Oleh: Hadi Kartini
Kisah Malin Kundang kembali terjadi. Seorang remaja yang berinisial MAS 14 tahun tega menikam ayah, ibu, dan neneknya. Dikabarkan, ayah dan neneknya meninggal dunia, sedangkan ibunya mengalami luka tusuk dan telah mendapatkan perawatan medis. Peristiwa ini terjadi pada hari Sabtu (30-11-24), di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.
Setelah melakukan penyelidikan, Pelaksana Harian Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Polisi Nurma Dewi mengatakan, bahwa status MAS 14 tahun, anak yang diduga membunuh ayah dan neneknya telah menjadi tersangka. Setelah menerima pengakuan dari MAS, penyidik meningkatkan status MAS menjadi tersangka setelah alat bukti mencukupi dan memeriksa para saksi.
Nurma belum bisa mengkonfirmasi motif pembunuhan tersebut. Apakah tekanan akademis dari orang tua tersangka yang menjadi pemicu MAS tega menghabisi nyawa orang tua dan neneknya. Awalnya Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Gogo Galesung mengatakan, MAS mendapat bisikan sebelum membunuh ayah dan neneknya. Namun, Nurma mempertegas kesaksian tersebut tidak bisa dijadikan alat bukti yang cukup untuk menetapkan MAS sebagai tersangka. (Tempo.com, 02-12-24)
Kasus penikaman yang dilakukan seorang anak yang berusia 14 tahun terhadap ayah, ibu dan neneknya menandakan kehidupan masyarakat saat ini tidak baik-baik saja. Kenapa anak yang masih berusia belia tega menghabisi nyawa orang-orang yang mengasihinya? Apa yang telah dilakukan orang tuanya, sehingga anak tersebut berniat menghabisi nyawa orang tuanya? Inilah beberapa pertanyaan besar yang timbul dari kasus ini.
Pengaruh Kapitalisme Pemicu Kejahatan
Apa pun motif pembunuhan yang dilakukan MAS terhadap ayah dan neneknya merupakan PR besar bagi kita semua. Kejadian seperti ini bukan kali ini saja terjadi. Ada beberapa kasus pembunuhan terhadap orang tua yang terjadi di beberapa daerah sebelum kasus ini. Dari kasus-kasus yang terjadi, terungkap beragam motif yang memicu para tersangka melakukan aksinya. Ada yang kesal pada orang tua karena tidak memberikan uang, karena harta warisan, dendam atas perlakuan buruk orang tua, dan lainnya.
Kalau kita telisik lebih dalam, semua motif orang melakukan berbagai kejahatan termasuk pada kasus ini, karena pengaruh kapitalisme sekuler dalam mengatur kehidupan. Sistem ini memisahkan antara agama dengan kehidupan. Manusia membuat aturan sendiri untuk mengatur kehidupan tanpa tuntunan agama. Akibatnya, muncul berbagai masalah di tengah-tengah masyarakat dan diselesaikan menurut pemikiran manusia saja. Standar perbuatan mereka tidak lagi berpatok pada ajaran agama. Mereka bertindak berdasarkan manfaat dan menuruti hawa nafsu semata, sehingga perbuatan yang mereka lakukan banyak merugikan orang lain bahkan diri sendiri.
Peran Orang Tua Membentuk Watak Anak
Dalam sistem ini, manusia berlomba-lomba untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, karena materi adalah tolok ukur keberhasilan seseorang. Hal ini menyebabkan orang sibuk mengejar materi tanpa diimbangi dengan pemenuhan naluri agamanya. Orang tua sibuk mencari nafkah dan mengesampingkan tugas utama yaitu mendidik anak-anak mereka. Padahal, didikan orang tua sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Apalagi seorang ibu, perannya sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Jika seorang ibu ikut mencari nafkah, pengasuhan terhadap anak tidak optimal. Ibu tidak bisa memastikan tumbuh kembang dan pendidikan anak berjalan sesuai harapan. Walaupun tidak semua ibu bekerja mengabaikan anaknya, tetapi kebanyakan ibu yang bekerja anak-anaknya terabaikan. Padahal, seorang anak membutuhkan bimbingan orang tua dalam pertumbuhannya.
Mereka membutuhkan didikan, kasih sayang, dan perhatian kedua orang tua dalam membentuk kepribadian untuk mengarungi kehidupan. Kurangnya pendidikan dan dampingan dari orang tua membuat anak-anak tumbuh tidak terarah. Apalagi sistem pendidikan saat ini, juga tidak mendukung generasi mempunyai kepribadian yang berakhlak mulia.
