dilarang berbicara di gereja,” ujar Linda.
Karena mendapat banyak penolakan, Linda pun kemudian belajar di Lutheran School of Theology di Chicago. Di sana ia memulai pelatihan pelayanan gereja. Namun, saat belajar, ia justru mendapatkan kekecewaan dari seorang profesor yang mengatakan bahwa Alkitab tak sempurna. Linda pun kemudian segera meninggalkan Chicago.
Akhirnya, ia memilih bekerja sebagai seorang sekretaris. Ia pun memiliki banyak waktu luang. Di sela-sela waktunya itulah, ia kembali mengingat Islam dan tertarik mengetahuinya lebih lanjut. “Suatu hari aku pergi ke toko buku dan membeli terjemahan paperback dari Alquran. Aku merupakan seorang sarjana filsafat dan agama. Jadi, pastinya aku memiliki keterampilan yang aku butuhkan untuk mengekspos kesalahan dalam Alquran yang dengannya aku dapat membuka mata teman-teman Muslimku bahwa mereka salah,” ujar Linda percaya diri.
Namun, saat membaca Alquran, Linda kalang kabut. Ia tak mendapati kesalahan ataupun inkonsistensi dalam kitabullah. Hingga tiba ia di surah al-An’am ayat 73. Linda begitu terpesona dengan pahamkun fayakun.
“Saat masih kecil, aku sering menghadiri sekolah minggu dan sekolah Alkitab saat liburan. Di sana aku belajar tentang bagaimana Allah menciptakan dunia. Tuhan berkata, ‘Jadilah terang’, dan jadilah ia. Dari situ aku mulai bertanya-tanya, mengapa konsep itu sama. Apakah Allah dalam Islam adalah Tuhan yang sama yang selalu aku sembah?” ujar Linda bertanya-tanya.
Ia pun mengaku makin mempelajari Islam setelah membaca ayat tersebut. Itulah kali pertama Linda merasakan ketertarikan akan Islam. “Aku merasa seolah-olah aku telah menginjak-injak air dan akhirnya aku menemukan tanah,” demikian perasaan Linda setelah banyak mengetahui tentang Islam.
Memeluk Islam
Setelah memiliki banyak pertanyaan, Linda mendapat jawaban dari teman-teman Muslimnya, termasuk Abdul Mun’im. Tak lama, Linda pun memutuskan bersyahadat. Saat itu, tepat pada Ramadhan, ia mengucapkan syahadat di masjid kampus tempatnya menempuh gelar master.
Linda pun mengubah namanya menjadi Jamilah. Ia tak langsung mengenakan jilbab. Setelah beberapa bulan berislam, ia baru merasakan keinginannya untuk menutup aurat. Bertahap, Linda memantapkan diri menjadi seorang Muslimah. Lalu setelah beberapa waktu, Linda menikah dengan Abdul Mun’im. Keduanya membangun rumah tangga yang dipenuhi pendidikan Islam.(rmol)