Sendi-sendi rumah tangga mulai rapuh. Kata cerai begitu mudah keluar dari pasangan suami-isteri. Pemicunya bisa mulai dari hal yang sepele hingga serius. Eskalasi perceraian akhir-akhir ini meningkat. Tak sedikit proses perceraian itu dilakukan secara instan.
Apalagi dengan kehadiran teknologi telekomunikasi, seperti email, SMS lewat ponsel, ataupun pesan melalui Blackberry, dan lainnya. Fenomena ini tak hanya ditemui di Tanah Air. Maraknya cerai kategori ini juga merebak di sejumlah negara. Sebagian besar kawasan Timur Tengah dan India misalnya. Apakah kata cerai yang diungkapkan lewat media elektronik dan telekomunikasi itu dianggap sah?
Prof Muhammad bin Yahya bin Hasan an-Najmi mengatakan bahwa polemik itu pernah hangat di kalangan ulama fikih klasik. Terjadi perbedaan pendapat menyikapi masalah ini. Pernyataan itu ia sampaikan dalam bukunya yang berjudul Hukmu Ibram Uqud al-Ahwal as-Syakhshiyyah wa al-Uqud at-Tijariyyah Ibra al-Wasail al-Iliktroniyyah.
Anggota ahli di Komite Fikih Islam Internasional Jeddah itu mengemukakan, jika merujuk pada kajian fikih, perbedaan dalam konteks ini pernah berlangsung. Para ulama berbeda pendapat soal hukum cerai yang dijatuhkan lewat tulisan. Ada dua kubu utama.
Menurut kelompok yang pertama, cerai yang ditempuh dengan cara seperti ini dinyatakan tidak sah. Pendapat ini merupakan opsi Mazhab Zhahiri dan sebagian kecil ulama. Ibn Hazm mengatakan, talak yang dijatuhkan suami secara tertulis tak berimplikasi hukum apa pun. Ini karena bentuk pengungkapan cerai dalam Alquran harus dengan cara lisan, bukan tulisan.
Ini seperti yang disebut Alquran di Surah al-Baqarah ayat 229: ”Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.” Seperti disebut pula di Surah at-Thalaq ayat 1: “Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).”
Opsi ini juga diambil oleh Komite Fikih Internasional yang berpusat di Jeddah dan Asosiasi Ulama Senior Arab Saudi. Menurut mereka, bentuk penyampaian talak seperti ini rawan penyalahgunaan dan memiliki tingkat keakurasian yang lemah. Ini karena siapa pun bisa ‘membajak’ media-media tersebut dan mengatasnamakan sang suami.
Kelompok kedua berpandangan, talak jenis ini dianggap sah. Hukumnya sama seperti cerai dengan lisan. Namun, secara terperinci mengenai jenis tulisan yang dianggap bisa membatalkan perceraian, mereka tidak sepakat.
Menurut Mazhab Hanafi, bila redaksi dan obyeknya jelas, maka talak tersebut jatuh. Bila obyeknya tidak jelas, seperti kalimat “isteriku saya ceraikan”, maka tidak sah. Mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali berpandangan, selama tidak disertai niat, sekalipun redaksi dan obyeknya jelas, maka talak tersebut dianggap cacat.
Masalah cerai lewat SMS dan beragam media mutakhir memang agak sedikit pelik dan mengundang perhatian serius otoritas di sejumlah negara. Di Yordania, misalnya, Lembaga Fatwa Yordania (Dar al-Ifta al-Urduniyah) secara khusus mengeluarkan fatwa terkait polemik ini pada 2010. Ini bukan tanpa alasan. Di tahun yang sama, Pengadilan Agama setempat mencatat 450 kasus perceraian lewat SMS atau media serupa.(rmol)