Oleh: Intan Marfuah
Aktivis Muslimah
Sebanyak 66 titik panas terdeteksi di Kalimantan Timur (Kaltim) oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Balikpapan, sepanjang Jumat (18/8). (CNN Indonesia).
Terdeteksinya 66 titik panas di Kaltim tersebut diharapkan membuat pihak terkait melakukan penanganan agar tidak terjadi kebakaran hutan.
“Sebanyak 66 titik panas itu terpantau sepanjang Jumat (18/8) mulai pukul 01.00 hingga 24.00 WITA,” ujar Koordinator Bidang Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Aji Muhammad Sulaiman – Sepinggan Balikpapan Diyan Novrida di Balikpapan, seperti dilansir Antara, Sabtu (19/8).
Titik panas adalah indikator kebakaran hutan atau lahan (karhutla) yang terdeteksi dari suatu lokasi dengan suhu relatif tinggi dibandingkan dengan suhu di sekitarnya.
Sebaran 66 titik panas di Kaltim itu, kata dia, telah diinformasikan kepada pihak terkait, termasuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
66 titik panas yang terpantau sepanjang Jumat, merupakan titik panas baru di lokasi berbeda. Sebanyak 66 titik panas ini tersebar di enam kabupaten yakni Paser (6), Kutai Barat (3), Kutai Timur (21), Kutai Kartanegara (27), Berau (1), dan Kabupaten Mahakam Ulu (8).
Diyan Novrida mengajak semua lapisan masyarakat untuk saling menjaga dan waspada dengan terdeteksinya 66 titik panas di Kaltim tersebut.
Masyarakat diminta tidak membuang puntung rokok sembarangan, kemudian juga tidak melakukan pembakaran saat mengelola lahan.
“Rinciannya antara lain 21 titik di Kutai Timur tersebar pada tujuh kecamatan yakni Sangatta Utara (2), Bengalon(9), Busang(3), Kongbeng(1), Muara Bengkal (1), Rantau Pulung (3), dan Kecamatan Telen(2). Semua titik panas tersebut memiliki tingkat kepercayaan menengah,” jelas Diyan.
Saat ini sedang berlangsung musim kemarau yang menyebabkan banyak daun dan ranting mengering, sehingga sangat rawan terjadi karhutla.
Sebelumnya Rabu 16 Agustus, BMKG Balikpapan juga mendeteksi 97 titik panas di satu kota dan enam kabupaten yakni Kota Balikpapan satu titik, Kabupaten Paser 12, Kutai Barat lima titik, Kutai Timur 35, Kutai Kartanegara 34 titik, Berau sembilan titik, dan Kabupaten Mahakam Ulu ada satu titik panas. Namun, titik panas tersebut sudah padam, setelah diinformasikan ke pihak terkait dan langsung dilakukan penanganan. (CNN Indonesia, Sabtu,19-Agustus-2023)
Sebagaimana diketahui kebakaran hutan yang terjadi ini bukan pertama kalinya. Hampir setiap tahun kebakaran hutan melanda negeri ini.
Penyebabnya pun bermacam-macam, mulai dari faktor alam hingga faktor ulah manusia yang sengaja membakar hutan untuk pembukaan lahan. Kebakaran hutan sangat membahayakan jiwa manusia, sebab asap yang dihasilkan bisa menimbulkan polusi udara.
Dampak lainnya adalah ancaman pemukiman warga. Selain itu, asap dari karhutla juga berpotensi membahayakan jalur penerbangan yang tentu berisiko terhadap keselamatan penumpang.
Permasalahan kebakaran hutan sejatinya tidak lepas dari buruknya penanganan lahan hutan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah.
Pasalnya selama ini pembukaan lahan hutan melalui pembakaran memang diperbolehkan jika memenuhi syarat yang di tetapkan UU. Di sisi lain negara juga gagal memberikan sanksi yang tegas pada pelaku pembakaran hutan secara liar.
Kebakaran hutan juga diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap persoalan ini, akibat gagalnya edukasi di tengah-tengah masyarakat. Semua ini tidak lepas dari ekonomi kapitalis yang memengaruhi negeri ini.
Dalam sistem ekonomi kapitalis, hutan dan lahan dipandang sebagai milik negara bukan milik rakyat.
Karena itu negara dipandang berwenang menyerahkan kepemilikannya kepada pihak swasta atau korporasi dalam mengelola dan memanfaatkan hutan dan lahan yang ada.
Tentu saja mindset korporasi sebagai pemilik modal adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa mengeluarkan modal yang besar.
Sementara aktivitas membakar hutan dalam pembukaan lahan adalah cara termudah dan sesuai target bisnis para korporat.
Karena itu akar persoalannya adalah kapitalisme yang telah membiarkan kaum kapitalis mengeruk untung dari kebakaran hutan.
Sementara negara hanya bertindak sebagai regulator yang memuluskan penguasaan lahan oleh para korporat melalui kebijakan negara.
Bencana kebakaran dan hutan hanya akan bisa diakhiri secara tuntas dengan sistem Islam.
Hutan memiliki fungsi ekologis dan hidrologis termasuk paru-paru dunia yang di butuhkan oleh puluhan juta jiwa.
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara,yaitu padang rumput/hutan,air,dan api.” (THR. Abu Dawud)
Para ulama terdahulu sepakat bahwa air sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang
rumput (hutan) adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki/dikuasai oleh seseorang atau hanya sekelompok orang.
Dengan demikian berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadits tersebut bukan karena zatnya tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak(komunitas) dan jika tidak ada maka mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya.
Oleh karena itu, Islam menetapkan negara adalah pihak paling bertanggung jawab menjaga kelestarian fungsi hutan.
Rasulullah Saw bersabda ,yang artinya: “Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalanya (rakyatnya).”
(THR. Muslim). Artinya apapun alasannya negara haram bertindak sebagai regulator bagi kepentingan korporasi dalam mengelola hutan.
Sebaliknya negara wajib bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya dalam pengelolaan hutan termasuk pemulihan fungsi hutan yang sudah rusak serta antisipasi pemadaman bila terbakar.
Selain itu, penyerahan pengelolaan hutan pada pihak korporasi hingga berujung aktivitas pembakaran dan kerusakan fungsi hutan sumber bencana bagi jutaan orang adalah sesuatu yang di haramkan dalam Islam.
Islam juga tidak mengenal hak konsesi karena pemanfaatan secara istimewa (himmah) hanyalah pada negara, dengan tujuan kemaslahatan islam dan kaum muslimin.
Rasulullah Saw bersabda, yang artinya: “Tidak ada himmah (hak pemanfaatan khusus) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya”. (HR. Abu Daud).
Jika ternyata masih terjadi kebakaran hutan dan lahan maka wajib segera ditangani oleh pemerintah karena pemerintah wajib memperhatikan urusan rakyatnya dan memelihara kemaslahatan mereka.
Namun tentu saja hal ini didukung oleh pendidikan untuk membangun kesadaran masyarakat dalam mewujudkan kelestarian hutan.
Semua ini hanya bisa diwujudkan penerapan syariah Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah islam.