Oleh: Dr.M.Daud Batubara, MSi
Pembahasan tentang masa depan daerah saat ini semakin gencar oleh rakyat di daerah dalam konteks antara harapan dan kekhawatiran terhadap keberadaan daerah dan rakyatnya.
Bukan saja di Mandailing Natal (Madina), diyakini rakyat yang kapasitas budaya politiknya pada di level partisipan, jauh-jauh hari telah menjadikan pilihan topik Pilkada ketika kongko-kongko di berbagai kesempatan.
Di Madina, topik ini juga telah bergulir sejak proses pemilihan legislatif bergulir, karena boleh disebut erat hubungan pemilihan legislatif dengan pemilihan kepala daerah. Ketentuan aturan negara yang menghubungkan secara erat kedua proses politik ini membuat banyak pihak melihat bagian dari peluang pada pemilihan legistaltif sebagai salah satu penentu dalam proses pemilihan kepala daerah.
Keterkaitan yang erat kedua proses ini, kemudian oleh pihak-pihak yang berencana akan mengikuti proses pilkada, sudah berusaha menyiapkan kian jalan masuk yang lebih representatif ke ranah proses pilkada. Berbagai pendekatan dan siasat memang layak dijalankan pada proses pemilihan legislatif untuk memaksimalkan peluang dan mengurangi hambatan-hambatan.
Riilnya, sejak awal banyak orang yang sudah melihat pada fenomena politik praktis dalam pemolaan kepengurusan partai, penataan calon legislatif dan pemenangannya oleh pihahk-pihak tertentu yang berkepentingan. Setidaknya, samar-samar sudah tegambar semangat-semangat pihak-pihak yang berniat akan mengikuti kontestasi pilkada.
Beberapa saat sebelumnya, proses pilkada telah dinyatakan dimulai dengan munculnya pengumuman pendaftaran bakal calon kepala daerah oleh partai-partai di daerah. Hal ini dilakukan untuk menjalankan dan menunjukkan betapa partai-partai politik secara nyata benar-benar pro-demokrasi. Sehingga proses pendaftaran sebagai proses awal seleksi secara sah oleh rakyat terlihat bahwa partai politik menginginkan kualitas sebagai prioritas dalam menentukan caloh kepala daerah ke depannya.
Proses pengambilan formulir telah dilanjutkan dengan penyerahan kembali formulir dari tim bakal calon kepada partai politik. Diyakini bahwa pengembalian formulir, telah terisi data bakal calon dengan semua kelengkapan dengan jaminan tandatangan. Berikutnya oleh internal partai dengan segala ketentuan yang diikatkan oleh partai hasil seleksi pada waktunya akan diantarkan ke KPU secara resmi.
Ada dua hal yang sedang menjadi perbincangan rakyat di daerah tentang bakal calon kepala daerah dan rasanya layak dan menarik direnung-renung.
Pertama, sejumlah nama yang diprediksi sebagai bakal calon sampai saat ini belum sesuai dengan ekspektasi yang muncul. Hal yang sangat menarik bahwa petahana yang dari sisi aturan masih memiliki peluang, ternyata sampai saat ini belum terdeteksi mendaftarkan diri di partai. Bahkan di partai yang dinakhodai beliau sendiri, adahal dipahami bahwa sedemikian besar peluangnya, namun sepertinya belum terdengar terdeteksi di media. Belum lagi peluang mesin politik dengan kekuasaan yang terstruktur.
Tentu hal ini menjadi hal menarik dalam berbagai kongko-kongko rakyat menjadi bahan diskusi. Beranjak dari jadwal pandaftaran yang ada di partai hampir dapat dipastikan bahwa petahana kemungkinan besar tidak lagi turut dalam kontestasi di periode ini.
Akan tetapi, dalam politik praktis boleh saja kalau ini memang disengaja dan dijaga untuk tidak terpublikasi, meskipun sebenarnya secara de fakto dan de jure sudah terdaftar di partai. Bila desainnya seperti ini, mungkin saja ada rencana tertentu seperti upaya menghempang kontestan lain yang sudah berharap, dengan posisi yang dianggap lawan berat, dengan mudah bisa terhalang untuk tidak sampai di parhelatan kontestasi. Karena untuk peroleh perahu berupa partai setidaknya harus mendapat delapan kursi di DPRD, baik gabungan maupun satu partai. Partai sebesar ini, potensial untuk menggagalkan dengan mudah dengan menghilangkan kesempatan menggunakan perahu dari partai besar ini.
Hal yang sama juga sepertinya akan terjadi pada satu lagi partai besar dan menentukan di Madina. Artinya partai-partai besar ini, memang memiliki peran besar mendinamisasi fluktuasi dan kondisi jalannya poros pilkada. Dan sebagai partai besar di Madina tentu hal ini lumrah dilakukan partai-partai besar sebagai kekuatan kekuasaan yang menentukan dalam proses.
Demikian pula bagi tim yang berencana untuk melakukan panggung praktik politik kontestasi pilkada dengan melawan bumbung kosong (kotak kosong), bisa-bisa saja akan menjadi tersandung. Semuanya tergantung pada rencana pemenangan pilkada yang dirancang partai bersama konstestannya. Boleh saja perhitungan untuk pemenangan akan lebih mudah bila dengan dua kontestan dan strategi seperti ini pasti menjadai alternatif acuan pemenangan.
