Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen dan Pengamat Politik
Politik merupakan istilah yang masih dianggap sensitif oleh umat Islam mayoritas. Bahkan aktivitas politik juga kerap dipandang sebagai perbuatan yang buruk dan kotor. Pemahaman seperti itu muncul tidak lepas dari fakta yang terlihat dari perilaku para politisi sekarang yang menggandrungi ideologi sekuler-kapitalis maupun sosialis-komunis. Ditengah-tengah hingar bingar dunia perpolitikan, sosok-sosok yang maju sebagai pemimpin adalah mereka para politisi yang memiliki track record rapor merah secara kepribadian. Misalnya korupsi, skandal seksual, penipu, pembohong, dan sebagainya. Ironisnya, kepribadian seperti itu dimiliki mayoritas para politisi di sistem yang menanggalkan aturan Islam seperti kapitalisme dan sosialisme.
Pelaku praktik politik buruk yang nyata terlihat di lapangan tidak memandang agama. Baik muslim maupun non muslim. Padahal seharusnya, jika pelaku politik itu adalah muslim, menunjukkan sikap yang sesuai dengan islam. Namun, apakah kaum muslim sudah sepenuhnya menyadari bahwa teribat dalan politik adalah suatu kewajiban? Bukan semata hanya ajang kompetisi jabatan dan ketenaran?
Syekh Abdul Qadim Zallum menuliskan dalam bukunya Afkar Siyasiyah menuliskan bahwa keterlibatan dalam politik merupakan kewajiban bagi kaum muslim. Karena menurutnya, siyasah (politik) secara lugahwi berarti mengurus urusan ummat yang artinya sama dengan mengurus kepentingan hidup kaum muslim. Dengan kata lain, kepengurusan tersebut seperti penguasa mengatur rakyatnya. Jika salah menurut ajaran Islam dalam mengambil kebijakan, maka rakyat yang menentang kebijakan tersebut merupakan bentuk aktivitas politik dan berarti mengurus umat pula.
Aktivitas menyerukan kebaikan dan melarang kepada kemunkaran kepada penguasa yang lalim merupakan aktivitas mengurusi ummat. Begitu pula bersikap kritis dan berseberangan dengan penguasa tidak lain juga merupakan bentuk aktivitas mengurus ummat dan kepentingannya. Adapun dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya terlibat dalam aktivitas politik dalam kitab Afkar Siyasi karya Syeikh Qadim Zallum, yaitu firman Allah swt :
“Alif lam mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat. Dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam tiga sampai sembilan tahun lagi. Milik Allah-lah urusan sebelum dan sesudah kemenangan mereka. Dan hari itu (kemenangan bangsa Romawi) bergembiralah orang-orang beriman”. (TQS Ar-Rum : 14).
Dalam suatu hadist, Rasulullah saw bersabda: “Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran (al-haqq) di hadapan penguasa yang zalim”. (HR. Abu Dawud dari Abu Said al-Khudriyy radhiyallahu ‘anhu)
Kemudian, Rasulullah saw bersabda: “Penghulu Syuhada adalah Hamzah Ibn Abdul Muthalib (dan setara dengannya) seseoarng yang berdiri di hadapan penguasa yang lalim, menyerukan untuk berbuat baik dan melarang berbuat kemungkaran. Kemudia ia dibunuh”. (HR. al-Hakim dari Jabir radiyallahu ‘anhu).
Ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist tersebut menunjukkan kewajiban bagi kaum muslimin untuk terlibat dalam politik. Perintah dalam hadist tersebut bersifat tegas. Hal ini berarti bahwa Allah swt menuntut kaum muslim dengan tuntutan yang tegas untuk mengurus umat islam, yaitu melibatkan dirinya dalam aktivitas politik.
Keterlibatan dalam politik bertujuan melindungi kaum muslim dari kerusakan akibat tindakan penguasa yang lalim dan musuh-musuh umat. Jarir Ibn Abdulah berkata, ia datang kepada Rasulullah saw dan berkata,
“Aku berbai’at kepadamu atas Islam. Kemudian Rasulullah saw mensyaratkan kepadaku untuk memberi nasehat (an-nush) kepada setiap muslim”. (HR. Bukhari).
Kata “an-nush” pada hadist tersebut bersifat umum, termasuk memberikan nasehat kepada kaum muslimin untuk melindungi mereka dari penguasa yang lalim dan dari musuh-musuh Islam. Hal ini berarti bahwa kaum muslim harus terlibat dalam politik dalam negeri, yaitu senantiasa waspada terhadap kepemimpinan penguasa dalam mengurus kepentingan umat.
Demikian juga dalam politik internasional (politik luar negeri). Kaum muslim harus terlibat dengan selalu waspada terhadap rencana dan tindakan negara-negara kafir yang merugikan dan membahayakan umat.
Aktivitas penguasa terhadap negara-negara lain merupakan bagian dari politik luar negeri suatu negara. Jadi, aktivitas tersebut merupakan bagian yang akan dikoreksi. Kaidah syarat yang menyatakan “sesuatu yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban, maka sesuatu itu merupakan kewajiban”. Sehingga jelas dan terbukti bahwa kaum muslim diwajibkan teribat dalam politik dalam dan luar negeri. Keterlibatan kaum muslim sejatinya membuktikan bahwa islam sungguh adalah agama yang sempurna dan way of life manusia. Allahu a’lam bissawab.
(Referensi: Syeikh Abdul Qadim Zallum, Pemikiran Politik Islam, 27 Februari 2017)