Catatan: Dahlan Batubara
Pemimpin Redaksi Mandailing Online
Pada tanggal 28 April 2021 KPU Madina menyatakan menunda penetapan pemenang Pilkada Madina.
Padahal sejatinya jadwal Penetapan Calon Terpilih adalah tanggal 30 April 2021 sampai dengan 3 Mei 2021.
Tetapi, pada hari Sabtu tanggal 1 Mei 2021 Ketua KPU Madina, Fadillah Syarif berbalik arah. Kepada media massa Fadillah menyatakan bahwa penetapan pemenang Pilkada Madina akan diumumkan tanggal 3 Mei 2021.
Kebijakan tidak menunda ini, kata Fadillah, setelah KPU Madina melakukan konsultasi ke KPU RI/KPU Sumut dimana hasil konsultasi itu menyatakan bahwa jadwal tidak bisa diubah walau ada PHP ke MK.
Pertanyaan pertama: mengapa KPU Madina tiba-tiba menyatakan menunda pemenang Pilkada?
Pertanyaan kedua: mengapa tiba-tiba juga KPU Madina akan mengumumkan pemenang Pilkada pada 3 Mei?
Simpul kedua pertanyaan di atas adalah: mengapa KPU Madina begitu mudah menunda dan begitu mudah pula mencabut penundaan?
Ada apa ini? Apakah menunda dan mencabut penunandaan itu semudah membalik telapak tangan?
Adakah pelanggaran prosedur di dalam “begitu mudahnya membalik telapak tangan” ini?
Bolehkah di dalam sistem ke-KPU-an suatu kebijakan dilakukan dengan semudah “membalik telapak tangan” oleh para komisioner-komisionernya?
KPU Madina menyatakan bahwa alasan penundaan pemenang adalah karena KPU Madina memperoleh tanda terima Mahkamah Konstitusi Pengajuan Permohonan Online Nomor 13/PAN.ONLINE/2021 dengan Pokok Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati Mandailing Natal Tahun 2021 Tanggal 28 April 2021 Pukul 15.45 WIB yang diajukan oleh Pasangan Calon Drs. H. Dahlan Hasan Nasution dan H. Aswin.
Alasan itu dimuat KPU Madina dalam konsideran poin 3 pada surat penundaan Nomor 736 /PL.02.7-SD/1213/KPU-Kab/IV/2021 tanggal 28 April 2021 tentang Penundaan Penetapan Calon Terpilih Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mandailing Natal Tahun 2020.
Di surat itu KPU melampirkan tanda terima online MK tersebut.
Di surat penundaan itu KPU Madina tidak menyatakan sampai kapan penundaan itu dan kapan dilakukan penetapan pemenang Pilkada Madina.
KPU Madina hanya menyatakan bahwa KPU Madina masih akan berkonstulasi meminta petunjuk kepada KPU RI dan/atau KPU Provinsi Sumatera Utara.
Dan KPU Madina juga menunggu Registrasi Perkara (BRPK) dan Jadwal Persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) dari Permohonan Gugatan oleh MK.
Pertanyaan inti adalah: darimana KPU Madina memperoleh tanda terima permohonan PHP MK tersebut secara sah?
Apakah MK yang menyurati/memberitahu KPU RI dan atau KPU Madina?
Anehnya: di dalam surat penundaan KPU Madina itu tidak berkonsideran adanya pemberitahuan dari MK kepada KPU RI atau KPU Madina, juga tidak ada konsideran surat dari KPU RI. Pun tidak ada konsideran PKPU dan atau Surat Edaran dari KPU RI yang memuat prosedur PHP pasca PSU sebagai dasar surat.
Apakah UU/PKPU membenarkan atau membolehkan KPU Madina mengambil kebijakan sendiri, tanpa ada dasar surat/PKPU/SE apapun dari KPU RI?
Dan pula, surat penundaan itu tidak ada menyebut berita acara pleno KPU Madina sebagai dasar surat, padahal pleno KPU bersifat wajib.
Yang menjadi pertanyaan lebih lanjut: mengapa lebih dahulu terbit surat penundaan KPU Madina dibandingkan konsultasi kepada KPU RI dan atau KPU Sumut? Bukankah seharusnya konsultasi terlebih dahulu, barulah terbit surat penundaan itu?
Perubahan-perubahan kebijakan KPU Madina yang demikian cepat itu sangat kontras dengan kebijakan KPU Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumut.
KPU Labuhanbatu Selatan tetap pada jadwal yakni menetapkan tanggl 1 Mei 2021 sebagai hari pleno terbuka penetapan pasangan pemenang Pilkada.
Padahal kasus Madina dan Labuhanbatu Selatan senasib: sama-sama ada gugatan PHP PSU ke MK.***