(Banyak tokoh besar pernah belajar di sekolah ini. Mulai dari Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, sastrawan nasional Mohamed Kasim Dalimunthe, Menteri Pendidikan Soetan Goenoeng Moelia hingga anggota Konstituante)
Rangkuman ringkas : Askolani Nasution
Tiada banyak cerita saya tentang SD 01 Kotanopan, ketika dua minggu yang lalu saya datang ke sekolah ini. Dulunya sebagai sekolah HIS (Hollandsch-Inlandsche School) Kotanopan, sekolah dasar Boemi Boetra.
Setelah merdeka, namanya berubah menjadi SR 1 Kotanopan. Sekolah ini tentulah menggunakan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Lama sekolahnya tujuh tahun. Sekolah-sekolah HIS adanya sejak tahun 1914 sebagai dampak Politik Etis. Awalnya untuk mencetak karani, tenaga-tenaga administrasi Pemerintah Kolonial. Tapi akhirnya, para lulusannya malah menggagas Indonesia Merdeka.
Adalah tokoh kita, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, ianya murid di sekolah ini dulu. Berangkat subuh dari Hutapungkut, kadang-kadang naik bendi ke Kotanopan, sampai di rumah pukul 15.00 WIB. Tiadalah beliau jemu setiap hari bersekolah serupa itu.
Di sekolah ini pula ada diperdengarkan cerita “Si Bisuk Na Oto” yang diceritakan oleh Guru Kasim, atau Mohamed Kasim Dalimunthe. Beliau guru Tata Bahasa di sekolah ini hingga tahun 1935. Kelak menjadi sastrawan penting Indonesia Angkatan Balai Pustaka, bahkan dinobatkan sebagai Bapak Cerpen Indonesia.
Guru lainnya sekaligus sebagai kepala sekolahnya adalah Soetan Goenoeng Moelia, lulusan Sekolah Guru Eropah. Setelah berhenti mengajar dari Kotanopan, beliau melanjutkan sekolah ke Belanda hingga meraih Ph.d dan Profesor, lalu menjadi Menteri Pendidikan kedua setelah Ki Hajar Dewantara di masa Soekarno.
Ada juga Soetan Oloan dan Pangulu Lubis, atau yang terkenal dengan Guru Batak yang berasal dari Pakantan. Pangulu Lubis adalah kakek dari AP Parlindungan yang pernah menjadi Rektor USU. Juga Sutan Endar Bongsu dan Sutan Soripada Mulia yang terkenal sebagai tokoh pendidikan penting dan anggota Konstituante. Tiada terceritakan betapa hebatnya peran pencerdasan mereka.
Alkisah, SD Kotanopan dulunya berbentuk panggung dengan atap baja, berdinding kayu, rangka kayu, dan tangga kayu. Jendelanya besar, kalau dibuka bersuara keras. Bangku dan meja didesain menyambung. Meja dibentuk dengan kemiringan tertentu agar murid-murid nyaman menulis dan menggambar. Sebab, meja yang datar tentulah membuat murid duduk membungkuk. Dan di atas papan tulis yang berkaki tiga dengan cat hitam mengkilat, ada tulisan besar “Doedoek Memboengkoek akan Merusakkan Mata.” Itu pelajaran dasar sikap peserta didik, sekaligus pelajaran dasar-dasar huruf sejak masa kolonial.
Tentulah pula banyak kisah-kisah yang masih tersimpan di sekolah ini begitu rupa. Tak hendak tidur pula nanti kita kalau saya tuturkan semua. Dan tak hendak aku bercemarut betapa semua telah berubah kiranya. Niscaya semuanya bolehlah menjadi sesuatu penyemangat bagi kita untuk selalu berpikir merdeka. Dan sesiapapun hendaknya yang membaca markat ini, bolehlah sedia untuk berdoa, semoga sekolahan kita makin baik adanya di Mandailing Natal. Merdeka!