Oleh: Djumriah Lina Johan
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban
Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Hadi Mulyadi melayangkan protes karena Rp 200 miliar dana CSR perusahaan tambang batu bara di wilayahnya disalurkan ke kampus-kampus di pulau Jawa. Dia tidak terima, karena selama ini perusahaan tersebut mengeruk sumber daya alam di Kaltim, namun tidak memperhatikan pendidikan di Kaltim.
“Saya atas nama masyarakat Kaltim kecewa dengan sebuah perusahaan yang memberikan beasiswa Rp 100 miliar kepada ITB, Rp 50 miliar kepada UGM, Rp 50 miliar kepada UI. Total Rp 200 miliar, total Rp 200 miliar, sementara tidak satu rupiah mereka berikan ke Kalimantan Timur,” ucap Hadi Mulyadi saat menghadiri Rapat Paripurna di DPRD Kaltim, Rabu (11/5/2022).
Selain itu, Hadi pun mempersoalkan perusahaan tambang batu bara yang produksinya meningkat namun penyaluran dana CSR (Corporate Social Responsibility) tidak ada peningkatan untuk masyarakat Kaltim. Lantaran itu, Hadi mengajak masyarakat bersama-sama menggugat ketidakadilan perusahaan-perusahaan yang lebih memperhatikan kesejahteraan pendidikan di luar Kaltim. Sebab menurutnya dana sebanyak itu dapat membantu ribuan pelajar di Kaltim. (Detikcom, 16/5/2022)
Sebenarnya, andaikan semua SDAE (Sumber Daya Alam dan Energi) itu dikelola penuh oleh negara, niscaya tidak hanya mampu memberikan pendidikan terbaik bagi mahasiswa di pulau Jawa, bahkan mampu menyejahterakan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Sebab, kebutuhan rakyat akan tercukupi dari pengurusan negara. Dana hasil pengelolaan SDAE dapat teralokasikan untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat, seperti sandang, pangan, papan, fasilitas transportasi, kesehatan, pendidikan, dsb.
Problem salah fokusnya negara dalam mengelola ekonomi adalah akibat penerapan aturan kapitalistik. Dalam aturan ini, fokus utama negara adalah mencari untung tanpa menyertakan peran agama dalam setiap keputusannya. Negara telanjur terikat pada perjanjian-perjanjian dengan negara lainnya. Utangnya pun makin menggunung. Jangankan mengelola SDAE, untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya saja negara dapat dari berutang. Walhasil, mau tidak mau, negara ini harus nurut pada yang memberikan utang.
Melihat subur dan kayanya negeri Zamrud Khatulistiwa ini, para pengusaha dalam maupun luar negeri pasti akan tergiur. Keuntungan yang menjanjikan membuat mereka melakukan berbagai intrik demi mendapatkannya. Mirisnya, negara sengaja mendiamkan bahkan mendukungnya. Siapa yang untung? Tentu bukan rakyat atau negara, melainkan mereka para kapitalis. Rakyat cukup jadi penonton saja. Sehingga program CSR sejatinya hanya remahan saja. Sangat jauh hasilnya jika SDAE dikelola secara mandiri oleh negara.
Kondisi ini memperlihatkan negara salah urus dalam mengelola ekonomi. Negara membiarkan asing, aseng, dan asong untuk mengelola kekayaan SDAE dan justru mengharapkan dan akhirnya kecewa dengan program CSR.
SDAE sejatinya merupakan kepemilikan umum. Umatlah pemilik sesungguhnya dari SDAE, sementara negara hanya sebagai pengelola saja.
Karena merupakan kepemilikan umum, maka diharamkan bagi swasta untuk menguasainya, karena itu berarti menghalangi umat mendapatkan haknya.
Rasulullah saw bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, api, dan padang gembalaan.” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah)
Pada prinsipnya, negara hanya menarik biaya dari masyarakat sebesar biaya produksi, transportasi, dan litbang dari produk energi yang dihasilkan. Namun, negara boleh-boleh saja mengambil keuntungan dari harga produk energinya, dengan catatan tidak memberatkan dan hasilnya dikembalikan untuk kepentingan masyarakat dalam bentuk lain.
Kedaulatan dan ketahanan energi merupakan kewajiban dalam Islam. Ketiadaan kedaulatan energi, yang di antaranya disebabkan penguasaan asing terhadap SDAE, akan sangat mengancam kedaulatan negara.
Bayangkan jika negara Islam harus tergantung pada asing untuk mendapatkan sumber energi demi menunjang peradabannya, maka negara Islam akan sangat mudah dikendalikan oleh asing.
Demikian pula, jika ketahanan energi kurang akibat SDAE tidak memadai untuk keperluan negara, negara Islam juga bisa ditekan asing. Hal ini jelas-jelas terlarang dalam Islam.
Allah Swt. berfirman, “…dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.” (QS An Nisa’: 141)
Dengan demikian, pertanyaannya mau pilih mana, CSR tak seberapa atau kelola SDAE, rakyat sejahtera?