Pola Pendidikan
Sistem pendidikan yang diterapkan saat ini terpengaruh kapitalisme. Pada sistem ini, tujuan pendidikan hanya menyiapkan anak didik untuk siap bekerja di dunia usaha dan industri. Dengan artian, tujuan pedidikan hanya untuk mendapatkan materi yang ujung-ujungnya menjadi budak kapitalis. Anak-anak dituntut mengikuti les ini dan itu supaya mendapatkan nilai akademis yang tinggi tanpa memperhatikan kondisi fisik maupun mental anak, mampu atau tidak? Itu semua dilakukan supaya bisa bersaing di pasar kerja.
Sibuk mengejar kebahagian dunia dengan mengorbankan kebahagiaan akhirat yang merupakan kebahagian yang hakiki. Sistem pendidikan yang yang terpengaruh kapitalisme sekuler, melahirkan generasi yang dangkal terhadap pemahaman agama. Di sisi lain, pamahaman agama sangat penting untuk membentengi diri seseorang dari berbagai hal yang merusak seperti kasus penikaman ini.
Dari pengakuan MAS, penikaman yang dilakukan tersangka terhadap orang tua dan neneknya dari bisikan. Hal ini mengindikasi bahwa keimanan sosok pelaku bermasalah, bisa dikatakan kurang iman atau imannya tidak kokoh. Sehingga, tersangka tidak bisa membentengi diri dari bisikan-bisikan setan yang menjerumuskannya kepada tindakan yang tidak manusiawi.
Banyak yang hilang kewarasannya dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi. Kurangnya iman dan ketakwaan kepada Allah Swt membuat orang-orang mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Seseorang dengan mudah melakukan tindakan kejahatan sampai menghilangkan nyawa orang lain, menandakan tingginya pengaruh kapitalisme dalam kehidupan. Manusia fitrahnya mempunyai rasa belas kasih, tetapi sistem kapitalisme menghilangkan fitrah ini.
Islam Membentuk Anak Berkepribadian Islam
Untuk merubah watak manusia saat ini menjadi pribadi yang baik, harus diterapkan sistem yang benar-benar mampu mengatasi semua persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sistem yang mampu mengatasi semua masalah tersebut hanya sistem Islam. Ini terbukti, selama sistem Islam diterapkan di semua aspek kehidupan sepanjang masa kejayaannya, mampu menciptakan kehidupan yang harmonis dan sejahtera. Masyarakat jauh dari masalah-masalah seperti sekarang.
Untuk mengatasi masalah yang timbul akibat interaksi antara manusia, sistem IsIam menempatkan dan memastikan semua pihak tetap berada dalam jalurnya. Dalam lingkup yang paling kecil yaitu keluarga, Islam mewajibkan ayah untuk mencari nafkah dan ibu berada di rumah mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang. Pendidikan anak tidak hanya kewajiban ibu, tetapi seorang ayah juga mempunyai kewajiban untuk mengontrolnya karena ayah bertanggung jawab penuh terhadap keluarganya.
Allah Swt telah mengabadikan tanggung jawab seorang ayah dalam Al-Quran, surah At-Tahrim ayat 6, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Kolaborasi pendidikan yang diberikan ibu dan pengawasan seorang ayah akan membentuk watak dan kepribadian anak sesuai fitrahnya. Anak mempunyai sifat kasih sayang yang dicontoh dari ibunya dan memiliki sifat tegas dan bijaksana yang dicontohkan ayahnya.
Dari lingkup pendidikan formal, negara Islam (Khilafah) menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah. Mulai dari kurikulumnya, menyiapkan tenaga pengajar, sampai sarana dan prasarana penunjang pendidikan tak lepas dari koridor Islam. Tujuan pendidikan tidak hanya menciptakan generasi yang faham akan ilmu duniawi saja, tetapi ilmu untuk bekal kehidupan akhirat lebih di utamakan.
Tujuan pendidikan tidak untuk mendapatkan materi semata, tetapi pendidikan harus lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta karena pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membangun peradaban mulia. Membentuk pola pikir dan pola sikap generasi sehingga terlahir generasi berkepribadian Islam. Generasi yang bertakwa, bersahaja, penyayang, kuat, tegas, dan bijak dalam mengambil keputusan. Sistem Islam mampu melahirkan generasi-genersi yang berkepribadian Islam yang berakhlak mulia.
Wallahu’alam bissawab