JAKARTA (Mandailing Online) – Wakil Bupati Madina, Atika Azmi Utammi Nasution menolak menandatangani dokumen tentang batas baru Kabupaten Madina-Kabupaten Tepsel.
Penolakan itu sebagai bentuk keberatan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal (Madina) kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait rencana penetapan batas wilayah antara Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dengan Madina.
Rencana penetapan batas wilayah dua kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara itu dibahas pada Rapat Finalisasi Penyusunan Permendagri Batas Daerah, berlangsung di Best Westren Plus Hotel, Jakarta tanggal 24 sampai 26 Agustus 2022.
Penetapan batas wilayah Tapsel-Madina itu dinilai secara nyata telah mengurangi luas wilayah Madina dan tidak sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal dan Toba Samosir.
Rapat dihadiri Wakil Bupati Madina, Atika Azmi Utammi Nasution; Kepala Dinas Pertanahan Madina, Faisal; Kepala Tata Pemerintahan. Dari Sumut hadir sejumlah pejabat, juga para pejabat Tapsel.
Rapat tanggal 24-26 Agustus 2022 itu membahas peta yang didasarkan pada kesepakatan tahun 2012. Dan itu sangat merugikan bagi Mandailing Natal.
Luas wilayah Kabupaten Madina sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 sejatinya adalah seluas 660.070 hektare. Tetapi, proposal yang diajukan Kemendagri di rapat kemarin justru sangat mengurangi luas Madina.
Wakil Bupati Madina, Atika Azmi Utammi kepada wartawan menyatakan secara tegas menolak menandatangani kesepakatan tersebut.
Ia menguraikan rapat tersebut berlangsung alot.
“Seharusnya agenda kemarin itu sudah tertuang satu kesepakatan mengenai luasan wilayah kedua kabupaten, saya mewakili Bupati Madina dan masyarakat Madina tidak setuju dan menolak dengan tegas, tidak menandatangani apa yang difinalisasi,ā tegas Atika.
Wabup termuda di Indonesia ini secara tegas meminta untuk dilakukan verifikasi ulang di lapangan.
“Bahwa kita Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal hanya berpegang pada UU Nomor 12 Tahun 1998, seharusnya atas apa yang ada di UU itulah ditentukan titik kordinatnya, bukan malah menyepakati luasan baru,ā urainya.
āSaya mewakili Bapak Bupati Madina dan seluruh masyarakat Mandailing Natal hanya akan setuju penentuan titik koordinat sesuai amanat Undang-undang Nomor 12 Tahun 1998,” imbuh Atika.
Untuk itu, Pemkab Madina sedang membahas potensi upaya hukum apabila tata batas tidak mengacu pada UU Nomor 12 tahun 1998.
“Saya nyatakan, masyarakat Madina berdaulat atas wilayah sesuai UU dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang),” tegas Atika.
Peliput: Dahlan Batubara