Oleh: M. Daud Batubara, Dr., MSi
Maharddhika (Sanskerta) sebagai asal kata merdeka dengan makna bebas dari segala belenggu, kekangan, kekuasaan atau aturan dari pihak penguasa yang tidak sah pada satu zona. Dalam konteks negara, diartikan merdeka dari penjajah seperti Nusantara yang telah bebas dari penghambaan dan penjajahan yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Rocky Gerung, sering menyebut kalau beliau tidak mau diberi jabatan, tidak mau diberi amplop karena yakin akan menjadikannya kehilangan kemerdekaan. Dari kalimat tersebut, dapat dilihat bahwa kemerdekaan itu bukan saja ranah negara, tapi juga sampai pada ranah orang perorang sebagai rakyat dalam satu negara yang menyangkut kebebasan positif dan kenyamanan hidup.
Ada dua hal yang dapat dipetik dari kalimat itu yakni kemerdekaan sebagai satu kebebasan berbuat dan bertindak. Di sisi lain, beliau masih melihat adanya kekangan untuk kekebebasan berbicara dan bertindak dari pihak tertentu (ketidakmerdekaan) di dalam negara yang telah merdeka selama 78 tahun, mungkin karena adanya ikatan etika dan norma tertentu dalam kelembagaan.
Rocky melihat kemerdekaan dirinya sebagai sesuatu yang sangat berharga dari sisi kebebasan berbicara dan bertindak sebagai sesuatu yang menggambarkan betapa dianya telah merdeka secara utuh dan telah menikmati kemerdekaan itu. Tentu banyak pula orang di Nusantara yang telah merdeka secara utuh seperti Rocky. Namun rakyat di negeri ini, masih sering ditemui berada pada posisi jauh dari kondisi merdeka, bahkan masih berada pada kondisi yang sulit dalam pemenuhan kemerdekaan kebutuhan hidupnya. Padahal bumi ini sudah berada di Era 5.0.
Penjelasan di atas mengisyaratkan sisi lain, bahwa kemerdekaan dapat ditinjau dari orang pribadi sebagai rakyat dalam negara atau orang pribadi dalam lingkungannya, baik lingkungan rumah tangga, lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, lingkungan pergaulan, lingkungan masyarakat bahkan sebagai warga negara itu sendiri.
Konteks negara, nusantara ini telah merdeka selama 78 tahun, usia yang sudah layak disebut sangat dewasa bila dilihat dari siklus hidup manusia. Dengan 78 tahun nusantara merdeka dari penjajah dengan kemandiriannya. Selama 78 tahun pula negara yakin telah memberi kebijakan implementatif memerdekakan rakyatnya untuk hidup kaya, sejahtera dan kuat.
Sayangnya, sering terdengar rakyat mengeluh tentang hidupnya yang masih sulit, seolah mereka belum ikut merdeka secara pribadi. Terlihat juga angka kemiskinan yang belum usai terentaskan pasca 78 tahun merdeka. Ini adalah gambaran nyata bagaimana kemerdekaan orang perorang harus menjadi perhatian.
Memerdekakan warga negara inilah yang merupakan tugas negara, setelah pemerintah bersama rakyatnya merebut kemerdekaan dan terbentuknya pemerintahan RI.
Memerdekakan warga negara dilakukan dengan sebutan membangun yang dalam Pembukaan UUD 1945 tujuannya adalah “memajukan kesejahteraan umum”, mencakup sandang, pangan dan papan, kesejahteraan lahir dan batin, seperti rasa aman dan nyaman, saling menghormati, gotong royong, menghargai hak, keadilan, kewajiban dan lain-lain. Penting menjadi perhatian bahwa kesejahteraan ekonomi dan materi menjadi sangat penting dalam hal memerdekakan.
Rawls dengan singkat namun lengkap, menyebut tujuan negara adalah untuk mencapai keadilan sosial, di mana semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk meraih kebahagiaan dan kemakmuran. Rawls menyimak dengan kesan kuat terhadap kebahagiaan dan kemakmuran. Sangat jelas bahwa kemerdekaan negara menuntut satu keharusan untuk memerdekakan bangsanya.
Di nusantara sebagai lazimnya negara, hal ini dilakukan secara sistematis dan juga terstruktur. Negara hadir terstruktur mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan sampai ke tingkat RT/RW, lengkap dengan perangkatnya di bidang masing-masing. Perangkat inilah yang ditugasi dengan kewajiban mensejahterakan rakyat. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban tersebut lembaga ini dilindungi secara sah dengan berbagai hak, kewenangan dan kekuasan yang dapat memaksa.
