MEDAN (Mandailing Online) – Bawaslu Madina wajib menindaklanjuti kasus money politic dan mobilisasi anak-anak pada Pemilu di Panyabungan Utara, Madina.
Itu ditegaskan aktivis hukum Sumatera Utara, Dr. Adi Mansar Lubis,SH,M.Hum menjawab wartawan via telefon seluler, Senin (22/4/2019).
Menurutnya, pelanggaran dalam Pemilu itu yang paling besar jika dilakukan peserta Pemilu, salah satunya adalah money politic, baik oleh partai politik maupun individunya.
Yang kedua, melibatkan orang yang tidak berhak untuk memilih. Artinya mobilisasi. Salah satunya melibatkan anak-anak atau orang lain memilih/mencoblos berkali-kali.
Dalam kasus yang terjadi oleh caleg Partai Demokrat di Mandailing Natal (Madina) yang sudah disiarkan media televisi dan media cetak serta media online, menunjukkan satu fakta bahwa ada money politic serta ada mobilisasi orang lain ada hari H Pemilu 2019. Dan orang lain yang dimobilisasi itu ternyata usianya belum cukup umur untuk memilih. Ketidakcukupan usia ini melanggar juga UU tentang Perlindungan Anak.
Karena UU Pemilu melarang melibatkan anak-anak, maka ini dianggap merupakan pelanggaran serius. Pelanggaran serius ini biasanya akan dilakukan tindakan oleg Bawaslu dengan dua pilihan.
Pilihan pertama, dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) atau apakah suara yang dikategorikan lahir dari hasil proses yang tidak sah itu langsung di delete, atau pihak yang terbukti melakukan kecurangan tidak diikutsertakan dalam PSU.
Kalaupun Partai Demokrat tetap diikutkan dalam PSU, caleg yang terbukti melakukan money politic dan memobilisasi anak-anak itu harus dianulir, tidak diikutkan di TPS tersebut.
Ali Masdar juga menyatakan, karena perkara ini sudah muncul ke pubilk, tentu Bawaslu tak bisa menyederhanakan kasus ini. Artinya Gakumdu dalam hal ini tidak bisa melihat kasus ini tidak ada kriminalnya. Kalau misalnya Gakumdu melihat kasus ini tidak ada kriminalnya, yang bahaya itu Bawaslu.
“Karena DKPP juga melihat kasus-kasus seperti ini melalui liputan media massa. Kalau sudah tayang di TV One, tayang di RCTI otomatis fakta-fakta itu tak bisa dipungkiri lagi. Jejak digital itu akan dikonsumsi oleh publik,” katanya.
Oleh karena itu, Bawaslu harus menaikkan perkara ini sampai ke meja hijau. Kalau sampai ke meja hijau, tentu pilihannya ada pidana penjara dan segala macam.
Dan, berdasarkan kewenangan Bawaslu yang kuat dalam UU Pemilu, maka Bawaslu berwenang untuk melakukan diskualifikasi.
“Malah kemudian yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian Bawaslu untuk mengambil tindakan. Karena Bawaslu lah satu-satunya lembaga yang diberi untuk mengawal kehormatan Pemilu. Maka kalau Pemilu hendak berdaulat, hendak terhormat, Bawaslu harus serius menindak pelaku-pelaku yang melakukan money politic dan mobilisasi terhadap anak-anak. Bawaslu harus menerbitkan rekomendasi,” katanya.
Jika Bawaslu terkesan berlama-lama sehingga jangka waktu terlampaui, maka jejak digital yang sudah diketahui DKPP akan menjadi senjata, dan menjadi dikhawatirkan ketika ada masyarakat atau ada Pemantau Pemilu yang sudah melaporkan ini nanti ke DKPP.
Jika sudah sampai kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) maka Bawaslu-nya bisa gawat, bahkan bisa menjadi pihak yang teradu.
Sekarang mana yang mau dipilih? Menindaklanjuti berdasarkan punya kewenangan berdasarkan UU atau dilaporkan dan ditindak oleh DKPP berdasarkan Undang-undang.
Peliput : Dahlan Batubara