Oleh : Riani, S.Pd.I
Guru di Medan
Kemajuan teknologi melesat tajam khususnya pada industri game. Begitupun kegiatan hiburan yang marak dilakukan di era digital ini yaitu bermain game. Ada sebagian orang yang bermain game hanya untuk mendapatkan rileks setelah melalui hari-hari yang padat atau melelahkan, namun ada juga yang memainkan game terus-menerus karena sudah menjadi adiksi. Bermain tanpa memperhatikan waktu, bahkan mengabaikan hal yang utama.
Dua anak usia SMP di Kota Cimahi terpaksa berhenti sekolah selama satu tahun lantaran harus menjalani perawatan dan pemulihan kesehatan jiwa. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan dua bocah kelas VII SMP itu mengalami kecanduan game online. “Ada dua siswa kelas VII SMP di Kota Cimahi berhenti sekolah selama satu tahun karena harus menjalani perawatan dan pemulihan akibat kecanduan game online,” kata Retno melalui keterangan tertulis. (24/3)
Wabah Kecanduan game menjadi penyakit generasi di era milenial saat ini. Kecanduan game merupakan salah satu gangguan jiwa. Dan dapat menimbulkan penyakit.
Pertama, “Hazardous Gaming” dan yang kedua “Gaming Disorder”. Hazardous Gaming berisikan tentang game yang dapat menimbulkan potensi bahaya, misalnya game yang memainkan adegan kekerasan seperti peperangan, intimidasi, dan pelecehan seksual. Sedangkan Gaming Disorder berupa pola perilaku ingin memainkan suatu game dengan sangat berlebihan dan berulang atau bahkan terus menerus.
Selain dua siswi di Cimahi tentu banyak lagi rentetan dampak buruk dari game online ini dan cukup menggambarkan bahwa demam game berpotensi menimbulkan resiko buruk. Sihir game online ini dapat merubah pola pikir dan pola sikap para gamernya. Negara seharusnya menjaga rakyatnya, khususnya generasi muda dalam kerangka membangun kepribadian (character building) dan sikap-mentalitas masyarakat, maka semestinya lebih peka mengamati dampak dan lebih tegas dalam penetapan kebijakan.***