Kotanopan (MO) – Program pendidikan gratis yang sudah berlangsung untuk tingkat SLTA di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) menuai protes dari kalangan pesantren. Pasalnya program pasangan Hidayat-Dahlan ini tak mengikutkan pesantren dan Madrastah Aliyah.
Pimpinan Pesantren Subulussalam, Kotanopan, Esmin Pulungan, S. Ag menilai Pemkab Madina tidak adil dalam memberlakukan program pendidikan gratis tersebut karena hanya diperuntukkan kepada siswa SLTA di bawah naungan Dinas Pendidikan.
“Sedangkan pesantren atau MA (Madrasah Aliyah) tidak ada sama sekali. Padahal, siswa SLTA dan siswa pesantren dan MA itu sama-sama warga Mandailing Natal yang punya hak yang sama untuk mendapatkan jatah program tersebut. Lantas kenapa ada pembedaan ?,” ujarnya nada bertanya.
“Kalau dilihat dari segi kemampuan ekonomi, santri-santriah pondok pesantren lebih banyak yang kurang mampu. Mereka juga sangat mengharapkan biaya sekolah dari Pemkab Madina sebesar Rp. 50 ribu perbulan ini,” imbuhnya.
Dia berharap Pemkab Madina agar meninjau program ini kembali, dengan memperhatikan pelajar di pesantern dan MA. Pesantren di Madina ini jumlahnya mencapai sekitar 23 pesantren dengan puluhan ribu santri.
“Jadi jangan jadikan pesantren ini nomor dua. Apalagi selama ini Mandailing Natal terkenal dengan sebutan “Serambi Mekkahnya “ Sumatera Utara karena banyaknya terdapat pesantren di daerah ini. Sebutan yang baik ini harus dijaga dengan sama-sama memperhatikan kelangsungan hidup pesantren.
Dikatakannya, kalangan pesantren dalam waktu dekat berencana menemui Bupati Madina Hidayat Batubara untuk membicarakan langsung tentang posisi pesantren dan MA tersebut. (kot)