Karya: Rina Youlida Nurdina
Mentari bersinar menukik ceria, tapi angin masih segar meraba
Berhembus menyapu kulit serasa berirama, menyapa dengan lembut penuh aroma
Sungguh pagi yang amat indahnya, di depan pintu gerbang saat tiba
Berdiri Tuan yang rupawan menggoda, penuh pesona dengan senyum menawannya
Menjulurkan tangan ramah hendak menyapa, apalah daya Nona yang terpesona
Pada Tuan yang sejak lama didamba, dalam rahasia yang tak sia-sia
//
Tuan menyapa dengan irama, berdendang hati Nona dibuatnya
Ternyata sama damba yang dirasa, Tuan juga simpan rasa
Kisah cinta waktunya dimula, jadi saksi angin dan mentari pun bersedia
Tuan dan Nona kini diantaranya, Mulai saling memberi tanda
Saling pandang Tuan dan nona Merjut tali saling mencari cara
Agar nanti Tuan dan Nona, dapat menjalin kasih dalam rahasia
//
Rabu adalah hari yang sempurna, 31 tepat tanggalnya
Bulan Oktober di akhir waktunya, musim hujan memang masanya
Mengundang dingin merasuk amat dalamnya, memasuki jam waktu malam tiba
Nona menyapa dinginnya udara, Menatap nanar dari balik celah daun jendela
Sungguh tiada siapa dapat menyangka, Nona sedang merasakan bahagia yang amat nyata
Karena kini bayang tuan bermain dalam jiwa, seolah mimpi lama yang kini jadi nyata
//
Tuan datang secara tiba-tiba, terlihat ceria dari atas kereta kuda
Nona tersipu malu dari balik jendela, cubit pipi merah yakinkan itu nyata
Dan sungguh amat sakit itu terasa, yakinlah nona itu nyata adanya
Nona berlari dengan ceria, melalui pintu berdaun dua, menghampiri Tuan yang tersenyum menggoda
Dingin menjalar menggerayangi raga, Nona memandang tuan di atas kereta kuda
Tiada satupun keluar kata, dari bibir masing-masing si pemilik jiwa
Namun dapat terbaca dari pancaran mata, bahwa tuan dan Nona saling mendamba
//
Tanpa berucap sepatah kata dari atas kereta kuda, Tuan menarik tangan dingin Nona
Kini jarak tiada batasnya, nafas hangat Tuan terasa membelai pipi Nona
Membakar gairah insan yang dilanda asmara, dua telapak tangan Tuan menyentuh pipi Nona
Membuat jantung Nona berdegup dengan kencangnya, kala bibir Tuan menyapa lembut kening Nona
Tuan yang tetap berada di atas kereta kuda, berpijak pada sebongkah batu berdiri si Nona
Panorama yang jadi tontonan alam semesta, dua insan yang dilanda cinta
//
Rembulan malam menarik waktu, suara cicak dan jam dinding saling beradu
Tuan datang dengan alat musik tanpa ditandu, seperti cenderawasih jantan datang hendak menggoda syahdu
Si Nona yang sudah jatuh dalam peluk dan rayu
Ku menanti seorang kekasih judul lagu, didendangkan Tuan untuk Nona yang tersipu malu
Hingga makin dalam gejolak Tuan dan Nona untuk bertemu, membalas jarak yang dulu dipisahkan waktu
Mengapa baru sekarang Tuan datang padaku, kata nona dalam dekapan rindu
Apakah Tuan tiada pernah tahu, Nona ini tiada pernah menepis indahmu
//
Walau tuan jauh selalu, tapi Nona sabar selalu menunggu
Menanti dan selalu berharap Tuan akan dibawa oleh waktu
Seharusnya Nona jangan menaruh rasa pada tuanku
Namun kini sudah sungguh terlambat Tuanku, mendarah daging kini rasa cinta itu
Tuan menjadi pusat alam semesta si Nona yang lugu
Namun Nona pasrah meski pilu, menanggung sakit luka yang akan datang dibawa oleh waktu.
