JAKARTA – Isu Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) mulai merebak ditengah kisruh hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN), Pangi Syarwi Chaniago menilai ada misi tertentu dari pihak asing untuk bisa menyetir dan menguasai Indonesia di tengah situasi politik yang sedang memanas.
"Jelas asing menghendaki Indonesia yang lemah sehingga bisa mereka (asing) setir. Nah, kasus ISIS dijadikan komoditas politik untuk kepentingan mereka (asing)," kata Pangi saat berbincang dengan wartawan, hari ini.
Selain itu, lanjut Pangi, kemunculan ISIS berdampak pada pecahnya konsentrasi masyarakat mengawal gugatan hasil Pilpres oleh Prabowo Subianto yang akan mulai disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bisa saja misi asing untuk memecah konsentrasi publik terhadap peristiwa Pilpres yang sedang dalam sengketa," terang Pangi.
Dia menambahkan, campur tangan pihak asing sudah terlihat jelas sejak awal Pilpres diselenggarakan demi menguasai Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia.
"Dalam pertarungan Pilpres kemarin, kental sekali campur tangan dan intervensi asing. Jelas asing punya kepentingan terhadap SDA Indonesia. Asing tidak rela Indonesia menjadi negara kuat, mandiri dan lepas dari ketergantungan," tukasnya.
Dikabarkan, perkembangan ISIS di Indonesia semakin mengkhawatirkan, apalagi sejumlah kelompok telah menyatakan bergabung dengan kelompok ekstremis itu. Tak hanya itu, Ustaz Abu Bakar Baasyir diduga juga ikut mendukung ISIS.
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) minta pemerintah mengambil sikap tegas kepada para pengikut ISIS. Terlebih Indonesia sudah menyatakan menolak kelompok tersebut.
"Supaya yang berbaiat itu dicabut kewarganegaraannya. Ada dasar hukumnya, UU no 12 th 2003, pasal 23 ayat 6. Bunyinya, warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya bila dengan sukarela bersumpah atau berjanji setia kepada negara asing," jelas Kepala BNPT Ansyad Mbai ketika dihubungi wartawan, hari ini.
Menurut Ansyad hukuman seperti ini akan membuat masyarakat berpikir ulang bergabung dengan ISIS.
"Kalau tidak WNI ya tidak ada KTP. Tidak bisa urus nikah, atau nikah lagi. Enggak bisa ngurus apa-apa kan hilang hak perdatanya. Ini bisa berdampak juga kepada keluarganya, anak-anaknya. Mungkin kepemilikannya terhadap aset-asetnya juga hilang," tegasnya.
(dat06/okz/merdeka)