Layaknya, di tahun ke 78 pasca kemerdekaan RI, dengan kelengkapan struktur pemerintah yang cukup kuat dengan pola kerja yang sistematis, sangat diyakini bahwa target memerdekakan rakyat bukan lagi hanya pada kondisi pemenuhan kebutuhan dari sisi kuantitas, tapi sudah harus dari posisi sisi kualitas.
Kualitas dimaksud adalah kesanggupan dan kesempatan setiap warga negara untuk memilih alternatif berkualitas yang tersedia, setidaknya atas standar Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tiga standar variabel IPM yang disetujui dunia yakni kualitas pendidikan, derajat kesehatan dan kemapanan pendapatan.
IPM sebagai uji standar kemerdekaan rakyat, dari sisi kesempatan pendidikan diharap setiap warga sebagai anak bangsa yang telah dimerdekakan oleh negara, memiliki kesempatan untuk memilih pendidikan yang dia inginkan. Pilihan tersebut atas dasar kualitas sekolahnya dan juga spesifikasi tujuan sesuai harapan masa depan tiap warga negara itu sendiri.
Jadi, pilihan sekolah untuk tiap jenjang pendidikan bagi warga negara, bukan atas kemampuan keuangan dari warga untuk biaya pendidikan. Warga negara yang merdeka pendidikannya bukan sekedar dapat fasilitas pendidikan akan tetapi bebas memilih pendidikan dan jenjang yang dia inginkan tanpa berperang lagi dengan kondisi keuangan. Inilah indikasi negara yang telah menempatkan rakyatnya pada kemerdekaan dari sisi pendidikan.
Memerdekakan dari bidang kesehatan harus dilihat dari indikasi yang menggambarkan kesempatan yang dapat memilih fasilitas kesehatan, baik karena spesifikasinya yang teruji maupun karena kapasitasnya yang dapat dihandalkan. Warga yang merdeka, memiliki hak dengan bebas memilih fasilitas kesehatan bukan atas dasar kelas kemampuan ekonominya, tapi atas kualitas layanan kesehatan dan atas dasar kualitas yang diyakininya pada fasilitas kesehatan yang tersedia.
Demikian pula dengan pekerjaan yang dilakoni oleh warga yang merdeka adalah pekerjaan yang menurutnya sesuai dengan keahlian dan besaran pendapatan yang akan dia peroleh. Warga negara yang merdeka dengan mudah resign dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya atas pilihan keahlian dan kenyamanan serta besaran pendapatan. Jadi pemilihannya bukan atas dasar keterpaksaan akibat ketidaktersediaan lapangan pekerjaan dan juga ketidakmatangan keterampilan.
Pada akhirnya, kenyamanan hidup sangat penting setelah IPM terpenuhi seperti hak kebebasan bicara, kenyamanan di tiap koridor lingkungan yang dilaluinya. seperti rasa aman dan nyaman, saling menghormati, gotong royong, menghargai hak, keadilan, kewajiban dan lain-lain. Tentu kebebasan ini harus pula dengan tidak menggunggu kenyamanan dan hak warga lainnya dengan tetap berpegang pada etika, norma dan kesantunan.
Inilah kemerdekaan rakyat dari negara yang merdeka, dan itulah merdeka yang sesungguhnya, untuk direfleksi kembali pasca 78 tahun Nusantara merdeka. Boleh dilihat posisi anak bangsa saat ini dalam memilih pendidikan, memilih fasilitas kesehatan dan memilih pekerjaan. Sepertinya saat ini anak bangsa masih banyak berkutat pada pilihan kuantitas dan keterpaksaan karena tingkat kesejahteraan dari pada kebebasan memilih kualitas, karena sesungguhnya kita masih banyak yang jauh dari kondisi sejahtera.
Inilah pentingnya tugas memerdekakan rakyat, dan mulai meminimalisir cerita merdeka negara yang telah usai dilalui 78 tahun silam. Hendaklah kita menggeser paradigma membangun peradaban Nusantara seperti disampaikan Koentjoro N. yang menyebut harus mengedepankan orientasi masa depan, berpijak di orientasi masa kini dan bercermin dari orientasi masa lalu.
Penting pula diingat kembali bahwa tugas memerdekakan ini harus dilakukan oleh tiap lini pemerintah dengan segala perangkatnya di tiap jenjang struktur pemerintahan mulai dari pusat sampai ke RT. Presiden bukan satu-satunya jabatan yang bertanggungjawab terhadap upaya memerdekakan rakyat, tapi gubernur juga merupakan perwakilan pemerintah pusat dengan kewajiban yang sama. Begitu pula pemanfaatan otonomi oleh bupati/walikota dalam menata kemerdekaan secara langsung pada warga di wilayahnya. Moga tulisan ini menjadi refleksi tentang merdeka dan memerdekan rakyat dalam bernegara.***