//
Tahukah kau Tuanku, Nona selalu merindukanmu
Walau Nona selalu berusaha melawan rindu, tapi di mimpipun tuan tetap mengganggu
Nona merindu tanpa bisa menyatakan perasaan wahai tuanku
Hanya bisa memandang dari kejauhan saat tuan berlalu
Cinta nona yang kuat tapi tak mampu milikimu, hingga rindu menjadi derita Nona yang menyiksa kalbu
Logika nona ingin pergi melawan waktu, tapi hati memaksa setia dengan rindu
//
Sungguh tak adil rasanya Tuanku, semakin bertambah berat rasanya rindu
Relakah tuan jika kutulis I miss you di atas batu, lalu Nona lemparkan pada Tuanku
Agar tuan tahu sakit sekali menahan rindu
Mengapa kejam dikau Tuanku, selalu suguhkan cinta dengan madu
Yang membuat Nona tak bisa mengusir bayang indah Tuanku
//
Lima tahun Nona bertahan dengan rasa itu, hingga mendambamu menjadi jemu
Kebodohan yang Nona lakukan secara berulang adalah mencintamu wahai tuanku
Tuan penguasa hati Nona yang lugu, meski tau Tuan tak akan pernah jadi milik si nona lugu
Mungkin bagi Tuan si nona hanyalah debu, yang hinggap menempel di kusen jendelamu
Sedang nona tau jika Tuan hanya cinta pada bunga yang lebih indah di berandaku
Berlahan Nona tenggelam dalam air mata pilu, beginilah ternyata jika jatuh cinta seorang diri wahai tuanku
//
Derai hujan segar sungguh tiada mampu, menyapu rindu yang selalu menggebu
Nona juga ingin bertanya pada tuanku, apakah tuan memiliki sedikit saja rasa rindu itu
Namun seketika sadar jika Nona hanyalah pelabuhan sementara cintanya tuanku
Yang sesuka hati Tuan tinggalkan Nona jika perlu dan kembali ke peraduan Tuan yang lebih syahdu
Sugguh tidak menyenangkan merindu tanpa bertemu, itulah derita yang nona pangku
Seperti pelacur yang tak pernah diberi uang saku, Nona rela korbankan jiwa raga untuk tuanku
//
Memandang mata dengan berkaca, luas lepas ke angkasa raya
Hati pilu tiada duanya, ingin Nona mencari jawabannya di sana
Kiranya ada obat untuk luka, kala Tuan ucap cukup sudah semua
Agar Tuan dan Nona kembali ke peraduan semula, lupakan kisah asmara antara Tuan dan Nona
Sungguh berat rasanya hati Nona mencoba, menepis rasa yang amat dalam rasanya
Ingin cuek tapi tetap rindu jua, ingin tidak perduli tapi di hati tuan tetap bermain gembira
Kuat rasa Tuan ingin dilupakan oleh Nona, tapi akal dan hati Nona tidak bisa bekerjasama
//
Selalu terkenang ucapan Tuan kepada Nona, waktu siang cerah tepat pukul dua
Saatnya untuk tenang tanpa harus mengenang itu ucapnya, kepada Nona yang berat dimabuk asmara
Kini Nona hanya bisa memendam luka, Tuan ingin kau dan aku bukan lagi kita
Menangis Nona yang terpenjara dalam rasa, melepas Tuan yang melangkah menuju istana
Untuk kembali ke dunia Tuan di sana, dengan cinta sejati harta Tuan yang nyata
Apalah daya Nona yang merasa hina, yang dipermainkan angkuhnya cinta
//
Tapi tenanglah wahai Tuanku tercinta, Nona tidak akan umbar pada dunia
Karena Nona hanyalah tempat untuk singgah sementara, saat tuan lelah di perjalanan mencari bahagia
Nona mencintai dengan rasa yang paling sempurna, menyayangi dan mengagumi dengan cara yang paling rahasia
Hingga saatnya Nona harus ikhlas dan rela, melepas ikatan rasa Tuan dan Nona
Manisnya memori cinta singkat Tuan dan Nona, tak akan merusak tulus hatimu padanya
Nona akan tulus menanggung luka, tanpa mengganggu debaran jantungmu padanya
//
Kini Tuan kembali ke istana dengan kereta kuda, berjalan berlahan berlalu meninggalkan Nona
Tanpa menoleh ke belakang melihat Nona tuk terakhir kalinya
Tapi Nona tahu wahai Tuan yang kucinta, ada luka tak berdarah di Tuan punya dada
Dan Tuan berusaha menyembunyikannya, agar Nona rasa bahwa Tuan tiada pernah punya rasa
Hingga lebih mudah bagi Nona untuk melupa, semua keindaha cinta yang Tuan dan Nona pernah bina
//
Pamitlah dengan baik jika ingin meninggalkan Nona
Buatlah seperti pertama kali Tuan mengenal Nona penuh dengan keindahan cinta
Tapi….tenang Tuanku, tenang saja
Nona akan simpan rahasia ini di bagian hati terdalam dan tergelap selamanya
Hingga semut pun tak akan mampu mencari cinta Nona disimpan di lubang yang mana
Walau Nona tahu ini salah adanya, Tuan adalah kesalahan terindah yang pernah ada
Selamat berpisah Tuanku yang kucinta, Semoga bahagia selalu Tuanku di sana.
Rina Youlida Nurdina adalah guru di SMP Negeri 6 Panyabungan, Mandailing Natal, Sumut.
Anggota Forum Komunikasi Pendidikan (FKP) Madina.