JAKARTA, (MO) – Direktur Bidang Politik dan Jaringan Indonesian Human Rights Committee for Social Justice, Ridwan Darmawan, menilai Undang-undang yang membolehkan mantan narapidana korupsi dan narkoba bisa maju menjadi Calon Legislatif 2014 memang membuat dilematis.
“Di satu sisi, itu hak politik setiap orang sesuai prinsip HAM, di sisi lain kondisi penegakan hukum bagi koruptor juga belum maksimal,” kata dia dalam pesan singkat kepada Okezone, Jumat (15/3/2013).
Menurut Ridwan, kondisi nasional memang sedang darurat korupsi. Dia mengatakan aturan Komisi pemilihan Umum (KPU) soal mantan narapidana korupsi dan narkoba, meski membuat miris, namun sudah sesuai Undang-Undang Pemilu Nomor 8 Tahun 2013.
“Apa boleh buat. Tinggal bagaimana parpol dan rakyat pemilihnya yang mempraktekkannya di lapangan. Jika Parpolnya antikorupsi, sebaiknya jangan calonkan mantan koruptor. Jika rakyatnya cerdas, jangan pilih caleg mantan koruptor,” ungkapnya.
Apalagi, Ridwan melanjutkan, Mahkamah Konstitusi juga sudah mengeluarkan putusan yang menguatkan keberadaan undang-undang ketika diuji materi.
“Dalam Putusan tersebut MK menyatakan pasal pelarangan bagi mantan napi mencalonkan diri jadi caleg dinyatakan inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional),” kata Ridwan seraya menyatakan bahwa syarat yang ditetapkan MK memang antara lain, berlaku berbatas waktu hanya lima tahun sejak terpidana selesai menjalani masa hukuman.
Seperti diketahui, KPU memperbolehkan mantan narapidana, tak terkecuali napi kasus korupsi dan narkoba, maju menjadi Anggota Dewan. Salah satu syaratnya, harus bebas lima tahun sebelum pemilihan digelar.
KPU mengklaim mantan narapidana berhak maju berdasarkan Undang-undang Pemilu No. 8 Tahun 2012.(viva)