PANYABUNGAN (MO) – Permintaan terhadap buah kolang-kaling terus meningkat di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) sejak memasuki bulan Ramadan. Peningkatan permintaan ini menjadi momen tersendiri bagi pemetik buah aren ini untuk menambah inkam keluarga.
Bagaimana pengolahan buah ini dari kondisi bergetah gatal kepada layak konsumsi? Mawar (16) seorang pengolah kolang kaling dari Desa Sipapaga Kecamatan Panyabungan menceritakan porosesnya, Senin (23/7).
Dijelaskannya, kolang-kaling bersifat kenyal berbentuk lonjong dan berwarna putih transparan ini mempunyai rasa yang menyegarkan. Kolang kaling yang dalam bahasa Belanda biasa disebut glibbertje ini adalah biji pohon aren yang dagingnya bergetah.
Untuk membuat kolang-kaling, para pengrajin kolang kaling biasanya merebus buah aren muda sampai matang, kemudian dikelupas mengeluarkan bijinya untuk direbus kembai selama beberapa jam. Biji yang sudah direbus tersebut kemudian terfermentasikan dengan cara direndam dengan larutan air kapur selama beberapa hari.
“Kolang-kaling memiliki kadar air sangat tinggi, hingga mencapai 93,8% dalam setiap 100 gram-nya. Kolang kaling juga mengandung 0,69 gram protein, empat gram karbohidrat, serta kadar abu sekitar satu gram dan serat kasar 0,95 gram. Selain memiliki rasa yang menyegarkan, mengonsumsi kolang kaling juga membantu memperlancar kerja saluran cerna manusia,” katanya.
Kandungan karbohidrat yang dimiliki kolang kaling bisa memberikan rasa kenyang bagi orang yang mengonsumsinya, selain itu juga menghentikan nafsu makan dan mengakibatkan konsumsi makanan jadi menurun, sehingga cocok dikonsumsi sebagai makanan diet.
“Hari-hari biasa kami membuat gula aren dari air nira. Di Bulan Ramadan pengrajin gula aren mengubah haluan ke kolang-kaling karena banyak permintaan,” ujaranya.
Dijelaskannya, dalam pengolahan dia bersama keluarganya bisa memperoleh 30 hingga 40 Kg kolang kaling per harinya dengan harga dijual di tingkat penampung sekitar Rp.3.000 per Kg.
“ Biasanya kita hanya melakukan pengolahan saja, setelah menjadi kolang-kaling langsung dijemput oleh pedagang pengumpul, dan kita tidak lagi menjualnya ke pasar-pasar, tetepi ini hanya setiap bulan puasa saja,” imbuhnya.
Sementara itu, Muksin seorang pedagang kolang kaling menyatakan bahwa memasuki bulan puasa permintaan konsumen meningkat.
“Permintaan kolang-kaling itu selalu meningkat padabulan Ramadhan seperti ini. Jadi ini sudah menjadi bahan makanan ringan untuk berbuka puasa yang sangat disukai oleh masyarakat,” katanya. (mar)
baiklah..trims infonya