Oleh: Siti Khadijah Sihombing, S.Pd
Akhir-akhir ini masyarakat dicengangkan dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut negara-negara yang menganut pemerintahan otokrasi atau oligarki lebih efektif menangani pandemi virus corona (Covid-19). (CNNIndonesia.com)
Tito menyebut negara dengan pemerintahan seperti itu mudah mengendalikan perilaku masyarakat dalam menghadapi pandemi karena kedaulatan negara dipegang oleh satu atau segelintir orang.
Sementara negara penganut demokrasi, seperti Indonesia, India, dan Amerika Serikat cenderung mengalami kesulitan karena pemerintah tidak bisa memaksakan rakyatnya.
Padahal kenyataannya negara yang penganut otokrasi-oligarki jelas lebih rusak dalam menangani Covid-19. Sebab mereka lebih punya wewenang untuk menutup akses penyebaran berita tentang sudah adanya masyarakat yang terserang Covid-19. Sebagaimana yang terjadi di Vietnam dan Cina belakangan ini karena merasa Covid-19 sudah aman mereka malah membuka sektor pariwisata yang mana inilah yang memicu munculnya klaster terbaru dari wabah ini. Dan karena alasan malu negara malah menutupi kasus Covid-19 terbaru di negaranya tersebut.
Sudah jelas sekali bahwa negara kapitalisme-demokrasi dan otokrasi-oligakri yang selama ini dibanggakan terbukti gagal hadapi wabah. Tetapi ini tak membuat rezim sadar. Mereka malah menyalahkan rakyat atas ketidak becusan mereka.
Sebagaimana dilansir melalui Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito merespon kabar Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit rujukan untuk pasien Covid-19 yang penuh. Wiku mengatakan kapasitas rumah sakit tak akan pernah cukup kalau disorot terus. (CNNIndonesia.com)
Menurut Wiku, saat ini sebaiknya seluruh pihak menyoroti perilaku masyarakat yang masih kurang disiplin menerapkan protokol kesehatan sehingga masih menyebabkan penularan virus corona. (CNNIndonesia.com)
Lagi-lagi rakyat yang selalu disalahkan. Sebab rakyat yang tak mau mengikuti apa yang rezim katakan. Bukannya mereka introspeksi diri sendiri tapi malah melemparkan kesalahan kepada rakyat.
Jadi, jelas sudah tiadanya kepatuhan masyarakat malah dijadikan alasan rezim untuk menutup borok Kapitalisme-demokrasi. Sedangkan negara otokrasi-oligarki bukanlah pilihan sehat untuk mengatasi pandemik. Sebab kedua sistem ini jelas-jelas rusak dan merusak.
Sudah sangat jelas bahwa tak ada harapan lagi dalam sistem kapitalisme-demokrasi ini segera bergerak maju untuk mengganti sistem kufur ini dengan sistem islam. Sebab hanya sistem islam kaffah lah yang mampu untuk mengatasi persoalan ini sampai ke akar masalahnya.
Kita lihat saja sejarah yang membuktikan bahwa di zaman pemerintahan islam pada saat terjadi wabah khalifah langsung mengambil kebijakan :
1. Lockdown di wilayah wabah, tujuannya untuk mengisolasi penyebaran wabah agar tidak meluas dan seluruh kebutuhan rakyat ditanggung oleh pemerintah;
2. Mencari tahu mekanisme penyakit serta antisipasi pencegahan penyakit berbasis bukti, tujuannya untuk mengobservasi khasiat (qadar) yang telah Allah tetapkan pada spesifisitas virus seperti dampak kematian dan kesakitannya sehingga akan dilakukan langkah-langkah pengobatan;
3. Pengembangan dan produksi vaksin untuk pencegahan virus serta penyalurannya dilakukan secara gratis. Dan dizaman kekhilafahan rakyat tidak pernah diberikan beban pembiayaan saat dirumah sakit, semuanya diberikan secara.
Semua pembiayaan ini dibebankan kepada negara melalui baitul mal. Dan dalam baitul mal ada 3 pos pemasukan yaitu fa’i dan kharaj, hasil kepemilikan umum dan shodaqoh.
Jadi pada saat khilafah dilanda bencana seperti wabah keperluan masyarakat akan dibiayai oleh pos fa’i dan kharaj serta hasil kepemilikan umum. Sedangkan untuk biaya pelayanan kesehatan dan pengembangan teknologi seperti vaksin akan dibiayai melalui hasil kepemilikan umum dan wakaf rakyat.
Begitulah sistem islam kaffah menyelesaikan persoalan wabah yang melanda negerinya. Dan pemimpinnya akan senantiasa memikirkan kemaslahatan rakyatnya dan tidak akan pernah pemimpin dalam sistem islam menyalahkan rakyatnya. Karena sejatinya untuk menyelesaikan persoalan negeri hanya bisa diselesaikan oleh kebijakan pemimpinnya saja. Kalah kebijakannya pro rakyat maka seluruh rakyat akan sejahtera.
Jadi, semua umat islam harus paham bahwa khilafah adalah kebutuhan umat agar dapat hidup sejahtera. Harusnya umat islam belajar agar semakin mengenal sistem khilafah yang mampu memberikan solusi sebab sistem islam berasal dari Dzat Maha Tahu dan akan menghasilkan kepatuhan permanen masyarakat terhadap aturan karena dorongan iman, bukan karena ketakutan terhadap sanksi.
Umat islam jangan sampai termakan pernyataan menyesatkan rezim yang mana mereka terus menerus lakukan demi mempertahankan sistem kapitalisme-demokrasi dan menolak realita bahwa negeri ini membutuhkan kembali tegaknya sistem Khilafah.
Wallahu’alam bishowab.***
Penulis adalah ibu rumah tangga, tinggal di Tapanuli Tengah