Ada juga nama yang sudah dielu-elukan masyarakat karena boleh disebut telah disosialisasikan sejak jauh-jauh hari telah dimunculkan di lapangan, namun juga belum muncul namanya di tempat-tempat pendaftaran di partai. Hanya saja beberapa hari ini, bagian keluarga sudah mencalonkan diri di kontestasi perhelatan pilkada di tingkat Gubernur. Bisa saja kemudian akan mendaftar di partai yang sama di tingkat kabupaten. Dan akan lebih menguntungkan pula bila di partai yang sama kemudian menjadi rekan pemenangan di bawah (tandem).
Berbagai hasil kombur dalam kongko-kongko menyebut kemungkinan sebagian dari yang tidak mendaftar, karena masih dalam keraguan dengan dinamika politik yang sangat kental dengan uang saat pemilihan legislatif, sudah mulai dapat dikesampingkan. Banyak pihak percaya dengan bercermin pada proses dan hasil pemilihan legislatif bahwa uang masih dipertuan dalam menentukan pilihan. Kebaikan, keteladanan dan jasa yang ditanam sebelumnya sepertinya tidak menjadi anutan bagi rakyat untuk memilih. Bahkan muncul fenomena perilaku pemilih yang menyesakkan dada, saat rakyat tidak menolak semua uang dari calon atau tim yang mendatanginya, dan mencoblos sang pemberi terbanyak.
Fenomena seperti ini, oleh para calon dan tim, banyak yang mengakui bahwa hal tersebut mereka alami. Ini artinya dalam proses politik demokrasi pemilihan umum, uang di mata para pemilih di Madina merupakan ukuran yang kuat sebagai patokan memilih. Tentulah kalau ukuran ini akan dapat menjadi penggoncang niat baik dari pihak-pihak tertentu dalam meyakinkan dirinya sebagai pemimpin yang berniat tulus memperbaiki masa depan daerah.
Bila indikator ini diprediksi akan menjadi ukuran kekuatan politik di pilkada artinya akan ada dua variabel besar yang tak dapat dipungkiri untuk memenangkan kontestasi politik pilkada di tahun 2024 ini. Selain kualitas diri harus pula kuantitas kekuatan uang yang sangat handal. Berbicara uang pada pilkada rasanya memang belum dapat diyakini untuk lepas dan bebas. Bahkan sepertinya ada kecenderungan malah lebih tinggi kebutuhannya.
Warga masyarakat di group-group media sosial masih banyak mengungkapkan sebagai cerminan masih pentingnya keberadaan uang dalam pilkada bagi pemilih. Terlebih pula bagi relawan-relawan yang secara sederhana dapat ditafsirkan seakan sangat getol mempromosikan pihak-pihak tertentu. Percakapan tentang hal ini sering disinggungkan bahwa semangat ini dilakukan terhadap relawan juga cenderung kuat terhadap pemilik uang telah teruji dan terbukti banyak.
Istilah yang sering terdengar bahwa mereka ini menyebut jumlah banyak dalam istilah ‘uang tak berseri’. Kontestan setingkat ini akan dikerubungi berbagai pihak yang mengaku siap sebagai Tim Sukses (relawan). Terutama bagi bakal calon yang dianggap Royal dan Loyal. Royal dalam arti banyak uang dan gemar berbagi, sedangkan Loyal dipahamkan sebagai sering membagi pada orang yang terlihat berkenan kerja.
Kedua, harapan keterbukaan kualitas bakal calon kepala daerah saat seleksi yang sepertinya dapat dilakukan terbuka dalam hal uji kompetensi di ruang publik secara terang benderang dengan betemu langsung bertatap muka dengan rakyat pada forum publik yang difasilitasi oleh partai yang menseleksi. Hal ini penting selain dalam debat yang nantinya dilakukan oleh KPU secara resmi, rakyat sudah terlebih dahulu diberi kesempatan oleh partai calon pengusung menunjukan kapasitas dan kapabilitas calon pemimpin yang ditawarkan partai untuk lima tahun ke depannya.
Bila seleksi dengan pendekatan melibatkan rakyat tentu sejak dini akan banyak manfaat seperti pengenalan kapasitas dan kapabilitas sang calon pemimpin, kesempatan yang lebih dekat dengan rakyat. Proses ini juga memberi proses sharing dengan rakyat sejak awal sehingga sang bakal calon selain menjelaskan rencana strategisnya kepada Tim Seleksi di partai juga sebaliknya akan mendapat masukan dari masyarakar.
Sang bakal calon akan mendapat informasi yang lebih berharga tentang apa yang menjadi harapan rakyat berupa kebutuhan dan keinginan mereka. Sebelum menawarkan visi dan misinya selama masa kampanye. Bagi rakyat juga dapat mengikat komitmen yang lebih kuat terhadap masa tugas dengan renstra yang bermuatan pembangunan yang juga terukur secara politis.
Diyakini partai akan mampu melakukan hal seperti ini dalam seleksi, karena jauh-jauh hari saat Madina lahir di tahun 90-an, Partai Bintang Reformasi (PBR) telah mampu lakukan hal yang sama. (Dr.M.Daud Batubara, MSi; Sahli Bupati Madina Bid. Pemerintahan & Hukum).