PANYABUNGAN (Mandailing Online) – Bupati Mandailing Natal (Madina) tidak dapat membubarkan atau membekukan kepengurusan Badan Pemangku Adat (BPA) karena BPA adalah organisasi yang tumbuh dari unsur raja-raja adat dari berbagai marga-marga di seluruh wilayah Mandailing.
Itu dikatakan Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Tabagsel, H.Ridwan Rangkuti SH.MH, Jum’at (14/11/2014), berpijak pada ketentuan Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton Dan Lembaga Adat Dalam Pelestarian Dan Pengembangan Budaya Daerah.
Berdasar Permendagri itu, Badan Pemangku Adat Kabupaten Mandailing Natal adalah sah sebagai lembaga adat yang bertugas untuk mengembangkan adat budaya Mandailing. “BPA bukan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang dapat diangkat dan diberhentikan bupati, akan tetapi BPA Madina merupakan mitra kerja Pemkab Madina dalam mengembangkan dan melestarikan adat dan budaya Madina yang masih hidup dan dihormati masyarakat Madina,” katanya. Bahkan BPA bersama bupati harus menggali nilai-nilai aset budaya yang telah hilang. Menurut Permendagri tersebut BPA tidak berada di bawah kepala daerah, sehingga bupati tidak berwenang memberhentikan atau membekukan BPA, justru sebaliknya bupati berkewajiban melaksanakan pembinaan terhadap BPA dengan memberikan fasilitas dan pendanaan sehingga kegiatan pelestarian dan pengembangan adat budaya daerah dapat dilaksanakan oleh BPA Madina dengan baik sesuai dengan rencana kegiatan.
Di dalam pasal 2 Permendagri tersebut dengan tegas disebutkan bahwa kepala Daerah bertugas melaksanakan kegiatan pelestarian dan pengembangan budaya daerah.
Selanjutnya dalam pasal 9 ayat (3) disebutkan bupati/walikota melaksanakan pembinaan terhadap SKPD dalam pemberian fasilitas terhadap ormas kebudayaan, keraton, dan lembaga adat dalam pelesatarian dan pengembangan budaya daerah.
Dalam pasal 13 disebutkan ormas kebudayaan, keraton, dan lembaga adat yang melaksanakan kegiatan pelestarian dan pengembangan budaya daerah dengan dukungan dari APBD melaporkan hasil pelaksanaan kegiatannya kepada kepala daerah untuk dievaluasi.
Selanjutnya dalam pasal 14 disebutkan (1) Evaluasi dilakukan secara bersama-sama oleh kepala daerah dan pimpinan ormas kebudayaan, keraton dan lembaga adat berdasarkan pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan kepada Mendagri untuk bahan perumusan kebijakan pembinaan ormas kebudayaan, keraton dan lembaga adat. (3) Kepala daerah dan pimpinan kemasyarakatan bidang kebuadayaan, keraton, dan lembaga adat bersama-sama menindaklanjuti kebijakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan melakukan penyesuaian rencana dan kegiatan.
Peliput/Editor: Dahlan Batubara