Profesor Uli Kozok memosting artikel singkat di akun facebooknya pada 25 November 2019 memaparkan masa awal sebutan “Batak”.
Artikel singkat berjudul “Dari Batta ke Batak” ini memaparkan kajian-kajian bahwa sebutan “Batak” baru muncul pada abad 19 dari pihak luar seperti Aceh dan Melayu.
Merujuk naskah-naskah kuno maupun catatan para misionaris Jerman yang dimuat di majalah BRMG.
Istilah Batak atau Batta relatif jarang digunakan dan yang lebih sering muncul adalah sebutan Toba yang tidak hanya digunakan sebagai nama daerah, tetapi juga sebagai nama etnis.
Profesor Uli Kozok telah lama melakukan penelitian di Tapanuli, Sumatera Utara.
Berikut ini artikel yang ditulis Profesor Uli Kozok yang dicopy Mandailing Online tanpa merubah apapun :
Dari Batta ke Batak
Selama abad ke-19 bahan tulisan yang dihasilkan oleh orang Batak hanya berupa naskah kulit kayu (pustaha), bambu dan tulang.
Selain Willem Iskander dari Mandailing, seorang guru sekolah yang menulis sebuah buku bacaan yang dicetak pada tahun 1872 di Batavia, tidak ada satu pun orang Batak yang menulis buku.
Saya belum sempat untuk merangkum tulisan yang dipublikasi setelah tahun 1900, tetapi kalau tidak salah publikasi pertama baru muncul seusai perang dunia pertama (1918).
Oleh sebab itu kita harus mengandalkan sumber tulisan dari luar Batak. yang kebanyakan ditulis oleh orang Eropa (terutama Jerman), tetapi ada juga yang dari Tionghoa, Arab, Aceh, dan Melayu.
Pada siapa yang ingin membaca sebutan-sebutan pertama mengenai orang Batak silakan baca artikel Anthony Reid bertajuk “Is there a Batak history”.
Perihal etnisitas Batak banyak diperdebatkan di media sosial dan juga di surat kabar. Berikut ini sumbangan sederhana berdasarkan salah satu sumber yang sangat penting, ialah catatan para misionaris Jerman yang dimuat di majalah BRMG yang tebalnya beberapa ribu halaman.
Menarik untuk dicatat bahwa ejaan “Batak” masih relatif baru. Pada abad ke 1900 orang Eropa menyebut orang Batak sebagai Batta, dan sekali-sekali, Bata. Hanya H.N. van der Tuuk yang menggunakan ejaan “Batak” sejak tahun 1860an. Istilah Batak baru mulai populer setelah tahun 1904.
Yang menarik untuk diamati adalah bahwa istilah Batak/Batta hanya digunakan untuk merujuk kepada sesuatu yang bersifat “universal”, seperti Batta-Mission (misi Batak), dsb. Oleh sebab itu istilah Batak atau Batta relatif jarang digunakan dan yang lebih sering muncul adalah sebutan yang berkaitan dengan daerah.
Istilah Toba sangat sering digunakan, tetapi tidak pernah dalam arti “Batak Toba” yang baru menjadi populer pada abad ke-20.
Toba merujuk pada daerah di sebelah selatan Danau Toba di sekitar Balige dan Laguboti. Toba tidak hanya digunakan sebagai nama daerah, tetapi juga sebagai nama etnis. Lain daerah yang disebut adalah “Pulau Toba” (yang secara keliru dinamakan Belanda menjadi “Pulau Samosir”), Uluan, Silindung, Angkola, Mandailing, Habinsaran, Padang Bolak, Asahan, dan Batang Toru.
Yang menarik untuk dicatat adalah bahwa pada abad ke-19 sebutan “Toba” sebagai etnisitas tidak digunakan untuk orang Silindung. Para misionaris juga sering menekankan bahwa ada perbedaan secara budaya dan linguistik antara Silindung dan Toba. Dari cerita-cerita para misionaris menjadi jelas bahwa pada abad ke-19 orang Silindung dan orang Toba masih belum menganggap dirinya sebagai satu kelompok etnis.
Tadi saya sebutkan bahwa selain sumber Eropa ada pula sumber Batak yang berupa naskah. Yang menarik untuk dicatat adalah bahwa istilah “Batak” hampir tidak pernah disebut. Saya sendiri belum pernah menemukannya, dan saya belum sempat bertanya pada ahli pernaskahan Batak yang lain seperti Manguji Nababan, Robert Sibarani, Nelson Lumbantoruan, Roberta Zollo, atau Giuseppina Monaco, tetapi saya yakin bahwa mereka bisa konfirmasikan bahwa istilah “Batak” jarang sekali atau malahan tidak pernah muncul di dalam pustaha.
Istilah Batak di dahulu kala memang terutama digunakan oleh pihak luar (Aceh, Melayu dan orang asing) untuk merujuk pada kelompok non-Muslim yang mendiami pedalaman Sumatera Utara. Baru pada abad ke-19 istilah Batak dipopulerkan oleh orang Eropa sehingga secara lama-kelamaan menjadi sebutan etnis yang juga diterima oleh orang Batak (alias Batak Toba).
Sedangkan Toba dalam arti Batak Toba (bila merujuk kepada ke-6 kelompok etnis di bawah naungan lebel “Batak”), malah baru mulai menjadi populer pada abad ke-20.