JAKARTA – Direktur Esekutif Energi Watch, Ferdinand Hutahaean menyambut baik rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RKTM) untuk menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) RON 88 atau yang biasa disebut premium. Sebagai gantinya, yakni RON 92 atau pertamax.
"Rekomendasi ini sudah tepat, kandungan sulfur Pertamax lebih rendah 0,25 persen dari Premium. Kami mengapresiasi rekomendasi itu," sebut Ferdinand saat dihubungi, Selasa (23/12).
Hanya saja ia mewanti-wanti agar rekomendasi tersebut tidak menjadi pintu masuk liberalisasi BBM di Indonesia. Mengingat dalam UU, hanya premium yang diperbolehkan diberikan subsidi, pertamax tidak mendapatkan alokasi subsidi.
"Jangan sampai masyarakat dihadapkan pada fluktuasi harga minyak dunia yang tentu akan berpengaruh pada harga bahan-bahan pokok," pintanya.
Ia mengatakan, Undang-Undang (UU) menyatakan bahwa yang disubsidi adalah BBM RON 88. Dengan demikian apabila dalam dua bulan Pertamina benar menghentikan impor BBM RON 88 dan akan memasok BBM RON 92 ke pasar, Ferdinand memperkirakan subsidi BBM dicabut.
"Jika masih dapat (subsidi) artinya akan ada pelanggaran UU. Sehingga untuk menghindari pelanggaran UU, ujung-ujungnya subsidi dihapus. Ini akan menjadi beban besar bagi rakyat untuk menghadapi gejolak perubahan naik turunnya harga minya dunia. Negara tidak boleh menempatkan masyarakat menghadapi sendiri fluktuasi ini," tekannya. (jpnn)