PANYABUNGAN (Mandailing Online) – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara diminta memeriksa pelaksanaan pembanguan dek penahan banjir Sungai Rantopuran di Panyabungan, Mandailing Natal (Madina).
Pasalnya, terjadi perbedaan pandang antara pihak kontraktor dengan pihak UPT SDA Batang Gadis Batang Natal soal bahan material untuk cor dek.
Itu dikatakan Muhammad Rusdi Batubara dari Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Madina kepada Mandailing Online di Panyabungan, Senin (28/10/2019).
Rusdi yang akrab dipanggil Parkuas ini menyatakan, perbedaan pendapat antara pihak kontraktor dengan UPT SDA Batang Gadis mengindikasikan adanya ketidakberesan mutu bangunan.
Dia menyatakan, berdasar klasifikasi mutu untuk K 175, campuran material harusnya perbandingan semen 326 kg, pasir 760 kg dan krikil 1.029 kg.
“Jika pasir dan krikil langsung diambil dari sungai bagaimana mereka menakarnya?,” imbuh Rusdi.
Oleh karena itu, dia mendesak Pemprovsu untuk melakukan pemeriksaan material serta mengkaji ulang apakah pengawasan berjalan dengan baik atau tidak.
Rusdi juga melihat anggaran dana untuk proyek ini sebesar 2, 2 mlyar rupiah terlalu mahal, sebab material pasir dan krikil sebagai bahan utama diambil di sungai lokasi proyek.
Di sisi lain, pembesian juga dinilai janggal berdasar amatan JPKP Madina. Pasalnya terjadi beda pendapat antara PPTK dengan pihak kontraktor.
“Pemprovsu harus tegas memberikan kepastian apakah 30 cm jarak antar tulang besi atau 25 cm. Agar masyarakat tidak dibingungkan. Sebab, keterangan yang kami terima berbeda antara yang disampaikan pihak kontraktor dengan PPTK UPT SDA” ujarnya.
“Aneh PPTK tak bawa bestek saat meninjau pekerjaan. Katanya di medan. Bagaimana mereka bisa kontrol tanpa bawa RAB?,” katanya.
Sementara itu, PPTK Rehabilitasi Pengandalian Banjir Sungai Aek Rantopuran, Sugiono ketika dikonfirmasi Mandailing Online di kantornya, Panyabungan, Senin (21/10/2019) menjelaskan dan membenarkan bahwasanya material yang dipakai pada proyek Rehabilitasi Pengandalian Banjir Sungai Rantopuran diambil dari lokasi proyek.
Sugino menjelaskan bahwa campuran beton proyek Rehabilitasi Pengendalian Banjir Sungai Rantopuran itu adalah semen, pasir dan siplit.
Sugiono membantah jika pasir yang dipakai untuk beton Rantopuran itu pasir jenis uruk.
“Sesuai pengawasan kami, tidak ada dipakai pasir uruk. Yang dipakai adalah pasir siplit,” katanya.
Sebelumnya, Qualiti Control CV Denny Utama, Irpan Syuhdi Pulungan menjawab Mandailing Online, Minggu (20/10/2019) di lokasi, menyatakan pasir yang dipakai jenis pasir uruk.
Pasir uruk itu diambil dari badan sungai lokasi proyek.
Dan menurut Irpan, jenis pasir yang dipakai itu sudah sesuai dengan kontarak kerja dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) pekerjaan ini.
Peliput : Dahlan Batubara