Oleh: Siti Khadijah Sihombing, S.Pd
Aktivis Dakwah
Hari ini di media sosial kita sering disuguhkan konten konten para LGBT, mulai dari kehidupan sehari-hari mereka sampai kehidupan mereka bersama pasangan gay dan lesbian mereka. Serasa tidak habis-habis dan hampir di seluruh platform ada mereka dengan segala kelakuan bejat mereka.
Sungguh miris kita hari ini menyaksikan semua ini. Dan parahnya kebanyakan orang normal malah menganggap itu adalah hal biasa saja serta dijadikan pembiaran dengan mengatasnamakan kebebasan. Dan juga di lingkungan masyarakat hari ini malah dibiarkan saja sebab katanya bukan keluarganya yang melakukan jadi tidak masalah. Kalaulah ada keluarganya yang begitu maka mereka lakukan pembiaran apalagi menghasilkan banyak uang karena perilaku menyimpang itu.
Penyimpangan seksual ini bukan terjadi di kota saja tetapi sudah merambak ke desa. Sungguh luar biasa memang kampanye global LGBT ini. Tidak tanggung-tanggung penyebarannya. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Sebab hari ini kita hidup dalam sistem kapitalisme yang mana sistem ini menjunjung tinggi kebebasan dan memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga membuat apa yang dilakukan dalam kehidupan ini tidak boleh dicampuradukkan dengan aturan agama. Dan agama hanya dijadikan sebagai ritual semata tanpa bisa mengatur manusia dalam lini kehidupannya. Begitulah sistem kapitalisme mengatur hidup manusia.
Jadi, kerusakan hari ini itu akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme ini. Sistem ini adalah sistem buatan manusia yang terbatas, serba kurang dan membutuhkan yang lebih kuat darinya yaitu Allah. Tidak akan mungkin sistem yang lemah bisa memuliakan manusia, maka untuk merasakan hidup yang bahagia kita harus kembali kepada fitrah kita sebagai manusia dan jikalau kita mau sadar serta ingin hidup bahagia dunia akhirat maka kita harus menjadikan aturan Allah sebagai peraturan yang mengatur seluruh kehidupan kita sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Yaitu sistem islam kaffah yang memberikan rahmatan lil’alaamiin untuk kehidupan manusia.
Dan jika penyimpangan ini terjadi maka negara akan bertindak untuk menyelesaikannya dan para pelaku akan dihukum seberat-beratnya serta diberikan waktu untuk bertaubat. Sebab penyimpangan seksual ini bukanlah penyakit tetapi ini adalah perilaku yang tersesat karena adanya pembiaran. Makanya dalam sistem islam hal ini tidak akan dibiarkan sedikitpun karena akan membuat banyak kerusakan dan mendatangkan laknat Allah.
Maka, hukuman yang akan diberikan kepada para LGBT, ada perbedaan pendapat.
Menurut Imam Malik, Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad bahwa tindakan homoseksual mewajibkan hukuman Hadd karena Allah memperberat hukuman bagi pelakunya sebagaimana diterangkan dalam kitab-Nya sehingga pelakunya harus mendapatkan hukuman hadd zina karena adanya makna perzinaan di dalamnya.
Menurut ulama Syafi’iyah, hukuman hadd bagi pelaku homoseksual adalah sama dengan hukuman hadd zina. Jika pelakunya muhshan (sudah beristri atau bersuami) wajib dirajam sampai mati. Sedangkan jika pelakunya ghairu muhshan (belum beristri atau belum bersuami) di cambuk 100 kali dan diasingkan.
Sementara itu, menurut Prof. Dr. Amir Abdul Aziz, Guru Besar Fiqh Perbandingan di Universitas dan Najah Al-Wathaniyah, Nablus, Palestina, pelaku homoseksual baik muhshan maupun ghairu muhshan hukuman hadd-nya adalah rajam. Pendapat ini sama dengan pendapat ulama Malikiyah dan pendapat ulama Hanafiah dalam salah satu versi riwayat yang paling kuat dari Imam Ahmad.
Ketika menjelaskan hadist riwayat Imam At-Tirmidzi di atas, Imam Ash-Shan’ani (1059-1182 H) dalam “Subulus salam” mengatakan ada 4 pendapat tentang hukuman bagi pelaku homoseksual:
1. Dihukum dengan hadd zina yaitu dirajam bagi yang muhshan dan di-jilid bagi yang ghairu muhshan.
2. Dibunuh baik pelaku maupun obyeknya baik muhshan maupun ghairu muhshan.
3. Dibakar dengan api, baik pelaku maupun obyeknya. Ini adalah pendapat para sahabat
Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam.
4. Dilempar dari tempat yang tinggi dengan kepala di bawah kemudian dilempari batu. ini
adalah pendapat Abdulllah Bin Abbas Radhiallahu anhu.
Adapun menurut Imam Abu Hanifah, pelaku homoseksual hanya dihukum ta’zir karena tindakan homoseksual tidak sampai menyebabkan percampuran nasab. Sedang ta’zir-nya adalah dimasukkan ke penjara sampai bertaubat atau sampai mati.
Jadi jelas bahwa perilaku LGBT bukanlah penyakit atau genetik tetapi merupakan tindak kejahatan. Islam menyebut pelakunya dengan sebutan yang sangat buruk antara lain: Al-Mujrimun (para pelaku kriminal) (QS Al -A’raf[7];84) : Al-Mufsidun (pelaku kerusakan) (Q.S. Al Ankabut [29]; 30), Az-Zalimum (orang yang menganiyaya diri) (Q.S. Al Ankabut [29];31).
Sudah jelaslah bahwa untuk memberantas perilaku penyimpangan seksual ini kita harus menerapkan sistem islam agar segala kerusakan ini bisa sirna dan para pelakunya tidak semena-mena dalam melakukan hal penyimpangan ini.
Wallahu’alam bishowab